FWB 11

10.6K 392 1
                                    

🤜🤛

"Kanaya kecapean.Sepertinya juga kurang istirahat, jadi daya tahan tubuhnya berkurang. Kanaya harus istirahat penuh dan terus minum obat yang sudah di resepkan, saya akan resepkan obat baru untuk Kanaya"

Pak Dirman dan Glen lega mendengarnya, dokter tersebut pun keluar diantar oleh Pak Dirman.
 
Glen masih duduk di pinggiran kasur menunggu gadis itu bangun. Glen mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan kamar, dirinya melihat di samping kepala Kanaya ada boneka beruang besar dan boneka panda kecil yang tak asing baginya. Kemarin saat dirinya masuk ke kamar Kanaya, Glen tidak terlalu memperhatikan ruangan ini.
 
"Masih di simpen ternyata" Glen tersenyum melihat boneka panda kecil itu. Boneka itu pemberian Glen dulu saat mereka masih pacaran. Namun juga saksi berakhirnya hubungan mereka.
 
"Mama.." Ucap Kanaya lirih, Glen yang melihat itu langsung memegang tangan Kanaya.

"Nay.." Kanaya mengerjap, kepalanya terasa pusing, ia memegang dadanya yang tadi terasa begitu sesak kini sudah terasa lega karena nebulizer yang terpasang menutupi hidung dan mulutnya.
 
"Jangan dilepas, tunggu obatnya habis dulu" Glen mencegah Kanaya yang akan melepas alat bantu tersebut.

"Glen?"
 
"Iya, Nay?."
 
"Lo, yang bantuin gue?"
 
"Iya Nay, lo tadi nelepon gue minta tolong. Gue khawatir jadi gue dateng kesini"
 
"Makasih ya, sorry ngerepotin."
 
"Engga Nay, gak ngerepotin. Lo udah enakan?"
 
"Udah mendingan, kan tinggal nunggu obat ini habis"

Tak lama obat cairan nebulizer tersebut habis. Glen membantu Kanaya melepaskan alat tersebut.
 
"Kalo lo udah mendingan, gue pulang dulu ya" Glen beranjak bangkit. Namun, tertahan kembali karena Kanaya mencekal tangannya.
 
"Glen"
 
"Jangan tinggalin gue. Temenin gue" Keduanya bertatapan cukup lama, entah perasaan apa, namun Kanaya merasakan sedikit debaran di hatinya saat menatap mata abu Glen. Kanaya semakin mengeratkan pegangan tangannya.

Tatapan sendu itu membuat Glen tak tega untuk meninggalkannya, akhirnya Glen mengangguk setuju
 
"Iya, gue temenin" Kanaya tersenyum dan melepaskan tangannya dari tangan Glen.

"Lo belom makan kan?" Kanaya menggeleng
 
"Yaudah, lo mau makan apa?"
 
"Apa aja Glen tapi yang ada nasinya, sekalian mau minum obat"
 
"Pinter"
 
"Gue pesenin dulu" Glen mengotak-atik ponselnya untuk memesan makanan.
Beberapa menit kemudian makanan itu sampai dan diantarkan oleh Pak Dirman ke kamar Kanaya.

"Alhamdulillah, mba Naya udah siuman. Mba buat saya khawatir banget"
 
"Iya pak maaf ya, Naya udah buat khawatir. Bapak kasih tau abang atau mama?"
 
"Walah, belum mba. Saya kelupaan saking paniknya"

"Gak apa-apa pak, justru Naya mau bilang jangan dikasih tau ya ke mereka, supaya gak khawatir"
 
"Ya sudah mba kalo gitu, dimakan makanannya ya..Saya permisi dulu, mari mas" pak Dirman pun keluar dan menutup pintu.
 
Kanaya terlalu lemah, ia belum bisa bangun sepenuhnya meskipun sudah mencoba sekuat tenaga, dirinya hanya bisa terduduk sambil bersandar.
 
"Aaa..." tiba-tiba sesendok makanan sudah ada dihadapan mulut Kanaya, rupanya Glen menyuapinya.
 
"Ayo buka mulutnya...aaaa" Kanaya pun membuka mulutnya.
 
"Gue bisa sendiri, Glen."
 
"Lo masih lemah, gue suapin aja"
 
"Terus makanan lo gimana?"
 
"Gampang gue mah"
 
"Ayo aaa lagi" Kanaya kembali membuka mulutnya, Glen benar-benar menyuapi Kanaya hingga makanannya habis.
 
"Pinter banget makannya abis..lu laper banget ya, Nay? " Kanaya hanya menyengir mendengarnya.
 
"Sejam lagi minum obatnya" ucap Glen yang diangguki Kanaya.

FRIEND WITH BENEFIT (Jangan ada perasaan lain ok?!) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang