Karina menoleh pada sosok lain yang hadir di kamar itu, tatapan yang dilemparkannya adalah tatapan kekecewaan. Sementara Andre memandang mata yang sudah meluapkan cairan bening itu dengan perasaan teriris. Pun sama dengan Karina, dia memandang Andre dengan hati pedih. Mengapa lelaki yang menjadi perusak hidupnya harus seorang yang dia cintai dengan tulus. Mengapa dia justru menyerahkan hati pada pria yang telah merenggut hidupnya.
Karina menangis terisak. Andre pun hendak mendekati. Namun, baru selangkah dia berjalan, Karina memberikan isyarat dengan telapak tangannya agar Andre tidak menghampirinya.
Lelaki itu pun mematung di tempatnya berdiri. Suasana pun jadi hening dan hanya ditingkahi isak kecil dari Karina.
"Ka--ta--kan ..., kata--kan ..., di mana abang dapetin anting ini?" tanya Karina lirih, sementara pandangannya dia lempar ke depan, hingga Andre hanya melihat pipi sebelah kiri Karina.
"Nyangkut di baju abang waktu malam abang mabuk ...," jawab Andre lirih.
Hening kembali. Karina mengusap air matanya dengan kedua punggung tangannya, berusaha menenangkan dirinya sendiri.
Karina mengangguk lemah. "Sesuai dugaanku ..., malam itu abang pelakunya. Anting ini desain khusus dari teman mama yang punya toko perhiasan. Mungkin bentuk anting seperti ini hanya satu-satunya di dunia. Dan lagi pula aku sangat ingat bau parfum laki-laki malam itu. Sebelum ini Saroh menemukan parfum abang di tong sampah. Waktu itu Saroh nanya parfum itu masih tersisa setengah botol, kenapa dibuang kata Saroh. Terus dia minta parfum itu dibawanya pulang. Sebelum dibawa Saroh, aku pun ngeliat parfum itu dan menyemprotkannya sedikit. Dan aromanya mengingatkanku pada kejadian malam itu," jelas Karina panjang lebar setelah berhasil menguasai hatinya.
Andre tertunduk lesu. "Iya, dulu waktu kamu masih sakit, kamu bereaksi pada parfum yang abang pake. Pernah abang tanya sama Diana, kenapa setiap abang pake parfum itu kamu ngamuk. Diana bilang kemungkinan parfum itu ada kaitannya dengan peristiwa yang menyebabkan kamu sakit. Abang sama sekali nggak sadar, sampai abang menemukan anting yang sama dengan malam itu di kotak Tante Mina ...." Andre menarik napas berat sejenak.
"Lalu Abang menyimpulkan abang pelaku malam naas itu, dan membuang botol parfum itu?" tebak Karina.
"Iya ...," jawab Andre lemah.
Hening pun mengudara. Karina terdiam menghadapi kenyataan ini. Bagaimana bisa semua ini terjadi. Demikian pun dengan Andre, lidah lelaki itu jadi kelu hendak menjelaskan sesuatu yang dapat dijadikan argumen sebagai pembelaan terhadap dirinya sendiri.
"Aku ingin bertanya satu hal," tanya Karina lirih.
"Apa?" tanya Andre lemah.
"Apakah malam waktu Abang memberikan kotak Tante Mina itu, apa yang Abang ucapkan tentang hati Abang padaku semuanya benar?" tanya Karina seraya menoleh pada Andre.
Lelaki itu terkesiap mendengarnya. Tidak menyangka pertanyaan itu yang dilontarkan Karina. Lidahnya masih kelu untuk berbicara.
"Kenapa diam? Nggak bisa jawab? Atau memang ucapan malam itu hanya sebagai ungkapan rasa bersalah?" tanya Karina tiba-tiba.
Andre menggelengkan kepalanya kuat. Lidahnya semakin kelu untuk berbicara.
Semakin hening.
"Aku yakin Abang hanya merasa bertanggung jawab pada kami. Mana mungkin Abang melupakan Naila begitu cepat ...."
"Tidak aku be---" Andre hendak menjelaskan pada Karina, tetapi kata-katanya dipotong Karina.
"Lalu mengapa Abang tidak katakan padaku bahwa Abang adalah ayah Aksa. Meski salah, Abang tetap harus bilang fakta itu."
"Abang terlalu takut kehilangan kamu. Abang takut kamu---"
"Aku butuh waktu untuk menerima semua ini. Aku juga butuh waktu untuk menilai apa abang benar-benar mencintaiku atau tidak. Aku butuh waktu untuk merenungkan semua ini. Aku butuh waktu sendiri," kata Karina lirih.
Andre menunduk lesu. "Baiklah ... abang akan menunggumu dengan sabar."
Andre membalikkan tubuhnya membelakangi sang istri. Sementara dari belakangnya, perempuan itu menoleh menatap pundak kokoh itu dengan pilu dan sebulir air mata meluruh cepat.
Andre menolehkan kepalanya ke kanan sementara kedua tangannya ada di saku celana.
"Satu hal yang harus kamu tau, Abang mencintaimu dan Aksa, sebelum hari di mana Abang tau bahwa Abang adalah ayah Aksa."
Andre pun meninggalkan ruangan itu dengan hati pedih, sedangkan Karina memejamkan mata dengan hati yang semakin pilu.
Menjelang tidur malam Andre memandang langit-langit kamarnya dengan hati yang kacau. Lelaki itu sudah tidak terbiasa tidur tanpa Karina dan Aksa. Menaruh lengannya di dahi, pikiran Andre berkelana entah ke mana.
Pun sama halnya dengan sang istri, wanita itu belum bisa tertidur meski mata sudah mengantuk dan waktu yang semakin larut. Karina berbolak-balik di atas tempat tidurnya, dia juga merasakan kegelisahan yang sama. Ibu Aksa itu sudah terbiasa tidur dengan Andre, merasakan belaiannya jika mata belum bisa terpejam erat. Atau dia akan merasakan pijatan yang sangat nyaman di kaki jika dia kelelahan mengurusi Aksa. Terkadang juga jika Karina belum tertidur, Andre akan bertanya apa yang diingini Karina. Pernah suatu saat di tengah malam Karina merasa sangat lapar, hingga tidak bisa tertidur. Andre pun bertanya Karina ingin dibelikan apa. Tanpa berpikir panjang Karina minta dibelikan sate kambing malam itu. Dengan raut semringah Andre membelikannya.
Sesungguhnya dia sangat rindu berada dalam satu kamar dengan suaminya. Namun, di sisi lain dia butuh waktu untuk mencerna apa yang terjadi padanya. Menelisik kembali hati dan cinta mereka. Bukankah cinta butuh ujian agar tahu mana cinta yang benar mana yang tidak. Karina juga butuh waktu untuk kembali melihat hatinya setelah Andre bercerita pada Karina mengenai malam naas itu. Apakah nanti dia bisa memaafkan Andre atau malah sebaliknya.
Malam pun semakin larut, kedua orang tua Aksa itu terpaksa tidur terpisah. Meski dalam hati mereka saling merindukan.
***
Suasana ruang makan kali ini sangat berbeda. Biasanya tiap pagi sepasang suami istri itu akan sarapan bersama. Berkali-kali Karina menoleh ke arah tangga, tetapi penampakannya tetap sama. Tidak ada siapa pun yang turun dari sana. Seseorang yang diharapkannya muncul pagi ini tidak kelihatan batang hidungnya meski sarapan Karina telah habis setengah porsi.
Karina mendorong piring nasinya yang masih bersisa itu ke tengah meja. Saroh yang tengah mengaduk susu untuk Karina sontak saja keheranan melihat majikannya itu.
"Enggak dihabiskan, Mbak?" tanya Saroh.
Karina menggeleng.
Saroh pun menyodorkan susu untuk Karina. Dalam hatinya dia berpikir pasti ada sesuatu masalah yang tengah dihadapi kedua majikannya. Sebab tadi pagi-pagi sekali Andre sudah berpesan agar tidak lupa membuatkan susu untuk Karina. Padahal biasanya Andre yang akan melakukannya sendiri. Ditambah pagi ini keduanya tidak sarapan bersama. Saroh pun semakin yakin dengan kesimpulannya.
"Roh, Abang malem tadi makan nggak?" tanya Karina.
"Kalo di rumah sih, nggak liat ..., mungkin di luar makan malamnya."
Mendengar jawaban Saroh, hati Karina jadi sendu. Dia jadi cemas dengan suaminya, apakah malam tadi makan atau tidak. Perempuan itu bingung dengan isi hatinya sendiri. Di sisi lain dia merasa kesal pada Andre, tetapi di sisi lain dia pun tidak bisa membohongi diri dan hatinya. Bahwa dia mencintai suaminya itu.
Hai...
Update nih menjelang ending beberapa episode lagi...
Jangan lupa vote dan komennya ya...
Terima kasih... 🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
Ayah untuk Anakku
ChickLitKarina yang mengalami depresi pasca pemerkosaan yang dialaminya dinikahkan oleh bibinya dengan seorang pria yang masih ugal-ugalan bahkan di usianya yang sudah matang. Andre yang belum punya pekerjaan tentu saja mau menikah dengan Karina karena akan...