Athaya tersenyum puas setelah membereskan kamar Gyanza sedangkan si pemilik kamar asik tertidur. Athaya bahkan sudah membuatkan Gyanza bubur.
Athaya duduk di pinggir kasur, sementara Gyanza tidur terlentang diatas kasur berseprai hitam itu. Kamar Gyanza sendiri didominasi dengan warna hitam dan kamarnya sangat luas.
Athaya sedikit menunduk mengamati Gyanza, jika tertidur laki-laki itu sangat tenang. Meskipun tertidur, tetap saja hatinya berdebar tidak karuan. Athaya cukup paham dengan apa yang ia rasakan pada Gyanza. Tidak munafik selain karena ingin menolong sesama manusia, ia juga menyukai berdekatan dengan Gyanza.
Namun, Athaya orang yang cukup gengsi untuk melihatkannya apalagi sosok itu adalah manusia paling menyebalkan dan kejam.
Athaya mengerutkan alisnya dengan botol obat yang baru ia sadari ada di genggaman Gyanza. Athaya mengambil dan matanya membelak.
Salah satu golongan obat antidepresan, obat yang digunakan untuk mengobati depresi, gangguan obsesif kompulsif, gangguan kecemasan umum, gangguan stress pasca-trauma (PTSD), fobia, dan bulimia serta keluhan nyeri.
Gyanza menderita salah satunya ?
Athaya menatap Gyanza dengan sorot prihatin, Gyanza mungkin telah melewati hal-hal sulit mengingat ucapan laki-laki itu. Robert Alzon yang kemungkinan ayah Gyanza dan pramugari itu Ibu Gyanza yang kemungkinan sedang gila, entah itu perumpamaan atau benar gila dalam artian sebenarnya.
Athaya mengelus rambut Gyanza berusaha menyalurkan ketenangan lewat sentuhan. Alin, adiknya menderita kecemasan itu selalu bisa ia tenangkan dengan cara ini, mungkin Gyanza bisa?
Beberapa menit kemudian sepasang mata itu malah terbuka dan dengan kasar langsung menepis tangan Athaya.
Athaya meringkis,"Kasar banget sih. Santai aja kali."
"Pergi!" Ketus Gyanza melirik tajam pada Athaya.
Athaya menunjuk semangkuk bubur di meja samping tempat tidur Gyanza,"Makan, minum obatnya dulu baru gue pulang."
Gyanza tidak mengindahkan ucapan Athaya, ia malah bangkit dan meraih pergelangan tangan Athaya dan menyeret Athaya dengan kasar.
Athaya meringkis,"Lepas!" Athaya berhasil menyentakan tangannya hingga genggeman itu terlepas.
Athaya menghela napas, Athaya selalu diingatkan untuk tenang saat menghadapi Alin, meski tidak tahu Gyanza menderita apa, Athaya akan tetap menerapkan metode yang sama.
"Gue engga akan pulang sebelum liat lo minum obatnya. Badan lo masih panas, gue yakin besok lo bisa lemes banget kalo engga minum obat sekarang." Tutur Athaya penuh kelembutan.
Gyanza mencengkram dagu Athaya, mendekatkan diri hingga jarak mereka menipis,"Gue.gak.suka.dikasihanin." Ucap Gyanza penuh penekanan dan geraman, rahang Gyanza nampak mengeras.
"Gue udah bilang, lo bisa bayar gue kan? Itu gak bisa dibilang rasa kasian kan? Anggep aja gue manfaatin lo." Ujar Athaya dengan santai dan tidak takut walau cengkraman tangan Gyanza di rahangnya mengeras."Ketimbang dikasihanin, lo lebih suka jadi bermanfaatkan?"
Gyanza menyentak tubuh Athaya kebelakang, tidak sampai membuat Athaya terjatuh."Tujuan lo?"
"Tujuan? Emmm... buat lo minum obat?" Athaya berujar penuh keraguan.
Gyanza kembali ke kamarnya dan Athaya mengekori, Gyanza langsung menyambar bubur itu, memakannya beberapa sendok dan meminum paracetamol yang sudah ia siapkan di samping bubur.
"Lo tinggal sendiri?" Athaya duduk di samping Gyanza dan mengabaikan tatapan horor itu.
"Engga jawab, gue bakal kesini tiap hari."
KAMU SEDANG MEMBACA
Athaya
Teen FictionTEENFICTION - DARK - SWEET [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Athaya Lilly Kalinara. Gadis kuat, tanguh, pemberani, baik hati, bijak dan dewasa sempat terkukung dalam suatu hubungan tidak sehat dengan seorang Kennan Abaranaka karena suatu alasan ia menjadi so...