Chapter 6

2.9K 410 10
                                    

⚠TANDAI TYPO⚠



بسم الله الرحمن الرحيم

🦋

Arka berjalan menuruni anak tangga untuk membawa Shaka ke UKS. Sudah beberapa kali Arka menghubungi beberapa temannya Shaka, tetapi tak ada satupun dari mereka yang mengangkat panggilan dari Arka.

Arka juga menghubungi Chandra dan Arsha. Mereka juga tidak aktif. Dengan terpaksa pun Arka harus menggendong Shaka dari rooftop sampai ke bawah.

Di seragamnya terdapat bercak darah dari tangan Shaka.

Arka menatap ke belakang. Sudah setengah anak tangga yang Arka turuni. Tinggal setengah lagi untuk Arka sampai di bawah. Ini memang melelahkan. Tapi demi Shaka, Arka rela melakukan apapun agar adiknya selamat. Arka sempat mengumpat kesal, karena semua temannya Shaka tidak bisa dihubungi.

Arka menghembuskan nafasnya kasar. 'Oke, demi Shaka. Gue harus bisa turunin semua anak tangga ini, biar Shaka selamat.' Arka terus membatin seperti itu, berusaha agar dirinya bisa menuruni semua anak tangga yang banyak ini.

Setelah beberapa menit berlalu, Arka berhasil menuruni anak tangga yang banyak itu. Setelah sampai di bawah, Arka langsung menurunkan Shaka dengan perlahan. Beberapa detik kemudian ada yang memanggil Shaka.

"Shaka?!"

Itu adalah teman-temannya Shaka. Angkasa langsung bertanya pada Arka, sedangkan Ellard dan Edwar langsung memapah Shaka untuk di bawa ke UKS.

"Bang? Shaka kenapa?"

Arka menyandarkan tubuhnya ke tembok. Ia mengatur nafasnya sebelum menjawab pertanyaan dari Angkasa.

Karena jam yang menunjukkan waktu istirahat, jadi lumayan banyak orang yang berlalu-lalang di depan mereka berdua. Dari mereka juga ada yang secara terang-terangan memperhatikan Arka.

"Waktu gua nemuin Shaka di rooftop, Shaka udah batuk-batuk berdarah." Arka menjeda ucapannya sebentar.

"Terus pas gua mau nelpon kalian, Shaka udah pingsan duluan. Jadi gua sibuk bangunin Shaka dulu."

"Terus tadi juga gua udah nelpon kalian. Tapi dari kalian ga ada yang aktif. Pas gua nelpon Arsha atau Chandra juga sama, mereka ga ada yang aktif. Terpaksa gua gendong Shaka ke bawah," ucap Arka melanjutkan.

"Eh, gendong gua ke kantin, dong, Sa." Arka merentangkan ke-dua tangannya ke Angkasa. Tetapi Angkasa malah berjongkok di hadapannya dengan posisi membelakanginya.

Arka berdecak malas. "Bukan gendong di belakang, Angkasa."

Angkasa yang merasa tak paham pun langsung mengernyitkan dahinya. "Terus di mana?"

Arka menyeringai. "Gendong gua ala bridal style, Angkasa."

"Syaland lu, Bang!"

***

Shaka membuka matanya dengan perlahan. Ia menyesuaikan cahaya di ruangan ini dengan retina matanya.

Shaka baru sadar, tadi dia pingsan. Shaka langsung bangun dan duduk, terlihat di sampingnya ada seorang dokter yang sedang sibuk membereskan alat-alatnya.

Dokter Fian yang menyadari Shaka sadar pun langsung menghampiri Shaka. Ia segera menanyakan pertanyaan yang sedari tadi terngiang-ngiang di kepalanya.

"Shaka? Kamu punya penyakit?"

Shaka segera menatap dokter Fian. "Dokter tau?"

Dokter Fian mengangguk. Ia mengambil kursi, dan menduduki kursi tersebut.

"Pliss, Dokter, jangan kasih tau ini ke siapapun. Cukup Dokter aja yang tau, jangan sampe temen-temen aku tau." Shaka menatap dokter Fian dengan tatapan memohon.

