Bab 18

10.4K 856 3
                                    

Cukup lama ibu hamil itu menekuri meja makan beralaskan taplak putih rajutan mahal buatan tangan di sana. Penggalan-penggalan aksi Andre dalam menggoyahkan hati, mencipta detak jantung yang tidak menentu melintas di dalam kepalanya begitu saja. Sejak hari di mana dirinya mengetahui bahwa Andre adalah lelaki yang berikrar di hadapan penghulu menjadikannya pendamping hidup, detik itu juga dia mencintai lelaki itu.

Andre bukanlah pria idamannya. Lelaki yang disukainya adalah lelaki bergaya necis, rapi dan perhatian. Setidaknya hal itu didapati ada pada sosok Ifan dan Rangga. Dua orang sahabat yang pada akhirnya menempati ruang hati sebagai pria yang dicintai oleh perempuan berambut sepinggang itu.

Namun, sikap jantan Andre yang mengambil tanggung jawab menjadi ayah yang ada di dalam rahimnya, membuat Karina tersanjung. Tanpa disadari, perlahan tapi pasti ruang hatinya telah penuh dengan cinta pada lelaki cuek dengan penampilan urakan itu.

Baru saja hatinya terasa berbunga bunga mendapatkan perhatian penuh dari sang suami, tiba-tiba saja bunga di hatinya melayu. Naila, Karina mendengungkan berulang nama itu di dalam rongga dada, perempuan istimewa di hati suaminya. Karina meyakini itu.

Hari ini dia akan pergi ke suatu tempat. Namun, sebelum itu dia harus memiliki ponsel baru di sebuah pusat perbelanjaan yang tidak jauh dari rumah.

Ponsel Karina berdering, membuatnya tersentak sedikit.

"Hallo? Ya? Di mana? Oh ... oke."

Karina hari ini hendak menemui notaris bibinya membicarakan mengenai harta warisan yang ditinggalkan Mina. Setelah janji temu dengan Raka sang notaris di kantor mereka, Karina menyeret langkah kakinya pelan menuju halaman parkir di mana telah menunggu mobil jasa online.

Menyusuri lorong-lorong panjang kantor Raka, napas Karina mulai terengah-engah. Beruntung wanita itu mengenakan sepatu sneakersnya, di tengah kondisi perut membuncit yang sudah masuk ke fase trimester ketiga itu, Karina merasakan lelah lebih dari biasanya.

Meja sekretaris Raka sudah tampak jelas. Seiring langkah yang terus memapas jarak Karina dan meja Renata---sekretaris Raka---tatapan Karina tertuju pada sosok yang teramat dikenalinya, Anton.

Suami ibunya itu tengah serius berbincang dengan Renata. Karina dapat melihat dengan jelas pipi sebelah kanan ayah tirinya itu memerah, seperti menahan amarah. Dada Karina bergemuruh, matanya mulai terasa memanas. Untuk apa pria tua itu di sini?

Namun, ada hal yang lebih penting dari sekedar menghabiskan rasa penasarannya, yaitu menyembunyikan keberadaan dirinya sendiri. Pria licik itu pasti tidak akan melepaskannya setelah berusaha menguasai aset berharga milik mendiang ibu Karina baik saat ibunya masih hidup atau pun sudah pergi menghadap IIahi.

Menyadari bersembunyi adalah hal genting saat ini, sontak Karina memutar tumitnya menyeret kakinya menjauhi ruang kerja Raka. Ketika berada di ujung lorong, Karina sudah tidak bisa lagi pergi ke mana-mana. Satu-satunya yang bisa dia lakukan hanyalah mematung di sana seraya merapalkan doa agar Anton cepat pergi dari kantor Raka.

Ketukan sepatu pantofel yang saling berkejaran antara satu dengan yang lainnya dari balik punggung Karina telah mencipta rasa gugup yang luar biasa pada diri wanita itu. Karina dapat memastikan ketukan sepatu yang terdengar cepat itu milik sepasang kaki Anton. Sebab di lantai paling atas kantor Raka, tidak ada lagi orang lain selain mereka bertiga, Anton, Renata dan Karina sendiri.

Suara derak sepatu itu semakin memelan agak jauh dari tempatnya berdiri hingga bunyi tapak alas sepatu Anton tidak lagi terdengar. Karina menebak ayah tirinya sudah berada di depan lift.  Karina bersyukur akan hal itu.

Dentingan lift pertanda dibukanya kotak besi tersebut membuat Karina menarik napas lega. Wanita itu pun membalikkan tubuh dan melanjutkan keinginannya menemui Raka di ruang kerja yang sudah tidak jauh dari tempatnya berdiri tadi.

Ayah untuk AnakkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang