Bab 16

11.4K 908 14
                                    

Adzan maghrib berkumandang menyelamatkan Andre.

"Kita mampir ke mesjid depan ya," kata Andre yang dijawab dengan anggukan pelan oleh Karina.

Lelaki itu pun membuka pintu mobil untuk Karina dan mengulurkan jemarinya pada sang istri. Karina tersenyum hangat. Di sela hatinya yang rapuh ada Andre yang menguatkan. Tangan kirinya digenggam lembut oleh sang suami. Sementara tangan kanan  ditaruhnya di dada untuk merasakan jantung yang bergerak tidak terkendali.

Karina diantarkan menuju pintu khusus wanita. "Kalo kamu lebih dulu selesai, tunggu aku di sini, ya." Senyum hangat lelaki gondrong itu meruntuhkan pertahanan hati Karina. Dia mengangguk.

"Ape?"

"Kami udah dari pemakaman Tante Mina."

"Ape reaksinye?"

"Nangislah."

"Parah kagak?"

"Lumayan. Nggak tega liatnya."

"Untung bukan aye yang ngomongin. Kalo kagak, gimane aye ngadepin die nangis gitu."

"Sekarang Tante yang jawab pertanyaan dia ya?"

"Lah? Banyak amat nanyanye? Emang nanya ape lagi?"

"Nanya gimana Tante Mina meninggalnya."

"Bujubuneng. Kagak, lu aja yang ngomong. Pelan pelan aje ngomongnye ye. Yang penting jangan bilang Mina meninggal abis denger kabar die hamil ye? Die bise ngerasa bersalah. Dokter Diana bilang, sesuatu yang bikin die ngerasa bersalah harus dijauhin. Udeh ye--"

"Tante! Jangan lari gini dong. Aku nggak siap ngomonginnya. Tante aja yang ngomong. Ngeliat dia nangis di pemakaman tadi aja nggak tega. Tante yang jawab. Titik!"

"Kagak! Kagak! Lu yang ngomong ye. Tugas aye udeh berat. Di rumah sakit kemaren aye berjuang. Lu tiban jawab pertanyaan gituan aje ribet amat. Udeh ye, ngomongnye pelan pelan. Daaah."

"Tan--"

"Aaaargh ...." Andre menyisiri rambutnya dengan kelima jari melepas rasa frustasi. Sari menutup sambungan teleponnya. Padahal Andre masih bingung menghadapi Karina.

Tiba tiba lengannya disentuh seseorang. "Abis nelpon siapa?"

Sontak Andre berbalik. "Oh ... Tante Sari."

Kemudian Andre menggenggam jemari Karina membawanya menuju mobil meninggalkan pelataran parkir mesjid. Di dalam mobil Karina kembali teringat akan sang bibi. Sedu sedannya mengiris hati. Andre terpaksa menghentikan mobilnya, meraih istrinya untuk didekap.

"Menangislah. Kenapa dari tadi ditahan? Habiskan di sini, hmmm ...?" kata Andre.

Hening tercipta.

Andre mengusap punggung Karina yang bergetar karena tangis yang cukup mengguncang tubuh istrinya itu.

"Kenapa semua ninggalin aku? Ayah, ibu, Tante Mina?" tanya Karina dengan suara yang sangat lirih.

Andre memejamkan mata, menambah erat lagi dekapannya. Kalimat ini yang tidak ingin didengarnya. Kata-kata ini yang sangat dihindari Andre. Makna kalimat itu adalah putus asa.

"Bang Andre, Mbak Karina udah boleh pulang. Tolong diingat, sesuatu yang membuatnya putus asa, merasa bersalah harus dihindari. Akan mudah kambuh jika itu terjadi."

"Ssssshhhh...masih ada aku dan Tante Sari. Ya?" kata Andre menenangkan Karina.

Wanita itu semakin membenamkan kepalanya dalam dekapan hangat sang suami.

Andre mendudukkan Karina di tepi ranjang kamar Karina di lantai bawah. Sejurus kemudian lelaki itu masuk ke kamar mandi dan menyiapkan air hangat untuk Karina di bathtub.

"Mandilah. Aku siapkan susu sebentar, ya."

Karina mengangguk.

Setelah berganti baju, Karina duduk di kasur bersandar di kepala ranjang. Tidak lama kemudian, Andre masuk ke dalam kamar dengan segelas susu yang tergenggam erat.

Lelaki itu pun duduk di tepi ranjang menyodorkan gelas susu pada istrinya itu. "Minumlah."

Karina menyambut gelas susu itu dengan senyuman. "Terima kasih."

"Hmmm." Andre mengambil ponsel dari dalam sakunya dan membuka aplikasi percakapan.

Karina yang telah selesai menandaskan susunya, membaringkan diri di kasur, sementara Andre masih sibuk melihat percakapan di ponselnya.

Sadar bahwa Karina sudah menghabiskan susunya, Andre segera menaikkan selimut untuk Karina hingga ke dada. "Sleep well, oke?"

Karina mengangguk.

Setelah Andre membersihkan diri, lelaki itu berniat memeriksa kondisi Karina. Apakah istrinya itu sudah lelap atau belum. Andre kuatir Karina masih teringat akan Tante Mina. Ternyata benar dugaannya, Karina masih belum tidur, matanya menerawang ke langit langit kamar.

"Belum tidur?" tanya Andre.

Karina sontak menoleh ke arah datangnya suara.

"Belum."

"Boleh aku temani?" tanya Andre lagi.

"Kalau enggak keberatan," jawab Karina.

Andre pun ikut naik ke kasur dan membaringkan tubuhnya di sebelah Karina, menopang kepala dengan sebelah tangan agar dapat berhadapan dengan Karina.

"Kenapa belum tidur?" tanya Andre.

"Keingetan Tante Mina."

"Tante Mina orang baik, pasti tempatnya juga baik di sana," Andre mencoba menghibur Karina.

Karina mengangguk samar. "Tante Mina di akhir hidupnya sama siapa? Dia sendiriankah saat itu?"

Tiba tiba saja jantung Andre terasa bagaikan dicengkeram. Pertanyaan yang selalu dihindarinya sejak mereka pulang tadi.

Andre menurunkan lengannya dan mengusap pelipis Karina. "Tidur dulu sekarang jangan banyak pikir. Nanti kamu sakit ya?"

Karina menoleh ke wajah suaminya. Jarak mereka berdua amat dekat. Tiba-tiba saja Karina memeluk Andre yang seketika membuat kaku sekujur tubuh Andre.

"Terima kasih sudah jadi kekuatan untukku. Aku beruntung melewati ini semua tidak sendirian. Ada kamu dan Tante Sari," kata Karina.

Tubuh Andre masih membeku, tetapi mendengar isi hati Karina tak ayal membuat dia akhirnya membalas pelukan Karina.

Sejurus kemudian, perempuan itu melepaskan pelukannya, menarik diri dari dekapan sang suami lalu menaikkan pandangannya ke arah muka Andre.

Tanpa diduga Karina mengecup dagu Andre. "Terima kasih sudah hadir dalam hidupku."

Seketika mata Andre membulat, jantungnya berdebar kencang.
Sedangkan Karina pada akhirnya dengan wajah yang merona, memilih tidur membelakangi Andre. Degup jantungnya berdetak berpacu kencang. Dia sungguh malu dengan sikapnya tadi.

Tiba tiba saja dari belakang sebuah kecupan lembut mendarat di sisi kanan belakang kepala. "Nite ...."

Hai...

Karina dan Andre up...
Trims udah mampir

Jangan lupa bintangnya ya...

Ayah untuk AnakkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang