Assalamu'alaikum, Sahabat Apenjer!
Ya, ampun, rindu sekali nulis di lapak ini. He-he.
Apa kabar semua? Masih napas? :D
Wkwkwk....
Setiga udah janji sebelumnya, masalah sequel, 'kan? Nah, di sini Setiga hadirkan dulu BESIDE STORY sebelum peluncuran sequel.
Selamat membacaaa. :))
*****
Semenjak kejadian "pembersihan" di SMA Pascal, aura sekolah itu menjadi muram. Banyak murid yang disuruh pindah sekolah, bahkan keadaan lebih buruk dari itu. Murid kelas tiga menjadi tidak ada harapan mengikuti tes seleksi rapor untuk masuk perguruan tinggi, karena citra sekolah yang berubah menjadi terlalu buruk. Setahun lebih telah berlalu, semenjak kejadian itu. Semua orang berusaha bangkit dari keadaan. Mereka yang masih bertahan di sana, berusaha keras bangkit dan berjuang agar keadaan sekolah membaik.
Anggota kelas XI IPA I, kini telah menjadi XII IPA I. Ya, mereka mengusulkan agar terus bersama sampai di kelas tiga, walau anggota kelas mereka tak lengkap lagi. Mereka butuh bersama, menghadapi semua ini.
"Kita udah mau lulus, tapi mereka masih belum kembali." Gio memandang lurus ke arah dua kursi kosong di depan. Saat ini, ia duduk di kursi guru, seisi kelas bisa dilihatnya jelas dari sini.
Sewaktu kenaikan kelas dua belas, mereka tetap menyediakan dua puluh kursi dan meja di dalam kelas. Antisipasi, jika nanti Vanya dan Zanu kembali. Bukankah mereka berjanji akan kembali? Sedangkan, di atas satu kursi kosong dekat meja paling belakang, ada tanaman Bunga Krisan merah di dalam pot berukuran sedang. Di Amerika, bunga itu melambangkan harapan, cinta, ketenangan, dan persahabatan yang indah. Meski di Italia, Krisan melambangkan kematian. Benar, itu tempat duduk Leon. Tidak ada yang berubah dari formasi tempat duduk, masih seperti kelas sebelumnya.
Jodi dan Aalishaa yang sedang menyirami bunga tersebut, memandang Gio. Bahkan, semua teman-temannya kini menghentikan aktivitas menulis catatan untuk memandang Gio. Jery yang sedang menulis di papan tulis, melemparkan spidol ke arah pria itu, membuat temannya itu meringis karena berhasil mengenai kepalanya. "Jangan mulai ...."
"Aku serius!" Ia memandang Vernon yang sedang menatap dengan wajah datarnya. "Ver! Kamu benar-benar gak tahu, mereka di mana?"
Semua orang memandangnya. Pria berwajah dingin itu menggeleng.
"Bukannya kamu mau nikahi Vanya?" celoteh Jodi sambil tertawa kecil. Ya, ia teringat candaan mereka sewaktu kelas sebelas dahulu. Mereka menyarankan agar Vernon segera menikahi Vanya. Dasar, candaan anak remaja.
Sebelah sudut bibir Vernon terangkat. "Aku udah bilang, berani ngasih apa?"
Semua teman-temannya bersorak. Bahkan, ada yang mulai berniat mencari teman untuk patungan kado.
"Tunggu!" seru Mike sambil berdiri. Membuat keadaan kelas sontak hening, menantikan ucapannya. "Jangan-jangan, Vanya udah nikah sama Zanu? Makanya mereka gak balik ke sini."
"Otak kalian nikah-nikah melulu!" seru Aya kesal. "Belajar dulu yang benar, biar bisa masuk universitas!"
"Ya, ampun! Sampai lupa," kata Jodi. "Jadi, Para rakyat-rakyatku ini, ntar mau lanjut ke mana?"
"Aku dekat aja, sih. Di Padang," jawab Mike seadanya.
Jodi mengangguk. "Sama."
Banyak di antara mereka yang mengangguk.
"Mohon maaf, nih, sebelumnya," ungkap Temmi tiba-tiba. "Aku rasa sedari tadi ada seseorang di luar sedang mengamati kelas kita."
Semua teman-temannya pun mengalihkan pandangan keluar. Ya, tak jauh di sana, terlihat seseorang dengan topi dan jaket, juga sedang menatap mereka. Wajahnya tertutupi masker. Namun, jika ditebak, sepertinya anak muda. Warga IPA I berjejer menenuhi jendela dan pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
INDICATOR OF LOVE (✔)
Teen Fiction[Sebelum baca, follow Setiga dulu sabi kali, ya.😎] Bayangkan jika saat ini kamu memiliki geng persahabatan yang terdiri dari dua cewek dan tiga cowok. Kalian sudah seperti keluarga dan selalu bersemangat untuk memecahkan kasus-kasus yang terjadi. N...