38

10.8K 934 28
                                    

Pagi ini cuaca sangat cerah. Karina bangun membuka kelopak matanya perlahan. Saat segenap kesadarannya mengumpul, Karina tahu jika dia ada di kamarnya sendiri. Ibu hamil itu pun mengenang-ngenang jika semalam dia tertidur di sofa depan kamarnya. Dia pun tersenyum setelah menebak bagaimana dirinya bisa ada di kamar. Sudah pasti Andre yang mengangkatnya ke kamar.

Dengan hati ceria, dia pun membersihkan diri di kamar mandi dan bergegas memakai baju yang dibelinya kemarin.

Karina menuju pantri dan mendapati Andre tengah berada di depan kompor. Lelaki itu tengah membuatkan omelet.

"Pagi banget bangunnya?" sapa Karina.

"Hmmm ...."

Karina mengernyitkan dahinya. Mengapa Andre kembali dingin padanya?

"Semalam ... pulang jam berapa?" tanya Karina pelan.

"Entah, aku nggak liat jam," jawab Andre datar dengan nada dingin.

Karina mengernyitkan dahinya. Ada apa sebenarnya dengan sang suami.

Sejurus kemudian Andre berbalik dengan apron melekat di tubuhnya membawa dua buah piring berisi omelet, sarapan mereka pagi ini.

Karina mencebikkan mulutnya. Dulu, waktu dia memasakkan omelet Andre bilang jika dia tidak bisa makan itu tanpa nasi.

"Dasar plin plan," keluh Karina dalam hati.

Sebuah notifikasi pesan dari aplikasi berwarna hijau berbunyi. Karina segera membukanya.

[Rin, hari ini kita senam hamil, yuk. Jam sembilan kami jemput. Mau, ya? Biar aku ada temennya.]
Pesan dari Felyana.

Karina melirik Andre yang sudah ada di hadapannya.

Lelaki itu tengah menuangkan air mineral ke dalam gelas untuk mereka. Wajahnya datar, sebenarnya Karina hendak meminta ijin dari Andre untuk ikut senam. Hanya saja wajah Andre pagi ini seperti tengah tidak ingin diganggu.

"Kenapa?" tanya Andre sembari matanya menatap Karina lekat.

Karina menggeleng. "Nggak, nggak apa-apa."

"Ngomong aja," kata Andre datar.

"Itu---aku diajak Fely senam. Boleh, nggak aku ikut?" tanya Karina.

Andre mengangguk tanpa menatap mata Karina. "Iya pergi, aja."

Hati Karina mencelos. Sikap Andre sangat berbeda dari kemarin.

"Sebelum pergi pastikan kamu sarapan dulu. Minum susunya jangan lupa," kata Andre datar.

"I--i--iya ...."

Entah mengapa Karina kecewa dengan sikap Andre yang dingin.

Ibu hamil itu pun akhirnya ikut menyantap sarapan pagi yang dibuatkan oleh Andre. Baru saja setengah porsi Karina menghabiskan sarapannya, Andre sudah beranjak dari kursi makan.

"Aku sudah selesai. Ingat susunya!" seru Andre.

Lelaki itu pun berlalu dari sana.

Kristal bening hampir meluncur dari bola mata Karina yang indah. Dengan segera dia menyusutnya agar tidak segera jatuh dari kelopaknya. Dinginnya sikap Andre menusuk hingga terasa sampai ke dasar hati. Punggung itu bergerak menjauhi Karina menuju ruang keluarga. Andre duduk di sana meraih remot di atas meja lalu menghidupkan televisi.

Selesai makan Karina menaruh piring di wastafel, mencucinya lalu berlalu dari sana menuju kamar. Andre dengan wajah dinginnya seperti tidak menganggap keberadaannya sama sekali. Hati Karina sendu dibuatnya.

Karina mengganti bajunya dengan pakaian olahraga yang pantas dan nyaman untuk ibu hamil sembari menunggu Fely dan Ifan menjemput.

Setengah jam sebelum waktu dijemput, Karina keluar dari kamar. Didapatinya wajah Andre tengah ditekuk. Karina jadi menciut untuk meminta ijin darinya.

"Aku pergi, ya. Senam sama Fely," pamit Karina.

Dia sebenarnya sangat mengharapkan Andre mencegah dia pergi. Atau marah-marah karena cemburu akan dijemput Andre. Atau mengantarnya sendiri ke tempat senam seperti kata-katanya terdahulu.

Ternyata tidak.

"Hmmm ...," jawab Andre singkat.

Karina menjinjit sepatu olahraganya ke ruang tamu. Tidak lama kemudian Andre muncul dengan membawa segelas susu hangat. Ditaruhnya minuman berwarna coklat itu di atas meja.

"Kamu lupa apa yang aku bilang tadi? Atau kamu enggak denger? Minum susunya. Kalo aku di sini masih bisa bikinin susu andaikan kamu lupa bikinnya. Gimana kalo aku nggak ada? Tiap pagi mestinya ibu hamil itu minum susu!" omel Andre.

Entah mengapa melihat Karina berganti kostum olahraga yang sporti membuat istrinya itu tampak segar dan cantik meskipun dia tengah hamil, membuat Andre panas. Hingga hatinya yang terbakar itu dilampiaskan dengan mengomeli Karina yang tidak membuatkan susu untuk dirinya sendiri.

Karina hanya bisa menunduk muram mendengar Andre mengomel. Entah apa salah dirinya, pikir Karina. Hanya karena segelas susu mengapa sang suami harus marah-marah. Itu yang ada di dalam benaknya.

Melihat Karina tertunduk lesu, Andre pun akhirnya menarik napas panjang.

"Maaf ... aku terlalu keras bicaranya. Nih minum susunya. Jangan lupa lagi setelah ini."

"Memangnya kamu mau ke mana?" tanya Karina.

Andre terdiam mendengar pertanyaan Karina.

"Nggak kemana-mana," jawab Andre.

"Kamu ... mau pergi dari rumah ini?" tanya Karina.

Andre terdiam.

"Kenapa kamu marah-marah dan seolah-olah kamu mau pergi?" tanya Karina dengan suara yang nyaris bergetar.

Andre menggeleng dan segera berlalu dari sana.

Tanpa diketahui Karina, Andre bersandar di dinding pembatas ruang tamu dan ruang keluarga sementara penglihatannya dia lempar ke langit-langit rumah.

Mengapa hatinya sakit melihat Karina tertunduk sedih. Mengapa  pedih saat dia menjadi penyebab muramnya wajah cantik itu? Andre mengepalkan jemarinya.

"Hallo ..., oh oke. Aku keluar sekarang ya?" kata Karina setelah tidak lama sesaat yang lalu bunyi ponsel Karina bernyanyi.

Suara sepatu sneakers tanpa tali milik Karina terdengar beradu di lantai ruang tamu. Bunyi pintu dibuka lalu ditutup membuat Andre kemudian melangkah cepat menuju ruang tamu.

Disibaknya gordin yang menutupi jendela besar yang menampilkan gambaran halaman di luar sana untuk melihat Karina yang akan segera pergi dengan Ifan dan Felyana.

Mobil Ifan terparkir di halaman rumahnya. Lelaki gagah itu pun turun dengan gayanya yang sporti. Rambut cepak tertutup topi, kaus hitam melekat di tubuh berototnya, kacamata hitam yang bertengger di hidung mancungnya, celana jeans berwarna krem dan sepatu olahraga yang mendukung tampilan sporti Ifan sungguh bisa memesona siapa saja.

Andre yang memakai celana kain mengepalkan telapak tangannya di balik saku celana melihat bagaimana antusiasnya Ifan menyambut Karina. Hal pertama yang dilakukan Ifan adalah mengambil tas berisi perlengkapan senam dari bahu Karina. Setelah itu, Ifan membukakan pintu mobil di sebelah kursi pengemudi hingga Karina masuk dan duduk. Semuanya tidak lepas dari pengamatan Andre.

Andre menggeretakkan rahangnya. Dia sungguh tidak rela Karina berdekatan dengan pria lain. Hatinya panas. Meski harus diakuinya bahwa lelaki itu memang pantas untuk Karina. Mengingat itu hatinya bagaikan dirajam.

Lelaki itu pun berbalik menuju kamar dan mengambil ponsel yang ada di atas nakas. Dia menelepon Sari.

"Hallo? Tan, aku udah punya keputusan," kata Andre di ujung telepon.

"Oh, ya? Gitu dong, Lu harus punye keputusan walaupun pait Elu tetep harus memilih. Entu udeh resiko."

"Tapi sebelum itu ada yang harus aku lakuin, Tan."

Aku update ya...
Maaf part ini mungkin kurang memuaskan.
Tapi fase ini harus dilewati agar Andre yakin kemana harus melabuhkan hatinya. 🙏

Ayah untuk AnakkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang