Bab 19

10.4K 924 37
                                    

Karina berjalan sempoyongan. Matanya terasa pedih sepedih hatinya. Paru-parunya pun sesak. Rasa kecewa menghantam dada, merenggut akal sehatnya seketika. Tidak dihiraukan lagi panggilan Raka yang berusaha menyusulnya. Bahkan suara Raka yang nyaring menyebut namanya seolah tenggelam bersamaan dengan sisi gelap hatinya saat ini.

Andre menikahinya karena sebuah kesepakatan dengan tantenya. Saat Raka menjelaskan secara rinci mengenai peralihan aset milik Mina pada Karina, Raka juga menjelaskan kronologi mengapa wanita itu bisa menikah dengan Andre. Lelaki itu menikahi Karina agar dia memiliki seseorang untuk menjaganya yang disertai kompensasinya berupa aset milik Mina.

Pantas saja draf warisan yang ditinggalkan oleh Mina tersisa beberapa aset saja. Ternyata selama tantenya masih hidup, terjadi kesepakatan dengan Andre. Rumah itu telah dipindahkan pada Andre, Raka pun menunjukkan akta hibah yang dapat membuktikan kebenaran ucapannya.

Jika dirinya sembuh, maka Andre boleh meninggalkan Karina, sedangkan mengenai kompensasi, dua buah rumah peninggalan Mina pun sudah beralih kepemilikannya atas nama Andre.

Di satu sisi hatinya hancur mendapati kenyataan bahwa Andre menikahinya untuk sebuah materi. Namun, di sisi lain hatinya juga semakin tenggelam dalam kesedihan atas kepergian Mina.

Hingga detik-detik mendekati ajalnya, Mina sudah menyerahkan wasiatnya pada Raka bahwa beberapa dari sisa hartanya akan diserahkan pada Karina. Tidak sedetik pun wanita paruh baya itu berhenti mencintai dan memikirkan yang terbaik untuk dirinya.

Semakin larut dalam duka akibat ditinggal Mina, kaki Karina terasa lemas. Hingga tanpa dia sadari, tubuhnya mulai oleng, kepalanya didera pening yang tidak sedikit. Karina merasa tubuhnya melayang dan akan jatuh sebentar lagi karena merasakan pijakan yang semakin melemah.

Namun belum sempat dia merasakan dinginnya lantai lobi kantor Raka, dua buah lengan menangkap tubuhnya seiring dengan pandangan yang mulai mengabur hingga akhirnya penglihatannya itu pun menggelap.

Bau obat-obatan menyeruak di dalam sebuah ruangan saat pertama kali netra Karina terbuka perlahan. Dari sudut matanya, Karina bisa menyimpulkan bahwa dirinya saat ini tengah berada di rumah sakit. Wanita itu memiringkan wajahnya mengarahkan penglihatannya menuju pintu. Di sofa tepat di sebelah pintu, Raka duduk dengan kening yang mengernyit sementara matanya fokus pada layar ponsel, sesekali jarinya terlihat cekatan tengah mengetik sesuatu pada benda persegi panjang itu.

Dengan suara lirih Karina memanggil Raka. "Mas ...."

Sontak Raka menaikkan pandangannya beralih dari ponsel ke arah bed pasien milik Karina.

"Hei ...," panggil Raka dengan lembut.

Raka melangkah lebar-lebar mendekati tempat pembaringan Karina. Berdiri menjulang di sisi bed pasien, Raka memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana kainnya.

Di tengah keheningan itu Karina menatap Raka dalam-dalam. Sewaktu di kantor notaris tadi, penampilan Raka amat rapi, jas hitam berpadu dengan kemeja biru muda teramat kontras dengan kulit kuning langsat lelaki itu.

Namun kini Karina mendapati Raka hanya mengenakan kemeja biru kusut yang keluar dari balik celana kainnya, sedangkan tangan kemejanya terlipat. Karina menebak pastilah Raka telah repot karena dirinya yang jatuh pingsan tadi.

"Bagaimana kondisimu? Udah dibilang nanti saja membaca akta warisnya," ujar Raka dengan tatapan teduh.

Karina tersenyum pedih dengan mata sendu. "Jika tau begini, aku tidak akan pernah memintamu membacakannya. Lebih baik tidak tahu sama sekali."

Raka menarik napas panjangnya lalu melepasnya dalam satu kali helaan. Berat mengimpit dadanya. "Seperti itulah kondisinya. Kamu harus kuat, Rin. Apa pun yang terjadi merupakan hal terbaik yang dilakukan tante Mina untukmu. Jangan sesali apa yang pernah terjadi. Tanpa Andre maupun tante Sari, aku rasa nggak mungkin kamu sehat sepesat ini, Rin."

Raka memandang Karina sendu. Andaikan dia belum menikah, dia siap menjadi pendamping Karina. Iba yang bersarang itu nyatanya mampu membuat Raka terenyuh melihat kondisi Karina yang rapuh.

