"Masa sih? Masnya tampan. Kok istrinya begini?" kata seorang ibu bertubuh tambun.
"Mas mau nolongin nih perempuan ya? Makanya ngaku ngaku ini istri Mas, supaya kami lari kan? Nggak usah bohong deh Mas, dari tadi nih perempuan sendirian kok di sini." Kali ini seorang Ibu dengan lipstik tebal berwarna merah darah menimpali ucapan temannya.
"Silakan pergi! Sebelum saya marah!"
"Alah! Nggak usah sok jadi pahlawan deh, Mas."
"Pergi!" Andre mengacungkan telunjuk tangan kanannya ke arah kanan mengisyaratkan agar perempuan bermulut pedas itu segera meninggalkan Karina.
"Udah yuk, tinggal pergi aja. Lagian cowok kasar kayak dia emang pantes dapet istri gila gitu. Jangan-jangan istrinya gila karena lakinya kasar." Perempuan dengan rambut keriting kecil kecil itu menggamit lengan teman temannya untuk segera menyingkir dari sana.
Andre duduk di sebelah Karina. Diperhatikannya sang istri. Ada pancaran kesedihan tenggelam di dalam kelopak mata indah Karina. Andre sadar, setidaknya Karina merasakan kesedihan kala ibu-ibu tadi membicarakan dirinya.
Andre merengkuh tubuh Karina masuk ke dalam dekapannya dan mengusap lengan Karina. "Jangan dengarkan mereka ya?"
Cukup lama lelaki berkuncir itu mendekap Karina hingga akhirnya Andre segera saja membawa Karina kembali ke rumah.
***
Sejak Dokter Diana ke rumah mereka waktu itu, Andre perlahan mulai berubah sikapnya terhadap Karina. Tentu saja Karina tak merespon apapun. Ada kalanya, Andre yang tak punya bahan untuk mengajak Karina bicara, akhirnya memilih membacakan cerita komedi untuk Karina. Alih alih hal itu membuat Karina merespon dirinya, justru Andre yang tertawa terpingkal pingkal membaca cerita lucu itu.
Menyuapi Karina juga menjadi sebuah kesenangan baru bagi Andre. Ada kepuasan tersendiri, manakala istrinya itu menghabiskan makanan yang dimasaknya. Sesekali Andre mencubit gemas pipi Karina yang mulai chubby.
Andre yang jahilnya muncul, sore ini mendandani Karina dengan tebal. Memakaikan lipstik tebal tebal berwarna hitam yang dia temukan pada peralatan make up Karina. Lisptik itu dia temukan dalam satu kotak dengan beraneka warna. Setelah mendandani Karina, lelaki gondrong itu merogoh ponsel di kantong celananya mengabadikan Karina di dalam galeri ponselnya. Sejurus kemudian, Andre membawa istrinya ke teras dan menikmati secangkir teh dan kue.
Dari dalam rumah Andre muncul Sari yang baru saja mengambil tasnya hendak pulang ke rumah setelah memandikan Karina. Mata Sari terbelalak mendapati Karina mengenakan lipstik berwarna hitam yang hanya dipoles bagian tengah bibir istrinya itu. Belum lagi rambut Karina yang dikuncir dua di sebelah kanan dan kiri, serta bedak bayi tebal yang menutupi seluruh permukaan wajah Karina membuat Sari mendelik marah pada keponakannya itu.
"Andre!"
"Iya, Tan." Andre sudah tahu bibinya itu akan mengomel karena mendandani Karina sedemikian rupa.
"Lu itu kadang kadang ye. Kagak diginiin juge, die udeh dibilang orang sarap. Lu bikin die tambah parah coba kalo gini, Ndre! Mane tuh bibir mirip Charly Caplin. Hapus buru!"
Melihat bibinya sewot, buru buru Andre menghapus lipstik yang dipolesnya di bibir Karina. "Iye...iye...." Andre yang slebor tetaplah Andre yang takut kalau tantenya itu sudah marah.
"Lama lama lu ikutan sarap!"
"Tante, language!"
"Lagian lu juge sih, iseng amat jadi orang."
"Itu namanya menghibur diri, Tan."
"Udeh, Ndre. Ini ni nyang gue kagak demen. Lu itu jangan sering mainin Si Karin. Udeh dibilangin jangan dandanin tuh anak macem macem. Gue nerime telepon bentaran aje, balik balik Si Karin udeh kayak artis pantomim."
Ponsel Andre berbunyi. Andre menatap Sari sejenak. "Dokter Diana."
"Angkat buru."
Andre menyalakan mode loudspeaker pada ponselnya, agar Sari ikut mendengar.
"Hallo?"
"Hallo, Bang Andre."
"Iya Dok. Ada apa?"
"Besok bisa datang ke rumah sakit?"
"Bisa, Dok! Sama Karina juga, Dok?"
Tiba tiba saja Sari menoyor kepala lelaki itu pelan. "Bukan! Same pot kembang noh! Iyelah same Karin.
"Isssh ...." Andre mendelik kesal pada bibinya itu.
"Hallo?"
"Eh...iya...ya...Dok? Besok kami ke klinik dokter sama Karina."
"Oke, saya tunggu."
Andre menoleh pada Sari. "Besok kalo lu bawa Karin ke klinik, jangan lupe dandanin die supaye orang orang kagak tahu identitas aslinye. Tapi awas inget ye, jangan dandan macem macem. Ntar lu bikin mirip Suzanna lagi, orang orang pasti kabur."
"Enggaklah, Tan. Andre tahu tempat kok. Kalo keluar jalan pagi, Karina didandani rapi kok."
"Bagooos!"
***
Siang itu cuaca cukup cerah namun tak menyengat. Sebuah mobil SUV melenggang dengan kecepatan sedang. Di dalam kendaraan roda empat itu berisi seorang lelaki bersurai sebahu menggerai rambutnya, seorang wanita paruh baya berhijab, serta seorang perempuan muda yang mengenakan kacamata berbingkai hitam tebal berukuran besar hingga hampir menutupi setengah wajah gadis itu. Masker medis berwarna hijau melapisi mulut dan hidung mancungnya. Sweater tipis membalut tubuh dan dress panjang hingga ke mata kaki perempuan itu adalah padanan yang dipilihkan sang suami.
"Ndre, ntu kacemate ape kagak bikin mukenye engap?"
"Enggaklah. Kalo gak digituin, bakal ketahuan, Tan."
"Lu ade-ade aje deh, Ndre."
"Mari silahkan duduk," sapa Dokter Diana ramah.
"Bang Andre, tolong baringkan Mbak Karinanya di brankar."
Andre kemudian membimbing Karina menuju brankar dan menidurkannya dengan perlahan di sana.
Beberapa pemeriksaan standar dilakukan Diana. Dokter berwajah oriental itu pun berkata, "Saya akan melakukan pemeriksaan menyeluruh. MRI harus dilakukan hari ini juga," kata Diana.
"Baik, Dok!" jawab Andre.
"Silakan dampingi pasien ke ruang radiologi. Ikuti saja perawat yang akan membawa kalian ke sana," ujar Diana dengan senyum khasnya.
Andre dan Sari mengangguk patuh atas instruksi yang disampaikan Diana. Mereka bertiga serta seorang perawat pun berlalu dari sana.
Serangkaian pemeriksaan pun dilakukan dengan cermat dan teliti oleh petugas radiologi. Karina dimasukkan ke dalam mesin MRI. Beruntung saat itu Karina tengah tenang, sehingga tidak ada perlawanan sama sekali. Semua proses dijalani dengan lancar dan baik. Setelah itu Karina pun dibawa pulang. Hasil MRI akan dibacakan tiga hari lagi.
"Ha--ha--hamil?" terbata-bata Andre mengulangi perkataan yang disebut oleh Diana sesaat lalu.
Diana mengangguk. "Dari hasil pemeriksaan Nona Karina sudah hamil satu bulan lebih. Sudah kami konfirmasikan ke bagian obgyn."
Sontak Andre dan Sari yang tengah menghadap Diana saling bertatapan. Sari menatap Andre dengan sangat tajam, berharap menemukan jawaban lewat tatapan intimidasinya itu. Namun, yang dia dapatkan tidak memuaskan rasa penasarannya. Andre malah mengedikkan bahu.
Diana menatap bibi dan keponakan itu silih berganti demgan kening mengerut dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ayah untuk Anakku
ChickLitKarina yang mengalami depresi pasca pemerkosaan yang dialaminya dinikahkan oleh bibinya dengan seorang pria yang masih ugal-ugalan bahkan di usianya yang sudah matang. Andre yang belum punya pekerjaan tentu saja mau menikah dengan Karina karena akan...