40. Indicator of Love

138 28 36
                                    


Vanya membuka mata perlahan. Ia duduk sambil memegangi kepala. Hah, syukurlah, sudah merasa lebih baik. Ia meregangkan tubuh, menarik kedua tangan tinggi-tinggi ke atas. Semalaman ini ia tidur terkapar di lantai. Tubuhnya masih panas dan masih sedikit pusing. Namun, setidaknya tubuhnya sudah bisa diajak beraktivitas. Setelah bersiap-siap, ia berjalan hati-hati ke sekolah agar tidak terjatuh. Mengingat tubuhnya yang kurang sehat. Jika biasanya ia menempuh lima menit perjalanan ke sekolah, kali ini ia butuh waktu dua kali lipat dari itu.

Pemandangan awal yang dilihatnya ketika sampai di depan pintu kelas adalah Shahila dan Vernon yang sedang menjadi pusat perhatian siswi-siswi di sekitar. Ia pun memutar bola mata malas. Mereka tampak saling melempar senyum dan bercengkerama senang.

"Harus gitu? Berdiri, di depan pintu kelas lagi," gerutu Vanya.

Ketika ia hendak memasuki kelas, Vernon memanggilnya, "Ai, kamu sakit?"

Vanya mengernyit menatap Vernon yang mendekat. "Enggak. Kenapa?"

"Dari jauh aku lihat kamu pucat dan lemas," katanya khawatir.

"Hah!? Emangnya saya terlihat selemah itu?" bantahnya tidak terima dengan nada tinggi. Energinya masih tersedia jika untuk kesal seperti ini. Entahlah, ia hanya tidak suka melihat pria itu bersama gadis lain.

Belum sempat Vernon menjawab, ia sudah dipanggil oleh Shahila. "Ver, katanya mau pergi?"

Vernon tersenyum membalasnya membuat gadis itu salah tingkah. Ia kemudian beralih menatap Vanya. "Jawab aja cepet, Ai. Kamu sakit?"

"Gak enak badan dikit aja," jawabnya cuek.

Setelah mendengar jawaban Vanya, Vernon langsung bergegas pergi begitu saja dengan Shahila, meninggalkan Vanya yang menganga kesal memerhatikan langkah sepasang remaja itu yang menjauh pergi. "Dasar! Tadi nanya!" serunya kesal. "Kejam," ucapnya pelan kemudian. Ia pun memilih untuk memasuki kelas dengan wajah paling ceria yang dimiliki, sambil mengganggu beberapa siswa dengan ocehannya. Ya, seperti biasa.

"Cie, masih pagi udah berduaan aja," ledeknya ketika melihat Zanu dan Jeline duduk sambil mengobrol ringan. Sesekali mereka tertawa.

Zanu melirik sebentar sambil berucap, "Cie, masih pagi udah gangguin orang aja." Ia pun kembali mengobrol dan tak mengacuhkan Vanya.

Vanya mencebik lalu duduk tenang di kursinya. Ia melihat sekitar, pandangannya tertuju di dekat pintu. Terlihat Aya sedang melangkah memasuki kelas bersama Tian. Samar-samar, ia mendengar ucapan Aya. "Ian makasih, ya, udah nemenin saya sarapan di kantin."

Tian tersenyum sambil mengusap pelan puncak kepala Aya. "Everything for you."

Vanya mengernyit. Baru kemarin ia melihat Zanu dan Aya membicarakan tentang perasaan masing-masing sambil berdrama di belakang kelas, dan ia menjadi saksi yang melihat itu semua dari atas pohon. Namun sekarang, mereka dengan orang lain? Bahkan terlihat seperti melupakan kejadian kemarin? Benar-benar sulit dimengerti. Tatapannya beralih pada Zanu dan Jeline yang berdiri, dan berjalan menuju pintu. Sepertinya Zanu mau mengantarkan Jeline ke kelasnya. Tian pun sudah pergi dan Aya berjalan menuju kursinya.

"Mereka berselisih pemirsa, apakah yang akan terjadi?" Vanya benar-benar penasaran, sampai-sampai ia bermonolog.

Tak sengaja mata Aya menatap Zanu, ia pun tersandung oleh kakinya sendiri. "Aw!" serunya terjatuh.

Zanu hanya menatapnya sebentar, kemudian kembali berjalan melalui Aya dan melanjutkan obrolan dengan Jeline sambil tertawa.

Aya terdiam sebentar, lalu berdiri dan bergegas menuju kursi sebelum Gio dan Jodi menghampirinya.

INDICATOR OF LOVE (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang