13. Menghalangi

18.9K 2K 244
                                    

Keesokan harinya hari-hari yang Athaya lewati selalu sama. Membosankan. Perlu diingat Athaya tidak memiliki teman, walau kini ia tahu itu atas dasar hasutan Kennan, tetap saja ia terlalu malas meluruskan. Takut disangka membual, biar waktu yang menjawab semuanya.

Lagi pula, Athaya sudah terbiasa dan berteman baik dengan kesendiriannya, jadi untuk apa memiliki banyak teman jika akhirnya merepotkan hidupnya? Ia juga tidak pandai memfilter teman yang baik dengan teman yang ada apa-apanya.

Athaya merapikan alat tulis dan bukunya, bel sudah berbunyi lima menit yang lalu dibarengi dengan guru matematika yang sudah keluar dari kelasnya. Seperti namanya, sesaat tadi suasana kelas memang mematikan karena matematika.

"Kalian pada denger engga? Divion mau nantanin Gyanza duel."

Athaya mendengar pembicaraan tiga teman kelasnya di belakangnya. Mendengar nama Gyanza dibawa, Athaya penasaran.

"GILA! Divion mah nantangin raja singa yang lagi kelaparan."

"Gue engga habis pikir, dulu dia udah sempet masuk ICU karena cari gara-gara sama Gyanza. Eh malah nantangin lagi sekarang."

"Gyanza kalo engga di bangunin engga akan cabik-cabik mangsanya."

"Udah tahu dia serem gitu, Divion ih salah cari lawan!"

"Gue selalu mikir kalo Gyanza engga ada temennya mungkin dia udah jadi pembunuh berantai kali ya? Secara kalo udah mukul orang enggak ke kontrol."

"Tapi katanya sih harus tiga temennya yang misahin paksa kalo engga dia lupa diri sampek bisa bikin anak orang mau koit aja."

"Gapapa serem yang penting mah ganteng banget gila! Engga manusiawi gantengnya! Putih, tinggi, gagah, dingin dan sangar gitu bikin meleleh."

"Ogah gue mah,tar kaya si Saraha lagi."

"Saraha mah cantik cuma bego aja deketin Gyanza dengan cara murahan."

"Mending kita nontonin, lumayan liat pembantaian live."

Ketiga gadis itu keluar. Athaya merasa bodoh, kemana aja dia selama ini? Dia tidak tahu kalo Gyanza semenyeramkan itu. Memang sih dilihat dari cara dia mencekik seseorang saja sudah ketahuan. Apa dia ada kelainan sejenis psycho?

Athaya mengedikan bahunya berjalan keluar kelas menuju toilet, ia tiba-tiba kebelet. Selesai dari toilet, ia melihat gadis-gadis datang dari arah berlawanan.

"Ih serem,temennya engga bisa hentiin, gimana nasib Divion coba? Kalo dia mati gimana?"

"Yaudah resiko dia juga."

Athaya melewati kedua gadis itu, ia mengerutkan alisnya. Ia ingin masa bodo, tetapi percakapan dua orang itu mengganggunya.

Ia melewati koridor terbuka, ia menoleh ke arah lapangan dimana ada banyak anak yang berkerumun dan suasana disana tampak mencengkam.

Banyak anak gadis yang berpelukan satu sama lain sembari menangis dan ada yang tampak ketakutan saja.

Penasaran, Athaya membelah sedikit kerumunan. Matanya membelak, hatinya mencelos takut melihat Gyanza menimpa Divion dan memukul dada, wajah dengan membabi buta. Divion nampak setengah sadar.

Alden, Alex dan Bombom nampak ingin memisahkan namun mereka malah kena hajaran Gyanza. Athaya nampak tambah tercengang ketika Vanilla juga ingin melerai, tetapi gadis itu di dorong oleh Gyanza dengan sangat keras.

"Gyanza udah! Please Gyanza!!! Gue engga mau lo kena masalah !!! Dengerin gue please!!! Berhenti!!!" Vanilla terduduk disana sembari berteriak frustasi. Walau senang melihat orang terluka karena memberi kepuasan tidak menapik Vanilla tidak ingin seorang sampai harus mati, minimal sekarat dan cukup lakukan dengan licik tanpa orang tahu, bukan membabi buta menonjok seseorang di keramaian.

AthayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang