56

15.2K 974 32
                                    

"Bicaralah," kata Karina yang duduk di tepi kasurnya.

Sementara sang suami berdiri tegak di hadapannya.

Andre menarik napasnya dalam-dalam. Menguatkan hati untuk berbicara dengan Karina.

"Pertama aku ingin minta maaf ...." Andre menatap Karina dalam-dalam.

Hening sejenak.

"Untuk?" tanya Karina yang mendongakkan kepalanya menatap Andre dengan hati yang  pedih.

"Karena telah merenggut masa depanmu---"

Hening kembali.

Sementara itu Karina hanya diam di tempatnya duduk, kali ini tatapannya terpaku pada lantai kamar.

"Aku tidak sadar malam itu ...," ucap Andre dengan suara yang bergetar.

Karina menangkap kegugupan Andre. Hatinya bertambah kasihan pada lelaki itu. Diangkatnya kepala yang tadi tertunduk, menatap lelaki itu dengan penuh kasih. Akan tetapi, sebagian kecil hatinya masih belum ikhlas dengan apa yang pernah terjadi di antara mereka yang membuat Aksa terlahir ke dunia.

Andre membalas tatapan Karina sendu. Hatinya terasa bagaikan disayat-sayat jika mengingat bagaimana dahulu dia tidak pernah mengunjungi Karina di rumah sakit. Dia juga merasa tidak maksimal mengurusi Karina. Apalagi terhadap Aksa. Andre bahkan mengakui keberadaan buah hatinya itu di detik-detik terakhir kelahirannya.

Sungguh pun dia sangat merasakan penyesalan yang dalam, dia paham bahwa tidak akan ada yang bisa mengembalikan waktu ke masa lalu. Masa di mana awal pernikahan, di mana seharusnya dia memperlakukan Karina bak ratu. Apa daya, semua sudah terjadi.

Saat akan berusaha menebusnya dengan menjadi suami dan ayah yang baik, justru rahasia yang dia simpan rapat harus terbongkar. Jauh dari ekspektasi lelaki itu.

"Iya, kamu memang mabuk malam itu ..., aku benar-benar merasa bingung. Di sisi lain aku membenci pemerkosa itu. Aku rasa tidak ada wanita yang mau diperkosa dan memaafkan si pemerkosa itu dengan mudah," kata Karina dengan suara yang ditahan untuk tidak menangis.

Andre mengangguk. "Benar. Tidak akan ada wanita yang seperti itu."

Mendengar perkataan Karina, Andre patah arang. Sepertinya pintu untuk kembali bersama keluarga kecilnya tertutup sudah.

"Ada hal lain juga yang ingin aku sampaikan," kata Andre.

"Apa itu?" tanya Karina lirih.

"Abang akan---"

Belum selesai Andre bicara, tiba-tiba saja Aksa menangis. Suaranya agak melengking.

Dengan cepat Karina bangkit dari ranjang mendekati box Aksa dan menggendong putranya itu.

"Kenapa sayang?" tanya Karina.

Ibu Aksa itu pun menimang-nimang bayinya dengan sayang. Namun, Aksa bukan malah diam. Tangisannya semakin keras.

"Kenapa Aksa?" tanya Andre cemas.

Karina menggeleng. "Enggak tau kenapa, biasanya 'kan dia jarang rewel?"

Andre mengangguk. "Iya."

Karina terus saja menimang Aksa tanpa tahu kenapa bayi itu menangis. Jika lapar, tidak mungkin. Sebab baru saja dia menyusui ASI Karina. Perempuan itu pun menaruh punggung telapak tangannya di dahi Aksa, untuk memastikan Aksa tidak mengalami demam. Suhu badan Aksa tidak meningkat, pastinya anak itu tidak sakit. Entah apa sebabnya dia menangis.

Karina mulai terlihat lelah menggendong dan menimang Aksa yang belum juga mereda tangisnya. Melihat hal itu, Andre pun berinisiatif Mengambil Aksa dari gendongan Karina.

"Sini, abang gendong. Siapa tau diem," kata Andre.

Mendengar hal itu, Karina langsung saja menyerahkan Aksa ke lengan Andre.

Ajaib. Tangis bayi mereka mereda, hingga perlahan-lahan berhenti. Karina dan Andre saling pandang karena takjub sekaligus heran. Menimang sebentar setelah tangisnya mereda, Andre pun menaruh Aksa kembali ke boxnya.

Baru sebentar saja Aksa ditaruh di boxnya, sudah menangis lagi. Sontak Karina menepuk-nepuk pahanya untuk menenangkan. Namun, tidak berhasil. Melihat hal itu Andre pun mengambil Aksa kembali. Lagi-lagi ajaib, Aksa diam.

Andre dan Karina saling pandang. Bayi mereka seperti merasakan orang tuanya seperti memiliki masalah. Karina sadari itu.

"Bang, malam ini tidur di sini dulu. Aksa kayaknya kangen sama ayahnya," kata Karina.

Andre mengangguk setuju.

Setelah membersihkan diri bergantian dengan Karina di kamar mandi, mereka bertiga tidur di atas kasur. Tiap kali ditaruh di box Aksa akan menangis. Jadi, Andre dan Karina memutuskan untuk tidur bertiga di ranjang.

Karina dan Aksa sudah tertidur, sementara Andre belum dapat memejamkan matanya sama sekali. Dia memandang Aksa dan mengelus pipi sang bayi dengan haru. Dia tidak menyangka keputusannya bertahan hingga Karina melahirkan adalah keputusan yang tepat. Bagaimana jadinya jika Karina diceraikan saat sudah sembuh, boleh jadi kesedihan akan membuatnya mengalami sakit mental kembali dan berakibat fatal pada janinnya. Andre tidak akan pernah lupa saran Sari waktu itu. Sungguh bibinya adalah wanita terbaik yang mendampinginya menuntaskan masalah demi masalah yang mereka hadapi bersama.

Andre menghentikan elusan pada Aksa, mencium dahinya sangat lama. Lelaki itu sangat yakin Aksa memiliki ikatan batin yang kuat dengan dirinya. Setelah berpikir panjang, dia memutuskan untuk mengalihkan harta Mina pada Karina dan aset bengkel akan dialihkan menjadi nama Aksa. Seharusnya tadi sebelum Aksa menangis dia menjelaskan hal itu. Sekalian berpamitan untuk sementara waktu Andre akan pergi dari sana, sebab dia merasa tidak pantas ada di sana.

Namun, tangisan Aksa menghentikan niatnya itu.

Andre terus saja memandang wajah buah hati dan istrinya itu bergantian. Malam ini mungkin akan jadi malam terakhir dia tidur bersama mereka. Jadi dia berniat tidak akan memejamkan mata sama sekali melainkan hanya memandang Aksa dan Karina.

Pagi datang, Karina menggeliat. Menoleh ke sebelahnya, yang tampak hanya Aksa. Tidak ada sosok Andre di sisi Aksa. Karina beringsut dari tempat tidurnya menuju kamar mandi sekedar untuk membersihkan muka lalu keluar kamar, mencari tahu keberadaan Andre. Sebab firasatnya terasa tidak enak.

Mendatangi pantri, yang dia temui adalah Saroh.

"Roh, liat Abang?" tanya Karina.

"Oh, itu pagi tadi bawa ransel keluar. Nggak bilang mau ke mana."

Karina mengernyitkan dahi. Keheranan menguasai dirinya. Namun dia berprasangka baik saja. Mungkin suaminya ada yang harus dikerjakan di bengkel hingga harus keluar sepagi itu. Namun, dengan ransel? Ah, mungkin suaminya membawa sesuatu ke bengkel dengan ransel itu. Karina kembali berpikir dengan prasangka bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Membawa langkah kakinya ke kamar kembali, sejenak Karina melupakan tentang kepergian Andre. Dia pun larut dalam kesibukan mengurusi buah hatinya.

Setelah semalam melihat seolah Aksa membutuhkan ayahnya, Karina mulai berpikir untuk menata masa depannya bersama Andre demi Aksa meski dia masih bingung dengan suara hatinya.

Matahari sudah sepenggalah, Karina sudah memandikan Aksa dan memberikan bayi itu ASI. Sejurus kemudian Saroh masuk dengan segelas susu untuk Karina.

"Mbak, tadi belum diminum susunya," ingat Saroh sembari berjalan dari pintu menuju nakas menaruh gelas susu di atasnya.

"Oh, iya. Makasih, ya," jawab Karina yang masih asyik menggoda Aksa.

"Eh, apa ini?" tanya Saroh seraya mengambil sebuah kertas yang terlipat di atas nakas.

Karina menoleh. Mengapa kertas itu tidak terlihat olehnya sedari tadi? Tanya Karina dalam hati.

Saroh menyerahkan kertas itu pada Karina dan berlalu keluar.

Update nih...
Insya Allah satu part lagi ending...

Ayah untuk AnakkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang