26. Pertengkaran

15.8K 1.9K 130
                                    


"Tapi—" Vanilla mendekat ke arah Athaya yang sudah berdiri tegak."Kalo langsung mati itu rasanya terlalu mudah bukan?"

Athaya menggelengkan kepalanya tak percaya,"Lo gini karena Gyanza?"

"Gue engga suka apa yang jadi milik gue diambil sama orang lain."

"Gyanza bukan milik lo!" Athaya melayangkan tamparan keras ke pada pipi Vanilla,"Setelah nyuruh dia mati, seenaknya lo bilang dia milik lo?!"

Vanilla mendorong Athaya dengan keras dan melayangkan tamparannya,"Sejak awal dia itu milik gue! Mau gue nyuruh dia mati, mau gue nyuruh dia nikahin gue! Itu hak gue! Dan lo! Gausah seenaknya narik perhatian dia ya!"

Athaya terdiam sesaat sebelum tertawa keras mengejek,"Oh... Jadi lo ngerasa kalah saing sama gue? Yaampun, kenapa? Gyanza engga pernah tertarik sama lo?"

Athaya mendorong Vanilla dengan keras hingga gadis itu jatuh dengan punggungnya sebagai tumpuan. Athaya mendekat dan berjongkok di samping Vanilla yang meringkis.

"Jangan sombong, dia juga engga tertarik sama lo!" Seru Vanilla marah dengan mata yang menatap tajam Athaya.

"Yang bilang Gyanza tertarik sama gue siapa? Lo aja yang ngerasa kalah saing sama gue yang bukan apa-apa di mata dia." Athaya berdecak meremehkan,"Vanilla, Vanilla, segitunya banget? Sampai gue yang belum bikin Gyanza tertarik aja lo gini, gimana kalo dia udah tergila-gila sama gue ya?"

Athaya lengah, Vanilla menancapkan kakinya dengan pisau yang sedari tadi masih di tangannya.

"AKHHH!" Athaya berteriak kesakitan. Ia memegang kaki di dekat pergelangannya yang banyak mengeluarkan darah.

Vanilla menjambak rambut Athaya,"Lo engga akan bisa! Dia sama sekali engga tahu apa itu cinta dan sekarang lo akan hancur Athaya, gimana kalo cowok yang lo suka engga percaya sama lo dan lebih percaya sama gue ya? Jelas! gue sama dia lebih dulu kenal, tentu dia akan belain gue."

Rasa sakit di kakinya membuat Athaya kalah tenaga menghentikan Vanilla menjambak rambutnya."Ma—ksud lo apa?!" Athaya kesusahan berbicara. Kulit kepalanya serasa terkoyak dan tancapan pisau itu sangat menyakitkan.

Vanilla melepas jambakan itu dengan kasar. Selanjutnya hal yang Vanilla lakukan membuat Athaya mengerutkan kedua alisnya. Kebingungan.

Vanilla membuka kancing seragamnya dengan sembarangan. Ia mengajak rambutnya. Athaya terkesiap menyaksikan Vanilla yang membenturkan kepalanya di tembok hingga darah mengalir di pelipis gadis itu.

Vanilla berjongkok,"Pukul gue sampai berdarah!"

Athaya yang terduduk meringkis menatap Vanilla tak percaya,"Selain gila, lo juga pengecut dengan main licik. Lo pikir gue engga ngerti apa yang bakal lo lakuin?"

Vanilla tersenyum sinis, mengambil kembali pisaunya di saku, menancapkan kembali. Sontak itu membuat Athaya meraung kesakitan."Ikutin atau lo bakal kesiksa!"

"Enggak akan pernah!" Ucap Athaya sembari menggeram kesakitan.

Vanilla melepas pisau itu dan memasukannya ke saku kemudian menjambak Vanilla dan menyeret gadis itu ke bilik toilet dan berusaha memasukan kepala Athaya ke closet.

Athaya menahan tubuhnya, ia tidak selemah ini. Mengumpulkan sisa tenangnya Athaya mendorong Vanilla di belakang dengan punggung badan.

Vanilla terjatuh,"DIEM LO!"

Vanilla berdiri hendak menyerang Athaya. Dengan tertatih Athaya menonjok pipi Vanilla.

Ia harus pergi, hanya itu yang Athaya pikir. Kakinya terluka, meladeni Vanilla tentu akan kalah.

AthayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang