"Maaf, permisi, Mas. Ini istri saya. Dia akan pulang bersama saya," kata Andre dengan tatapan tajam.
"Oh ... maaf, Mas. Saya kira tadinya dia sendiri. Saya cuma mau mengantar," balas lelaki bertopi itu.
"Tidak apa-apa. Terima kasih bantuannya," ucap Andre datar.
Andre merengkuh pundak Karina lalu menuntunnya untuk duduk di kursi yang ada di pinggir jalan tempat anak-anak muda duduk kala senja datang.
"Kamu tunggu aku di sini, ya. Aku ambil mobil di rumah. Sebentar---"
Andre merunduk menaruh punggung tangan Karina di telapaknya, memperhatikan darah yang keluar cukup banyak.
"Lukanya dalam, tadi kayaknya tangan kamu kena batu kecil tajem gitu, ampe dalem gini ...."
Karina menggeleng. "Enggak tau tadi kena apa tanganku ...," cicit Karina.
"Tunggu di sini, ya!" titah Andre.
Karina mengangguk.
Sejurus kemudian Andre berlari ke arah rumahnya. Tempat Karina terjatuh tadi berada di tengah antara rumah dan bengkel. Jika ke bengkel, yang ada di sana hanyalah motor. Sementara di rumah ada mobil untuk membawa Karina pulang.
Karina menatap sendu punggung lebar milik Andre yang bergerak menjauh hingga menghilang di persimpangan. Lelaki gondrongnya itu berlari gagah demi dirinya. Karina memegangi dada merasakan jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya dan tanpa dia sadari bibirnya mengembang.
Tidak lama kemudian mobil Karina yang dikendarai Andre pun tiba. Karina menyongsong datangnya Andre dengan senyuman.
Andre menghampiri Karina dengan langkah lebar dan cepat. Dia menggendong Karina dengan wajah datar. Tadinya Karina senang Andre kembali bersikap baik padanya. Namun, melihat wajah datar itu, Karina jadi ciut kembali.
Di dalam mobil tidak ada yang bicara. Melihat tampang datar Andre, Karina tidak berani berkata sepatah kata pun.
Sampai akhirnya mereka tiba di rumah. Masih dengan wajah datar, Andre menggendong Karina masuk ke dalam kamar ibu hamil itu dan mendudukkannya di tepi kasur dengan hati-hati.
Lelaki itu bergegas ke luar kamar mengambil kotak first aid di pantri.
Tidak lama kemudian dia kembali dan langsung bersimpuh di lantai. Pertama-tama yang dilakukan Andre adalah membersihkan luka yang ada di telapak tangan Karina dengan larutan Nacl.
"Tahan ya, mungkin agak perih," ucap Andre tanpa memandang Karina sama sekali. Membuat perempuan itu jadi sedih.
Setelah membersihkan telapak tangan, Andre beralih pada lutut. Dress Karina sobek, Andre menduga di lutut Karina terdapat luka juga.
Pria itu pun menyibak dress Karina di area lutut dan benar saja, meski tidak sedalam luka di tangan, lutut Karina tergores cukup banyak dan sudah pasti darahnya juga keluar. Andre membersihkan luka itu. Setelah selesai Andre pun mengobati luka Karina dengan salep. Semua dilakukan Andre tanpa suara.
Dalam jarak teramat dekat itu yang bisa dilakukan Karina hanya memandang wajah tampan itu dengan penuh kesenduan. Meski jarak mereka teramat dekat, tapi hati mereka sangat jauh. Mengingat itu, dada Karina terasa sangat sesak.
"Selesai."
Andre berdiri dan menatap Karina datar. "Aku sudah bilang 'kan, nggak perlu bawain makan siang. Akhirnya kamu jadi luka 'kan?"
Karina menunduk.
"Maaf," cicit Karina.
"Besok-besok nggak usah lagi ke bengkel. Kamu lagi hamil besar gitu, gimana kalo ada apa-apa di jalan?" tegur Andre dingin.
Sejurus kemudian Andre keluar dari kamar. Setelah menutup pintu, Andre meraup wajahnya kasar. Dia tidak bisa bersikap seolah tidak peduli seperti ini pada Karina. Ada salah satu bagian di hatinya yang mengganjal jika dia bersikap cuek pada Karina.
Akan tetapi dia yang selalu berusaha menuruti perkataan Sari, mau tidak mau harus pasrah. Sebab benar apa yang dikatakan bibinya, jangan sampai membuat Karina jatuh cinta padanya. Karena pilihannya jatuh pada Naila.
Mengingat Naila Andre menepuk dahinya. Dia lupa, telah meninggalkan Jupri dan Naila di kantor. Bergegas Andre berlari keluar rumah dan menyalakan mesin mobil lalu melajukan kuda besi itu ke bengkel.
Sampainya di bengkel, Andre tidak lagi mendapati mobil Jupri. Berlari menuju kantor, Andre mengambil ponselnya di atas meja dan segera menelepon Naila.
"Hallo, assalammualaikum, Bang!" sapa Naila.
"Waalaikumsalam .... Nai, abang minta maaf tadi pas di luar Abang nolongin orang. Ada yang jatuh gitu terus abang anterin ke rumahnya."
"Oh, iya Bang. Gak papa. Lagian sarung joknya udah selesai dipasang," jawab Naila.
"Oh, gitu ya, Nai. Makasih, ya. Sampaikan salam dan maaf ke Babe."
"Oke, Bang. Nggak apa-apa. Babeh nggak marah, kok."
"Oke, makasih ya, Nai."
"Sama-sama, Bang!"
Setelah menutup telepon Naila. Andre pun menelepon Sari.
"Hallo, ape, Ndre?" tanya Sari di ujung telepon.
"Tan, tadi Karina jatuh di trotoar nggak jauh dari bengkel."
"Hah? Terus pegimane kondisinye?"
"Udah aku obati, sih."
"Luka luar aje, pan?"
"Iya, sih."
"Lu kayaknye kuatir deh. Beneran kagak cinte ame Karin?"
"Eng ... eng ... enggak ...."
"Tadi aja ada Babeh Jupri ke bengkel. Nanyain kapan aku punya bini."
"Wah, kode tuh."
Andre tergelak.
"Oh iya Tan, tolong besok temenin Karina ke dokter kandungan, ya? Periksa siapa tahu ada efeknya untuk bayi dia pas jatuh tadi."
"Oh, okelah."
"Sama ini, Tan. Tolong ke rumah cek Karina udah makan apa belum. Sekalian Tante temenin dia, siapa tau abis jatuh tadi dia sulit ngapa-ngapain."
"Tumben lu perhatian. Aye jadi curiga, nih. Jangan-jangan binar-binar---"
"Apaan, sih Tan. Aku malah udah dapet kode nih dari Babeh Jupri. Dapet sinyal dari beliau 'kan cukup susah ya. Jadi harus secepatnya ditangkap kesempatan ini, Tan."
"Iye, Ndre. Aye harap lu nggak salah meraba hati lu ndiri."
"Maksudnye?"
"Kagak ape-ape. Eh, udeh, Ndre. Aye mo siap-siap liat Karin."
"Makasih ya, Tan."
***Malam telah mulai memasuki puncaknya. Andre baru pulang dari bengkel. Tadi sore, ada seorang kenalan lama yang mengenal kinerja Andre dalam menangani mesin-mesin rusak. Dia tertarik mengajak Andre bekerja sama hingga akhirnya mereka berbincang soal bisnis sekaligus melepas kangen sebagai teman lama.
Andre masuk ke dalam ruang tamu rumah mereka yang gelap. Andre menebak, pastilah Karina sudah tidur. Berjalan pelan ke kamar Karina, Andre pun mengendap-endap masuk ke kamar sang istri dengan kunci cadangan.
Kamar Karina memang tidak dikunci dari dalam, Karina hanya mengunci menggunakan anak kunci, agar jika terjadi sesuatu Andre bisa masuk ke dalamnya dengan kunci cadangan yang dipegang Andre.
Lelaki itu berdiri menjulang di sebelah kasur Karina menatapnya tanpa kedip. Dengan gerakan hati-hati, Andre menyibak selimut Karina. Diambilnya salep di dalam nakas lalu dioleskan di telapak Karina perlahan dan lutut perempuan itu perlahan pula.
Selesai mengobati sang istri, Andre bersimpuh dekat kepala Karina. Diusapnya pelan kepala perempuan itu dengan denyut nyeri di hati.
"Kalo kita beneran udah pisah, kamu pasti baik-baik aja 'kan?" kata Andre dengan suara lirih.
Update nih...
Jangan lupa bintangnya ya...
Terima kasih...
![](https://img.wattpad.com/cover/246554870-288-k198373.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Ayah untuk Anakku
ChickLitKarina yang mengalami depresi pasca pemerkosaan yang dialaminya dinikahkan oleh bibinya dengan seorang pria yang masih ugal-ugalan bahkan di usianya yang sudah matang. Andre yang belum punya pekerjaan tentu saja mau menikah dengan Karina karena akan...