FWB 16

8.3K 348 5
                                    

TAK henti-hentinya Kanaya terus mendatangi kelas Nicko. Meskipun, kadang kala lelaki itu tak berada di kelasnya seperti saat ini.

"Nicko udah pulang duluan habis ngerjain simulasi tadi"

"Gitu ya, thanks Lin." Kanaya pun berjalan kembali ke kelasnya. Bermaksud untuk mengambil tasnya di kelas, Kanaya mendengar namanya sedang di bicarakan di dalam sana. Ia pun berdiri di depan pintu mencoba mendengarkan lebih jelas.
 
"Gak, belum saatnya Kanaya tau. "
 
"Sya, Kanaya perlu tau! Ini udah kelewatan, Arsya."
 
"Hei, Ra. Tenang dulu ya, sabar. Kita harus cari bukti lainnya supaya lebih jelas"
 
"Kurang jelas apa lagi bukti yang udah kita pegang ini? Mau sampe kapan kita sembunyiin?"
 
"Kamu gak kasian apa, liat Kanaya setiap hari bolak-balik ke kelas kalian cuman buat ketemu Nicko yang ngehindarin dia?"
 
"Iya Ra, Aku juga kasian. Tapi kita perlu waktu ya, sebentar lagi aja."
 
"Apa yang mereka sembunyiin dari gue?"

monolognya dalam hati,. ia belum mau tau meskipun rasa penasarannya sudah memberontak. Namun, seperti yang di bilang Arsya, Kanaya juga akan menunggu hingga kedua temannya itu memberi tau yang sebenarnya.

🤜🤛

JIA memegang kertas hasil ujian simulasinya dengan wajah gelisah. Jia menggulung bulat kertas itu dan dibuangnya ke tong sampah dekat pintu kelas. Glen yang kebetulan ada di ambang pintu melihat secara jelas kertas yang dibuang jia, ia kemudian mengambil kembali gulungan kertas yang sudah kusut itu dan membukanya.
 
"Kenapa dibuang?" Tanya Glen menghampirinya
 
"Jelek hasilnya"
 
"Astaga, ini kan cuman hasil simulasi Ji. Gak akan ngaruh"
 
"Tapi papa bisa marah Glen, kamu gak ngerti banget sih"
 
"Jia, papa kamu juga paham pasti kalo ini cuman simulasi.Bukan nilai ujian beneran"
 
"Kamu bisa kan jelasin ke papa kamu pelan-pelan? Papa kamu pasti paham" Glen berusaha menenangkan gadis itu, mengusap lembut punggungnya
 
"Kenapa cuman Glen yang bisa ngerti gue?"

Jiah

Jia menunduk dalam di hadapan David yang sedang duduk sambil menatapnya dingin.

"Gak bisa lebih tinggi lagi?"
 
"M-maaf pah" David membuang kertas bertuliskan nilai "80" itu ke tong sampah
 
"Ini pasti gara-gara anak pembunuh itu kan?"
 
"Sudah berapa kali papa bilang, JAUHI DIA SEKARANG"
 
"TUGAS KAMU ITU SUDAH SELESAI" David melempar tongkat untuk membantunya berjalan ke arah Jia hingga mengenai tulang keringnya. Jia meringis dan mundur karena takut.

"J-jiaa udah jauhin dia pah, tapi Jia-"
 
"PUTUSIN" mendengar teriakan David entah kenapa membuat hati jia sakit, memang tujuannya selama ini hanya memanfaatkan dan tidak ada niatan untuk melibatkan hatinya lebih jauh kepada Glen, tapi sayang dirinya malah jatuh terlalu dalam.
 
"Keluar sekarang" Tanpa berlama-lama, Jia segera keluar dari ruang kerja David, ia naik menuju kamarnya.

Ia marah, kecewa, sekaligus sedih dengan semua yang telah ia hadapi. Jia membanting dan melempar semua benda yang ada di atas meja belajarnya bahkan foto dirinya bersama Glen juga sekarang ikut pecah karena ulahnya.
 
Jia menatap nanar foto yang sudah berserakan dengan pecahan kaca itu dilantai dan mengambilnya secara perlahan.

"Udah seharusnya lo tau Glen" kemudian jia merobek kertas foto tersebut menjadi bagian-bagian kecil dan membuangnya begitu saja ke tong sampah.

🤜🤛

Hari ini hari dimana SMA TARUNA dan SMA HARAPAN akan bertanding, sorak teriakan dari masing-masing pendukung memenuhi tribun. Ada Jeselyn, Haura, serta Arsya disana. Mereka menunggu Kanaya yang  belum datang.
 
"Maaf mba ini punya temen saya" ucap Jeselyn kepada salah satu penonton yang akan duduk di kursi Kanaya yang sudah di jaga olehnya.
 
Glen datang bersama tim nya, membuat semua yang ada disana berteriak memanggil nama dari masing-masing anggota tim tersebut.Tak mau kalah dari sekolah sebelah, pendukung dari SMA Harapan juga meneriakan nama sekolahnya.

FRIEND WITH BENEFIT (Jangan ada perasaan lain ok?!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang