Suara denting sendok dan garpu yang beradu dengan piring menemani suasana makan malam sepasang suami istri itu. Andre menaruh sendok dan garpu berdampingan di atas piring, setelahnya lelaki itu menyesap teh hangat di sebelah piring. Karina menatapnya sekilas, sebelum menandaskan makan malamnya yang masih tersisa satu sendok saja.
Andre berpangku dagu di atas tautan kedua telapaknya sembari memandang Karina dengan penuh rasa sayang. Sedangkan yang dipandang pun akhirnya membalas tatapan itu dengan pertanyaan di dalam benaknya.
"Kenapa menatapku seperti itu?" tanya Karina tanpa basa-basi.
Andre mengulum senyumnya lalu menggeleng.
"Hmmm ... itu ... denger-denger di sebelah rumah itu udah lama kosongnya ya? Rumah segede itu apa nggak takut barangnya dirampok ya?" Andre mengerutkan dahi. Seolah tengah berpikir serius. Padahal tidak ada yang tahu sebenarnya dia tengah memikirkan apa.
"Hmmm iya juga sih. Cuma kan komplek kita ada satpam. Lagian pagar rumah sebelah tinggi 'kan?" sela Karina.
"Tapi bisa aja ada rampok. Sekarang 'kan musim maling. Deket rumah Tante maling lagi marak-maraknya," cetus Andre.
Mendengar jawaban Andre, mata Karina mengerjap berulang kali. Mengisyaratkan ketakutan yang dirasakan oleh perempuan itu. Tanpa disadari Karina, Andre tersenyum miring. Seolah dia memenangkan sesuatu.
"Ta--tapi ..., nggak mungkin 'kan rampok itu sampai ke rumah kita?" tanya Karina dengan wajah takut yang tampak jelas di mata Andre.
"Sukses ...," batin Andre.
"Mana ada yang tau," Andre mengedikkan bahunya.
"Eeeng ... kamarku kayaknya aman ...," cicit Karina yang mulai resah dengan cerita menyeramkan yang diutarakan oleh Andre.
"Ya sih, kayaknya aman. Cuma sekarang 'kan maling pinter-pinter," kata Andre yang tidak kehabisan akal.
"A--aku ... ja--jadi ... be--rasa takut sendirian di kamar kalo gini ceritanya," kata Karina dengan wajah yang ditundukkan sementara kedua telapak tangannya bertautan di bawah meja.
"Aku punya solusinya ...."
"Hmmm ... apa?" tanya Karina dengan suara lirih.
"Bagaimana kalo mulai malam ini aku tidur di kamar kamu?" tanya Andre.
Mendengar ucapan Andre, sontak Karina menatap suaminya itu.
"Be--be--benarkah? Kamu mau?" tanya Karina.
Andre mengangguk mantap.
"Emang itu yang aku mau ...," kata Andre di dalam hati.
"Kalo kamu emang enggak keberatan sih, aku nggak apa-apa," jawab Karina.
"Lagipula lebih baik mulai sekarang aku tidur di kamar kamu, siapa yang tau jika malam hari kamu mengeluh sakit perut atau mau melahirkan."
Karina mengangguk menyetujui.
"Rin, mulai sekarang panggil aku abang, ya? Biar enak didenger ...," pinta Andre.
Karina mengerjapkan matanya berulang.
"Kamu nggak keberatan?"
Andre menggeleng. Karina diam sejenak.
"Baiklah," jawab Karina.
Akhirnya Andre pun sukses dengan misinya. Sepasang suami istri itu tidur dalam satu kamar sejak saat itu dan Karina mulai memanggil Andre dengan panggilan Abang.
1 bulan kemudian.
Panasnya matahari siang tidak membuat Andre merasakan kelelahan saat berada di bengkel yang terus mengalami kemajuan pesat itu. Sejak kebersamaan yang semakin besar antara Andre dan Karina, lelaki itu jadi bersemangat mencari nafkah untuk menghidupi keluarga kecilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ayah untuk Anakku
ChickLitKarina yang mengalami depresi pasca pemerkosaan yang dialaminya dinikahkan oleh bibinya dengan seorang pria yang masih ugal-ugalan bahkan di usianya yang sudah matang. Andre yang belum punya pekerjaan tentu saja mau menikah dengan Karina karena akan...