Karina melempar tatapannya ke langit-langit kamar, mencoba membenarkan untaian kata-kata Raka yang berusaha menghibur dirinya. Bayangannya terhempas saat dia masih menempati rumah sakit jiwa. Sari datang kala itu dengan makanan-makanan kesukaan Karina. Pastilah menu itu hasil bisikan Tante Minanya.

Sejak hari itu Karina tidak lagi merasa kesepian. Kehampaan yang selama ini merenggut kesadaran pada dunia di sekelilingnya mulai menghilang berganti kehangatan yang dilimpahkan secara penuh oleh Sari.

Walau dalam kondisi trauma, hatinya belumlah mati hanya untuk sekedar menilai ketulusan yang datang sangat alami dari seorang wanita bernama Sari.

Kelembutan, kehangatan, pelukan kasih sayang telah melambungkan Karina pada puncak kebahagiaan bahwa kehadirannya teramat berarti bagi orang lain yang bahkan baru dikenalinya. Mengaku sebagai teman tantenya, Sari memiliki akses penuh merawat Karina di rumah sakit. Tidak pernah sekali pun Sari absen menjenguk Karina.

Maka apa yang dikatakan Raka adalah benar. Bisa jadi jika dia ditakdirkan bertemu orang lain, bukan tidak mungkin saat ini dia masih menempati rumah sakit. Menyadari ucapan Raka tidak keliru, Karina mencoba berdamai dengan hati dan takdirnya sendiri.

"Kamu mau makan apa? Aku belikan. Tadi aku panik kamu jatuh pingsan. Karena kamu lagi hamil, jadi aku bawa kamu ke sini. Dokter bilang nggak ada yang perlu dikuatirkan."

"Aku tidak ingin apa pun. Apa aku sudah boleh pulang?" tanya Karina pada Raka setelah dia menolehkan kepalanya pada Raka.

Keduanya saling melihat agak lama, kemudian menciptakan hening yang panjang. Raka mengerutkan dahi menimbang keinginan Karina.

"Kalo memang kamu sudah merasa lebih baik, tak apa pulang. Aku akan antar."

"Aku mau ke rumah tante Mina yang di Tangerang. Aku ingin melihat kondisinya sekarang. Sekalian mengambil barang-barang yang tersisa."

                         ***

Karina mengusap debu-debu halus yang menempel pada kaca foto berbingkai kayu berukir dengan ujung jempol kanannya. Menatap sendu wajah penuh kasih di dalam pigura itu. Mina yang tengah tertawa bahagia memangku seorang gadis kecil berkuncir kuda yang dihiasi pita berwarna pink.

Ucapan Raka kembali terngiang-ngiang.

"Yang terbaik dilakukan tante Mina untuk yang terakhir kali sebelum ajal menjemputnya adalah menitipkanmu pada Andre dan Sari. Harus kamu pahami tante Mina sudah tidak memiliki pilihan. Dia harus mencari jodoh untukmu dalam kondisi yang tidak biasa, saat itu---"

"Aku gila ...." Karina mengucapkannya dengan nada lirih sementara tatapannya tidak beralih sama sekali dari jalanan yang membentang di depan kap mobil.

Terdengar desah berat yang lolos dari bibir Raka.

"Harusnya aku sadar bukan? Tidak boleh aku menghakimi tante Mina, tante Sari dan---" Karina melanjutkan kata-katanya dengan suara lirih, "---yang pasti suamiku sendiri."

Denyut nyeri itu pun kian terasa membuat Karina berhenti berkata-kata, sedang matanya berkaca-kaca.

"Andai waktu bisa diulang, aku akan berusaha kuat dan tegar menanggung beban psikis setelah dilecehkan lelaki biadab itu. Daripada harus menghadapi kenyataan aku yang gila dinikahi seorang laki-laki karena harta. Sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Tapi ini adalah takdirku ... tante yang tenang di sana. Kali ini aku akan tegar, percayalah .... tante percaya bukan?"

Pundak Karina bergetar menahan tangis yang hendak meledak. Didekapnya pigura kayu ukiran kuno itu seolah mengantarkan pesan rindu pada wanita yang ada di dalam foto. Dia tidak akan menyesali keputusan Mina untuknya. Dia hanya menyesal mengapa telah dipertemukan dengan pria laknat yang telah merenggut kesucian dan meninggalkan benih tidak jelas di dalam rahimnya.

Karina benar-benar membenci pria itu. Karena dialah Karina hanya menjadi beban bagi Mina, Andre dan Sari. Andaikan dia tidak pernah bertemu lelaki itu, Karina yakin jika saat ini Mina masih bersamanya, merajut hari-hari indah bersama hingga Mina menutup usia dalam keadaan lebih baik daripada saat kemarin.

Terima kasih sudah membaca...
Jangan lupa bintangnya ya... Hehehe

Ayah untuk AnakkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang