Andre mengubah duduknya menjadi membelakangi Karina sembari bersila. Menarik napasnya panjang.
"Kamu tahu? Naila adalah wanita yang sejak remaja aku impikan menjadi pendamping hidupku. Aku udah pernah ngelamar dia sebelum ini, tapi Babeh masih belum mengijinkan. Karena masalah penghasilan. Aku belum punya kerjaan atau usaha kayak sekarang. Setelah ada penghasilan, mereka mulai membuka kesempatan itu. Aku harus menyambut kesempatan ini. Karena aku sudah lama menantinya. Tapi di sisi lain, aku seolah selalu mencemaskanmu. Waktu kamu hilang dari rumah, aku benar-benar panik. Ngeliat kamu ditekan ayah tirimu, aku pun ikutan panas seolah pengen ngelindungin kamu. Ngeliat kamu jatuh dan terluka, aku juga panik. Sebenernya aku kenapa? Tidak mungkin 'kan aku jatuh cinta sama kamu. Aku sudah lama menginginkan Naila jadi pendampingku. Bertahun-tahun ... tidak mungkin 'kan cinta pada Naila terkikis hanya beberapa bulan saja cinta itu bisa tergantikan oleh kamu?"
Hening sejenak. Kepalanya dibaringkan di tepi kasur Karina. Mata lelaki itu menerawang ke langit-langit kamar.
"Mari kita saling melepaskan diri satu sama lain perlahan-lahan mulai saat ini. Agar ketika perpisahan itu terjadi, kita tidak saling melukai. Kamu bisa 'kan? Kamu sanggup 'kan? Jangan bilang tidak, aku tidak akan memaafkan diriku jika kamu katakan tidak sanggup. Kita harus bisa dan harus kuat."
Hening kembali.
"Kamu cantik, baik, lembut. Tidak ada pria yang tidak jatuh pada pesonamu. Tapi temukan satu dari mereka yang baik. Yang bisa jadi ayah untuk anakmu. Menerimamu apa adanya. Mencintaimu seutuhnya. Lebih baik lagi jika lelaki itu adalah ayah anak yang kamu kandung."
Andre bangkit dari duduknya, memandangi wajah Karina yang tidur pulas dengan wajah sendu, ada setitik nyeri di hatinya. Dia menundukkan wajah ke arah dahi Karina lalu mengecupnya lama.
"Jaga dirimu baik-baik selalu. Waktu kita sudah tidak lama lagi untuk saling mengikhlaskan. Paling lama satu bulan lagi."
Sejurus kemudian Andre menyelimuti Karina dengan hati-hati lalu keluar mengendap-endap seperti saat dia masuk tadi. Menutup pintu dan menguncinya kembali.
Sementara itu lamat-lamat Karina membuka matanya. Sejak anak kunci digerakkan, Karina mendengar. Namun, dia ingin melihat apa yang dilakukan Andre padanya.
Mendengar ucapan Andre sesaat yang lalu, Karina bisa menyimpulkan tidak lagi ada harapan untuk mereka. Dia menyerah untuk mendapatkan hati Andre. Dia harus belajar melepas lelaki itu. Jika cintanya pada Andre semakin dalam, akan semakin sulit baginya untuk melupakan Andre.
Air mata pun bergulir membasahi pipi Karina yang tirus. Dia membiarkan air mata terus menerus keluar dari netranya. Karina bertekad setelah ini tidak ada lagi tangis dan air mata. Dia pun mengusap bulitr bening itu dengan punggung tangan. Mulai malam ini dia akan belajar melupakan Andre.
***
Matahari telah muncul dari ufuk timur. Karina menyibak selimut dan berjalan tertatih menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah selesai dan dia keluar dari kamar mandi, Karina tertegun sesaat karena dia menemukan dua potong roti bakar dan segelas susu.
"Nih gondrong sebenernya mau apa, sih? Pake sok sok an baek lagi. Aku udah mau move on. Eh, gantian dia yang bikin gagal move on?" Karina menyebikkan bibirnya.
Perempuan itu pun berjalan menuju pantri dan menemukan Andre di sana. Memilih diam, Karina menghidupkan kompor untuk menyeduh teh.
Semua gerak gerik Karina diperhatikan Andre dengan seksama. Dalam pengamatannya, perempuan itu tampak mengacuhkan dirinya. Karina biasanya akan memanggil atau menegur dirinya. Bertanya apakah pagi ini mau sarapan? Atau sekedar bicara ringan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ayah untuk Anakku
Literatura FemininaKarina yang mengalami depresi pasca pemerkosaan yang dialaminya dinikahkan oleh bibinya dengan seorang pria yang masih ugal-ugalan bahkan di usianya yang sudah matang. Andre yang belum punya pekerjaan tentu saja mau menikah dengan Karina karena akan...