"Tapi, Ka—"

"Plis, Dokter."

Dokter Fian menghembuskan nafasnya kasar. "Kamu yakin? Keluarga kamu tau?"

Shaka menggeleng samar.

"Ka? Ini bukan penyakit kecil. Keluarga kamu berhak tau, Ka. Kamu sering checkup?"

Lagi-lagi Shaka menggeleng samar. "Sekarang udah jarang, Dok."

"Walaupun belum parah, kamu harus tetep checkup, Shaka."

Dokter Fian menepuk bahu Shaka, dan menatapnya sembari tersenyum. "Semangat, ya, semoga cepet sembuh. Kurang-kurangin ngerokoknya."

"Dokter pamit dulu, inget apa yang Dokter bilang."

Shaka hanya diam tanpa membalas ucapan Dokter Fian. Ia sibuk memikirkan,

Apakah hidupnya akan lama?

Atau hidupnya tak akan lama lagi?

Sibuk memikirkan itu, membuat Shaka tak sadar, jika Arka dan Arsha datang menghampirinya.

"Ka?" panggil Arka membuat Shaka sedikit terkejut.

"Lu enggak papa, Ka?" tanya Arsha sembari menyentuh bahu Shaka.

"Oh, iya, gua ada bawa baju, nih, lu ganti sana." Arka menyerahkan paper bag yang berisi seragam sekolah untuk Shaka. Tadi sebelum ke sini, Arka dan Arsha sempat ke koperasi dan kantin juga untuk membeli makanan untuk Shaka.

Shaka mengamati seragamnya yang terdapat beberapa bercak darah. Tidak terlalu banyak, namun jika dilihat, cukup membuat orang mengira, Shaka kenapa-napa.

"Ganti dulu, sana. Kita juga bawain lu batagor," perintah Arsha.

Shaka yang mendengar kata 'batagor' langsung berbinar. Ia segera membuka paper bag itu, dan mencari batagornya di sana. Setelah mendapatkannya, Arsha langsung mengambil batagor itu dari tangan Shaka.

"Ganti baju dulu, baru makan batagornya."

Shaka mendengus. Tak urung ia segera pergi ke kamar mandi yang berada di UKS ini untuk mengganti baju.

Sembari menunggu Shaka yang sedang mengganti baju, Arka dan memilih untuk duduk di sofa yang tersedia, sembari memainkan handphonenya. Disusul oleh Arsha yang langsung menyandarkan kepalanya pada bahu Arka.

"Kenapa lu ga bilang dari tadi, kalo Shaka pingsan?" celetuk Arsha tiba-tiba.

"Gua tadi udah nelpon lu berkali-kali. Tapi lu nya ga aktif. Lu ke mana aja, Arsha?"

Arsha langsung mengangkat kepalanya dari bahu Arka. Ia segera mengambil handphonenya di saku rok, dan menghidupkannya.

"Hehe, HP nya gua matiin." Arsha menatap Arka sembari tersenyum canggung.

Tak berapa lama, Shaka kembali dengan tangan yang membawa baju kotor. Shaka memasukkan baju kotor itu ke paper bag tadi, kemudian dia mengambil batagornya.

"Ka? Mau balik aja nggak?" tanya Arka karena khawatir Arka kenapa-napa.

Shaka melirik arlojinya sebentar. "Ntar aja, lah, belum waktunya pulang, kan?"

"Tapi lo masih sakit. Batuk lu bukan batuk biasa."

Shaka terdiam sebentar memikirkan ucapan Arsha. Ucapan kakaknya memang ada benarnya. Selama ini juga Shaka menyembunyikan rasa sakitnya dari semua orang. Biarkan Shaka membuat orang lain tertawa karenanya. Jangan sampai mereka menangis karena Shaka.

"Ka? Pulang aja, ya?"

Shaka menghembuskan nafasnya pelan. Akhirnya ia mengangguk, dan menyetujui ajakan Arsha untuk pulang.

→TBC←

Publish: 30 Juli 2021

Arka, Arsha, dan Arshaka [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang