"Irene, bereskan dan buang sampah-sampah yang ada di atas meja tamu saya, sekarang." Jaehyun berbicara di ujung telepon, memerintah. Belum sempat ada jawaban dari lawan bicaranya, Jaehyun langsung memutuskan panggilan itu. Tidak heran, dia memang Jaehyun si Bossy, panggilan yang disematkan oleh karyawannya.
Irene menatap kesal pada gagang pesawat telepon yang berada pada genggamannya. Ingin sekali ia berteriak mengatakan 'Tolong sopan sedikit saat memerintah, jangan asal main putuskan sambungan telepon!' Tapi teriakan itu harus ia telan bulat-bulat, mana mungkin ia berani mengatakannya. Hari ini bisa menjadi hari terakhirnya menerima gaji yang sangat besar kalau ia tetap nekat.
Ia beranjak menuju ruangan atasannya itu. Membuka lebar-lebar mulutnya lalu mengatupnya, ia lakukan secara berulang. Gerakan itu untuk merilekskan otot wajahnya yang dari tadi ia tekuk karena perkara bosnya yang murka pada Taeyong dan ia sedikit banyak terkena imbasnya juga. Kini ia mempraktekkan senyum alami itu di depan pintu kayu yang terukir mewah. Mengetuk pintu itu, mendorongnya pelan lalu tersenyum manis pada satu-satunya manusia di ruangan tersebut.
"Saya akan membereskan ruangan ini, Bos." Irene melangkah masuk dan langsung bergerak membereskan beberapa berkas yang berserakan di lantai dan di atas meja, sedangkan Jaehyun tampak acuh dengan kehadiran dan bahkan perkataan Irene barusan. Jaehyun membenarkan posisi kacamatanya yang tergeser menurun. Dia terlalu fokus membaca beberapa surel pada komputer kerjanya.
Tepat pada saat Irene mengambil sebuah kotak merah muda kecil dari ujung meja tamu, Jaehyun menyandarkan badannya di kepala kursi. Dia memperhatikan benda yang sedang Iren pegang dan sedikit penasaran karena benda itu sangat asing dengan kata lain tidak pernah ada benda seperti itu di dalam ruang kerjanya.
"Itu, kotak apa?" Jaehyun menunjuk dengan dagunya pada kotak kecil pada genggaman Irene.
Irene menelan ludahnya, ia ragu untuk mengatakan hal yang sebenarnya. Namun karena ia mengingat ketulusan dan antusias Taeyong saat ingin membagikan bingkisan itu pada Jaehyun, Irene menjadi merasa iba pada Taeyong. Dia memberanikan diri mengatakan hal yang seharusnya Jaehyun tidak dengar. Ia sangat tidak suka olahan benda kristal berukuran kecil itu, baik makanan atau pun minuman yang mengandung gula. Dia anti rasa manis.
Jaehyun menghela nafas panjang. Kemudian ia berdiri dari posisinya, berjalan mendekat pada Irene lalu meraih kotak merah muda itu. Ia mengamati sisi luar kotak kecil itu lalu menganjurkan bibir bawahnya ke depan. "Kue tidak berguna," lemparnya ke tempat sampah di sudut ruangan. Ia mengambil sapu tangan dari saku dalam jasnya, menyeka tangannya yang tidak kotor lalu melangkah ke luar meninggalkan sekretarisnya yang sudah menahan lelah.
"Benarkan Tae, maafkan aku," lirih Irene pelan menatap bingkisan yang tidak bersalah itu mengendap tidak berdaya di dalam tempat sampah.
🍭🍭🍭🍭🍭🍭🍭🍭🍭🍭
Flashback.
Saat akan mengerjakan laporan yang Doyoung pesankan padanya. Taeyong tampak ragu untuk menyelesaikan laporan terakhir. Ia harus bertanya pada Doyoung sebagai senior dan sudah berpengalaman dalam mengerjakannya. Taeyong hanya ingin mendapat sedikit penjelasan lagi. Dengan memberanikan diri ia mengirim pesan teks pada Doyoung walau dia tahu dia sangat tidak sopan menanyai wanita itu di saat genting anaknya sedang dilarikan ke rumah sakit.
'Kak Doy, apakah semua baik-baik saja?
Bagaimana keadaan Yuan?'Senior Doyoung
'Yuan, dia sedang diperiksa oleh dokter Tae.
Semoga semua baik-baik saja.
Aku sangat khawatir.''Kak Doy jangan bersedih,
Yuan pasti segera pulih
dan semua akan baik-baik saja.'Senior Doyoung
'Iya Tae, terimakasih.
Oh, iya. Bagaimana laporan tadi?'
KAMU SEDANG MEMBACA
Jeje Bossy Boss
FanfictionSesekali ia mencuri pandang. Ada kalanya tatapannya tertangkap oleh Taeyong, bukannya malu atau sungkan. Taeyong justru menatapnya balik seperti akan melawan. Bawahan yang sangat nekat. Jaehyun mendekat dan meraih kotak pink itu "Kue tidak berguna"...