Vanya semulanya tidak tahan untuk meraih belatinya dan melayangkan kepada X, tetapi pergerakannya berhenti ketika menyadari Pio—Abang Aya—masih menyaksikan semua. Sungguh, ia benar-benar murka kepada X alias Zanu. Walau sebenarnya ini juga kesalahannya karena menarik pria itu untuk melakukan misi secara langsung ke lapangan, sehingga pekerjaan X di balik monitor tidak ada yang melakukan. Seharusnya X memantau semua kamera pengawas, melihat jika ternyata Tana belum pulang, dan menangani kejadian tak terduga seperti usaha korban mengakses internet untuk meminta tolong. Awalnya, ia sangat kesal perihal tugas X yang hanya memberikan misi, dan ikut andil dari jauh saja. Sehingga pria itu masih bisa berpihak kuat pada Juand. Vanya pikir, pria itu harus mencoba sepertinya, merasakan dan menyaksikan langsung penderitaan dari pekerjaannya sendiri. Ia hanya terdiam di balik tudung besar yang menutupi hampir seluruh wajah.
Dor! Dor!
Mata Vanya dan Zanu membulat sempurna, dan langsung mengalihkan pandang ke arah Pio yang terdiam kaku di kursi. Vanya pun segera mendekat, dan menyuruh anak buahnya menjauh. Ia melihat darah mengalir di lengan kanan, dan di perut Pio. Dengan sigap, ia membuka jas dokter yang dikenakan abang dari sahabatnya itu, lalu mencari cepat letak kain kasa. Ketika ia menemukan, tangannya langsung terulur hendak menyentuh tangan Pio yang memegangi perutnya yang tidak berhenti mengeluarkan darah. Namun, Pio justru menahan tangannya, dan memegangnya kuat, sehingga tangannya turut dilumuri darah.
"Kamu Ailee Zevannya, 'kan?" tanyanya lemah. Samar-samar matanya melihat sedikit bentuk rahang dari balik tudung besar yang menutupi.
Beberapa detik Vanya terdiam. Tangannya mulai dilepaskan. Ia menaikkan baju Pio, tanpa berniat menjawab pertanyaannya. Kebanyakan korban yang tertembak mati karena banyak kehilangan darah. Saat ini, yang bisa dilakukannya adalah menahan darah yang keluar, dengan mengikat bagian tubuh yang tertembak, dengan kain kasa. Namun, beberapa saat kemudian, Pio memejamkan mata, pingsan. Ia pun langsung cemas, lantas segera meraih ponselnya. Hanya satu orang di dalam pikirannya saat ini. Ia pun menghubungi orang itu, tetapi tidak ada jawaban. Ia mencoba sekali lagi dengan gelisah.
Halo.
Terdengar jawaban dari seberang. Suaranya serak. Vanya tentu saja mengganggu jam tidurnya. "Non, saya butuh bantuan Anda sekarang."
***
Vernon mengegas habis motornya, membelah jalanan gelap yang sunyi. Vanya tadi tidak menjelaskan apa pun, tetapi sepertinya itu sangat darurat sekali. Ia diminta ke klinik Abang Aya segera. Tanpa berpikir panjang, ia langsung bergegas. Tak butuh waktu lama, ia langsung sampai di depan klinik karena memang jarak dari rumahnya ke klinik tidak terlalu jauh. Ia pun segera memasuki klinik. Matanya melotot melihat Tante Aya yang duduk di lantai dan bersandar di dinding dengan mata tertutup dan wajah yang pucat. Baju putih yang dikenakannya sudah berwarna merah karena darah. Lantai di sekitar pun banyak tetesan darah. Serta Abang Aya dengan lengan dan perut yang dibaluti kain kasa. Suara tangisan memecah kesadarannya. Ia dapati Vanya menangis terduduk di lantai. Jaket merah muda dan jilbab cokelat yang dikenakannya tampak basah.
"Maaf ...," kata Vanya di sela-sela tangisannya.
Vernon segera menelepon ambulans. Setelah itu, berjongkok di depan Vanya. Ia menatap gadis itu dengan penuh kekecewaan. "Aku pikir kamu mau berubah."
Vanya balas menatap Vernon sendu. Ia merasa sesak dan teriris melihat mata yang menatapnya penuh kekecewaan itu.
***
"Kepolisian sedang menyelidiki TKP, Vernon juga akan segera ke sana untuk membantu," kata Vernon pelan kepada Ayah Aya.
"Baiklah, kami serahkan semuanya kepada polisi," ucap Ayah Aya tegar, dan berusaha tenang. Berbeda dengan Ibu Aya yang tidak berhenti menangis. Di sebelahnya, ada Aya yang juga menangis. Tak pernah terpikir olehnya akan dihantam duka bertubi-tubi.
KAMU SEDANG MEMBACA
INDICATOR OF LOVE (✔)
Teen Fiction[Sebelum baca, follow Setiga dulu sabi kali, ya.😎] Bayangkan jika saat ini kamu memiliki geng persahabatan yang terdiri dari dua cewek dan tiga cowok. Kalian sudah seperti keluarga dan selalu bersemangat untuk memecahkan kasus-kasus yang terjadi. N...