Akhirnya lelaki bernama Otong itu berhasil ditemui setelah Rohim, Charli, Dodo dan Andre mengejarnya ke daerah Bandung, tempat istri Otong. Sebelum ke Bandung mereka harus mencari pria itu ke daerah Kalimalang, kontrakan Otong. Setelah bertanya ke para tetangga, Otong ternyata pindah dari sana tidak berkabar.
Menurut Charli kemungkinan Otong melarikan diri karena takut padanya. Sebab berani-beraninya Otong menerima job di luar yang diberikan oleh Charli.
Karena semalaman mencari keberadaan Otong, Andre dan teman-teman seperjalanannya tidak pulang sama sekali. Barulah jam delapan pagi mereka sampai di markas Rohim.
Setelah selesai mengantarkan Rohim dan Charli serta Dodo, Andre melarikan mobilnya menuju rumah mereka. Hendak memberitahu Karina mengenai rumah orang tuanya akan aman dan tetap menjadi milik sang istri.
Andre membuka pintu kamar Karina dan meneriakkan nama istrinya itu. Namun, tidak ada jawaban. Andre mencari hingga ke pantri, taman samping dan kebun sayur kecil di belakang rumah. Akan tetapi, bayangan Karina tidak terlihat sama sekali.
Merogoh kantong celananya, Andre hendak menelepon Raka. Baru saja akan menekan nomor ponsel Raka, di halaman depan telepon selulernya itu terdapat notifikasi pesan dari Raka.
[Ndre, cepat ke rumah orang tua Karina. Penting! Aku nyusul! Karina ada di sana.]
Dengan berlari Andre keluar dari rumah. Menukar mobil miliknya dengan mobil Karina yang daya pacunya lebih cepat dari mobil yang dibelinya baru-baru ini.
Andre memacu cepat laju mobil Pajero Sport milik Karina menuju kediaman orang tuanya Karina. Hatinya diliputi kecemasan yang sangat tinggi. Cemas Karina diperlakukan buruk oleh Anton serta cemas jika bukti kejahatan Anton tidak sampai tepat pada waktunya.
Pikirannya terus saja tertuju pada Karina. Kemudi mobil pun jadi sasaran kekuatiran Andre. Dia memukul-mukul benda tersebut hingga terlihat buku tangannya memutih. Lelaki itu pun terus menerus melakukan panggilan pada ponsel Karina, tetapi tidak diangkat.
Memasuki komplek perumahan yang cukup elit itu, mata Andre terus mencari alamat yang dikirimkan oleh Raka. Hingga sampailah dia pada sebuah rumah dengan gerbang yang tinggi. Andre pun memarkirkan mobil di bahu jalan di depan rumah orang tua Karina. Pintu gerbangnya tertutup rapat. Dari luar Andre hanya bisa mengetuk dengan besi bulat yang menggantung di pagar.
Seseorang yang keluar dari gerbang di depan rumah orang tua Karina itu menegurnya. "Mas ... cari siapa? Mungkin Mas salah gedor rumah."
"Saya cari Karina, Bu," kata Andre yang sudah berbalik menghadap ibu itu.
"Oh, Mbak Karina? Tadi ada ke sini. Rumah ini sudah bukan milik Mbak Karina lagi. Besok akan berubah kepemilikannya," jelas ibu itu.
"Iya, Bu. Saya tau. Saya ke sini cari Karina."
"Oh, Mbak Karina. Oalah tadi ada. Kasian sama dia---"
"Kenapa? Kenapa Karina?" tanya Andre cemas.
"Tadi itu dia keluar dari gerbang ini tanpa alas kaki sambil nangis, mukanya merah. Mana lagi hamil lagi. Udah lama nggak liat dia, sejak ibunya meninggal. Kirain pindah ikut suami gitu, lho. Mas ini siapa?" cerocos ibu itu.
"Saya suaminya, Bu."
"Oalah. Cakep ya? Cocoklah sama Mbak Karina."
"Oh ya, Bu. Ke arah mana Karina jalan?"
"Sono, Mas!"
"Makasih ya, Bu."
Sejurus kemudian Andre berlari menuju mobil lalu memutar arah menuju yang dimaksud ibu itu. Cukup lama Andre terlambat datang ke sana. Nyatanya Karina sudah jauh berjalan. Jejaknya nyaris tidak kelihatan. Bahkan Andre harus menebak-nebak belokan mana yang harus dilewatinya. Sebab ada beberapa persimpangan yang membuat lelaki itu bingung.
Andre tidak kehabisan akal. Dia menelepon Karina kembali, berharap istrinya itu mengangkat sambungan telepon darinya.
Nada sambung terhubung. Namun, sungguh menyedihkan. Karina kembali tidak mengangkat panggilan dari Andre. Lelaki itu bertambah resah.
Kemudi mobil jadi sasaran kecemasannya dengan memukul-mukulkannya.
Andre tidak terlalu hapal dengan kompleks perumahan itu. Hingga kemana pun dia berbelok, tidak ada panduan sama sekali. Mungkin saja ini arah Karina melangkah. Atau ini. Hanya sebatas itu saja cara Andre mencarinya. Dia semakin cemas. Hari yang cukup panas pasti akan membuat kaki Karina yang lembut melepuh. Andre harus gegas menemukannya.
Hingga akhirnya ...
Dari belakang Andre dapat memastikan wanita yang berjalan lemah itu adalah istrinya.
Lelaki gondrong itu pun memarkirkan mobilnya di tepi jalan. Dengan berlari dia menghampiri perempuan dengan tubuh ringkih itu.
Andre berhenti tepat di depan wanita yang tengah memeluk bingkai sebuah foto. Dipandanginya dengan iba, pedih, serta sayang wajah sang istri yang memerah hidung dan mata. Jangan ditanya deraian air matanya. Seluruh wajah itu telah basah oleh air mata yang nyaris kering oleh teriknya panas matahari siang. Baju hamilnya sudah kuyup oleh keringatnya sendiri. Sedangkan kaki Karina menghitam disertai luka akibat gesekan dengan aspal.
Tangisan Karina membuat hati Andre semakin pedih.
Rambut Karina yang berantakan dan melekat di bagian wajah disingkirkan Andre dengan kedua telapak tangannya sekaligus menghapus air mata serta peluh keringat yang bercucuran dari dahi sang istri.
Setelah muka Karina tampak bersih, Andre pun langsung mendekap Karina dengan erat. Tangis Karina pun lebur di dalam pelukan erat sang suami.
"Aku ... aku ... aku sudah memberikan segalanya un--tuk me--reka. Mengapa hanya barang kenangan dan foto-fotoku ti--dak bo--leh diambil," kata Karina di sela isak tangisnya.
"Aku sendirian ... semuanya pergi ... bahkan ... bahkan ... benda kenangan sama papa, mama dan Tante Mina nggak ada ... semua ... semua ... pergi ... Apa aku tidak berhak bahagia?" kata Karina yang membuat Andre memejamkan matanya karena pedih mendapati Karina yang teramat rapuh.
"Ssshhh ..., jangan sedih. Semuanya akan kembali padamu. Aku janji. Aku di sini untukmu. Hmmm?" Andre melepas dekapannya. Menangkup dua pipi Karina sedangkan jempolnya menghapus air mata sang istri dan mata keduanya pun beradu.
"Kamu nggak pergi 'kan? Aku pikir ... aku pi--kir kamu ninggalin aku ...," kata Karina di sela isak tangisnya.
"Enggak sayang ... Enggak akan ... Karena kamu di sini ... di hatiku ... bagaimana bisa aku pergi jauh sementara di dalam sini kamu selalu ada." Telunjuk Andre mengarah pada dadanya sendiri.
Karina memeluk erat tubuh Andre dengan kembali menangis. "Aku ... pikir aku akan sendiri ...."
"Ssshhh dengarkan aku, mulai saat ini kita akan bersama-sama. Menua berdua dengan melihat anak cucu kita tumbuh besar. Aku akan mendampingimu dalam suka dan duka. Maaf karena terlambat menyadari hatiku sendiri." Andre mengusap punggung Karina dengan sayang.
Hari ini Andre tahu bahwa lega yang dia rasakan saat ini karena hatinya telah memilih seseorang yang ternyata selama ini ada di sana yang tanpa disadarinya masuk perlahan demi perlahan.
Update lagi...
Jangan lupa bintang yang baaanyak... Dan komen yang baaanyak... Hehehe

KAMU SEDANG MEMBACA
Ayah untuk Anakku
Chick-LitKarina yang mengalami depresi pasca pemerkosaan yang dialaminya dinikahkan oleh bibinya dengan seorang pria yang masih ugal-ugalan bahkan di usianya yang sudah matang. Andre yang belum punya pekerjaan tentu saja mau menikah dengan Karina karena akan...