SMA Pascal tampak sepi. Satpam penjaga pun masih tertidur pulas di pos depan. Sekolah yang sudah tua ini, terlihat menyeramkan dengan cahaya remang-remang dari lampu yang menggantung di setiap sudut sekolah.
Di balik tembok pembatas di sisi utara sekolah, terlihat sebuah tas sengaja dijatuhkan ke dalam. Menimbulkan sedikit bunyi benda yang jatuh ke tanah. Tiga detik kemudian, gerakan secepat kilat hingga tampak seperti bayangan gaib terlihat melewati tembok. Gerakan cepat tersebut, ternyata dilakukan oleh seorang murid. Terlihat dari seragam putih abu-abu yang dikenakan. Ia menatap awas sekeliling. Kemudian, mengambil tas yang tadi sudah dijatuhkan ke tanah. Lalu, melangkah cepat dengan tergesa-gesa. Ia juga memakai jaketnya sambil berjalan. Wajar saja, udara masih sangat dingin. Terlihat dari banyaknya embun yang turun.
Murid itu memelankan langkahnya saat mendekati ruang keterampilan yang terpisah sendiri. Dia berjalan ke belakang ruangan. Di sana, tampak sebuah pintu pagar yang sudah tua dan rusak, serta pagar kayu yang dihiasi semak-semak belukar. Sebenarnya, tak jauh dari belakang ruang keterampilan ini, ada sebuah ruangan kosong yang sudah lama tidak terpakai, tetapi masih termasuk di dalam lingkungan sekolah. Anehnya, ruangan itu dipagari manual dengan kayu. Dia pun berdiri tak jauh dari pintu, terdiam sambil memandangi pintu pagar yang perlahan terbuka.
Tiba-tiba, dia melotot tidak percaya sambil menutup mulutnya yang setengah terbuka. "Kalian habis ngapain di dalam?"
Sepasang murid yang baru keluar dari pintu tersebut, hanya menatap malas. Mereka memasukkan senter yang dipegangi ke dalam tas masing-masing.
"Eh, Cucurut Betina! Itu pikiran jorok melulu. Lagian, ya, janjinya ngumpul bareng pukul empat! Sekarang udah pukul berapa!?"
"Pukul lima lewat ... eih, Zanu! Please jangan mengalihkan pembicaraan. Anda sama Aya ngapain?" tanyanya dramatis.
"Duh, Ailee Zevannya J yang cerdas tak terkira. Kan udah jelas di grup chat kita semalam. Anda aja yang datangnya telat," ucap Aya malas.
"Maaf, deh. Habisnya ada konser dangdut di televisi. Jadi lupa ... eh! Tungguin!" Vanya setengah berlari ketika Zanu dan Aya berjalan cepat meninggalkannya.
Namun, mereka pun harus menghentikan langkah ketika Vanya yang tiba-tiba sudah berdiri di depan mereka.
"Jelasin dulu!"
Zanu memutar bola matanya malas. "Adikku sayang. Kamu tahu, 'kan, kalau Fitri sama Rian tiba-tiba pindah sekolah?"
Vanya tampak loading sebentar. "Eh, jadi itu beneran? Yah, saya gak punya saingan juara umum lagi, dong."
"Nah, denger, ya. Kayaknya si Fitri bakalan berhenti sekolah selamanya. Karena memang, keluarnya mereka dalam waktu bersamaan dari sekolah itu sungguh mencurigakan. Jadi, abang ngebobol situs sekolah tadi malam buat cari tau--"
"Dasar! Tukang kepo."
"Nggak, ya. Abang cuma ngelatih skill. Nah, jelas sudah. Ternyata, dia itu melanggar peraturan pasal 1 ayat 1 sekolah kita."
Vanya tampak mengangguk-angguk. "Emang isi peraturannya apa?" tanyanya polos.
"Ya, Allah. Numbalin temen buat makan kuyang dosa gak, sih? Pasal satu doang lupa?" Aya tampak sedikit kesal.
"Oya! Ingat!" seru Vanya. "Omaigat! Demi Zanu yang diam-diam cinta ke Aya! Demi apa si Fitri tekdung-tekdung tralalalala?" tanya Vanya tak percaya.
"Yang lebih parahnya lagi, si Rian itu, loh. Mereka didukung berpacaran oleh guru-guru. Karena kita tahu, Fitri ataupun Rian sama-sama berprestasi dan rasanya gak mungkin bakal macam-macam," terang Aya tanpa memedulikan kata-kata Vanya tentang perasaan Zanu tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
INDICATOR OF LOVE (✔)
Teen Fiction[Sebelum baca, follow Setiga dulu sabi kali, ya.😎] Bayangkan jika saat ini kamu memiliki geng persahabatan yang terdiri dari dua cewek dan tiga cowok. Kalian sudah seperti keluarga dan selalu bersemangat untuk memecahkan kasus-kasus yang terjadi. N...