Sebuah motor tua melaju pelan dan berhenti di depan gerbang SMA Pascal. Terlihat seorang gadis turun dari boncengan motor tersebut sambil melepaskan helm. "Ayah, Aya pergi sekolah dulu, ya ... assalamu'alaikum," ucap Aya menyalami ayahnya sambil memberikan helm.
Ayah Aya yang tinggi, belum terlalu tua, dan tampak sederhana, tersenyum kepada anaknya. "Wa'alaikumussalam, rajin-rajin sekolah, ya, Aya." Ia tersenyum hangat. Kemudian, melajukan motornya pergi.
Sementara itu, Aya tersenyum senang. Ia berjalan pelan memasuki gerbang.
"Pagi, Neng Aya," sapa Bang Ijun—satpam SMA Pascal—ramah. Ia sudah kenal dengan Aya, karena siswi itu paling sering sekali datang ke sekolah satu jam sebelum bel masuk berbunyi. Padahal, sekolah masih sepi.
"Pagi juga, Bang!" balas Aya ramah, langkahnya terus menjauh menuju ke kelas.
Sebenarnya, Aya pun malas dan lelah karena selalu datang ke sekolah pagi-pagi sekali. Bukannya apa-apa, siswa yang berdatangan masih satu-satu. Otomatis ia selalu berada sendirian di kelas, menunggu hampir selama satu jam, sebelum kelas benar-benar ramai. Terkadang, ia juga merinding ketika sendirian di kelas yang masih sepi.
Aya selalu cepat datang ke sekolah, bukan karena tanpa alasan. Jarak rumahnya dari sekolah cukup jauh, memakan waktu perjalanan 25 menit menggunakan sepeda motor. Sementara itu, ia tidak bisa mengendarai motor. Jadi, ia hanya berharap diantarkan oleh ayahnya yang setiap pagi selalu berangkat ke kebun. Sebenarnya, bisa saja Aya meminta Bang Pio untuk mengantarkan. Karena abangnya itu memiliki mobil pribadi sendiri—maklum, dokter. Namun, menurut Aya, pergi ke sekolah dengan berjalan kaki sambil kayang lebih baik daripada meminta diantarkan abangnya itu. Pasalnya, dari dulu mereka memang sudah berperang dan susah untuk gencatan senjata. Walau ada rumah tantenya di dekat sekolah, ia tidak mau tinggal di sana. Meski di rumah tantenya bebas, ia masih belum bisa jauh dari orang tua. Hanya saja ketika ada misi tertentu dari 'Apenjer' seperti kemarin, maka Aya akan menginap di rumah tantenya.
Aya pun memasuki kelas. Sedikit terkejut ketika melihat Zanu sudah sibuk dengan laptop di kursinya.
"Assalamu'alaikum, Zan. Tumben cepat datang?" tanya Aya heran sambil berjalan menuju kursinya.
Zanu menoleh pelan ke sumber suara. "Wa'alaikumussalam, Ay. Gak ada sih. Ada feeling aja pengen cepat datang," jawabnya santai.
Aya hanya mengangguk sambil membentuk huruf 'o' pada mulutnya. Ia duduk di kursi, canggung dan tidak terpikirkan untuk melakukan kegiatan apa pun. Di kelas, hanya ada mereka berdua. Hening. Tidak ada yang bersuara. Tidak lama terdengar bunyi "tik" dari keyboard laptop yang kembali dimainkan Zanu.
Aya pun bingung harus bagaimana. Posisinya mereka adalah bersahabat, tetapi canggung saat berdua seperti ini. Banyak hal yang ada di dalam pikirannya, dan sebenarnya tidak ada bedanya dengan Zanu. Pria itu juga tidak fokus lagi dengan apa yang dikerjakan. Sedari tadi hanya mengutak-atik asal laptopnya, sok sibuk.
Tiba-tiba, ponsel Aya berbunyi, menandakan ada pesan yang masuk. Ia pun segera mengecek ponselnya.
BukanTurunanJin
Aya! Tugas Fisika udah selesai? Saya belum bikin nih. :(
Faliyya. AYAngkamu
HA? EMANGNYA ADA?
BukanTurunanJin
KAMU SEDANG MEMBACA
INDICATOR OF LOVE (✔)
Teen Fiction[Sebelum baca, follow Setiga dulu sabi kali, ya.😎] Bayangkan jika saat ini kamu memiliki geng persahabatan yang terdiri dari dua cewek dan tiga cowok. Kalian sudah seperti keluarga dan selalu bersemangat untuk memecahkan kasus-kasus yang terjadi. N...