49. X DAN TRAGEDI

112 24 2
                                    


Sudah dua hari semenjak kepergian Leon, dan semua teman apalagi sahabat-sahabatnya masih diselimuti duka mendalam. Bahkan, warga kelas XI IPA I cenderung menjadi pendiam, dan hanya berbicara seperlunya. Mereka butuh waktu untuk menormalkan suasana kembali.

Malam ini, Vanya duduk di ranjang sambil memangku kotak kaca berisikan roti cokelat-keju yang diberikan Leon kepadanya sebelum ia meninggal. Ia sengaja menyimpannya baik-baik. Baginya ini sangat berharga dan bentuk perhatian sahabatnya itu kepadanya. Ia memandangi satu per satu foto Leon bersama sahabat yang lain di ponsel. Foto ketika di sekolah, pasar malam, Jam Gadang, di rumah Aya, dan di berbagai tempat karena pria itu memang suka mengabadikan momen dengan kameranya. Bahkan, media pesan grup "Apenjer" dipenuhi kirimannya. Ia juga menonton video ketika mereka memasuki rumah hantu. Ia tertawa kecil saat pria itu masih sempat-sempatnya mewawancarai salah satu hantu.

Sekarang!

Vanya terdiam membaca sebuah pesan yang baru masuk di ponselnya, yang langsung memenuhi layar secara tiba-tiba. Ia meletakkan kotak kaca di atas ranjang, dan memakai sepatu bot hitam senada dengan warna pakaian yang dikenakannya. Ia berdiri, memakai tudung besar yang menutupi hampir seluruh kepala. Ia pun bergegas ke markas rahasia di belakang rumah.

***

Saat ia memasuki salah satu ruangan di bawah tanah ini, yang pertama kali dilihatnya adalah Baim, yang tersenyum sinis menyambutnya. Ia tidak memedulikan, dan langsung duduk di salah satu kursi sambil menyilangkan kedua tangan di dada. Ia memerhatikan sekitar, tampak sedikit berbeda. Ada X dengan berbagai peralatan komputernya di sudut ruangan yang sempit ini.

"Ada apa?" tanyanya tajam.

Baim tertawa sinis. "Apa Putri Ailee sebegitu berdukanya, sehingga melupakan misi yang telah direncanakan jauh-jauh hari?"

Vanya memutar bola mata malas. Apa lagi yang diinginkan paman tua ini? Lagian apa misi yang telah ia lupakan? Ia benar-benar belum bisa fokus. "Apa selama ini, Anda selalu bekerja bertele-tele seperti ini?" tanyanya malas kemudian.

"Baiklah, baiklah, mari kita langsung saja," ucap Baim. "Besok pagi, seluruh data persetujuan pembelian bangunan sudah harus diserahkan, dan soal klinik—"

"Ah ... shhh," umpat Vanya tak jadi. "Jadi misi itu tetap dilaksanakan?" Misi menyerang klinik Pio, Abang Aya, agar dia mau menjual bangunannya. Ah, ini sudah dibahas jauh-jauh hari, mengapa ia bisa lupa? Bahkan, ia belum memikirkan apa-apa agar tak membuat kekacauan atau menghancurkan keadaan lagi.

Baim tertawa sambil menggeleng. "Ailee ... Ailee." Ia berjalan mendekati Vanya, dan duduk di atas meja tepat di depan gadis itu sambil menepuk-nepuk bahunya. "Kita ini bertahan hidup dengan kesetiaan, dan ketulusan mengabdi," ucapnya tertawa remeh.

Vanya menyingkirkan kasar tangan Baim di bahunya. Ia menatap pria itu menantang. "Saya tahu." Ia pun beralih menatap X yang sibuk di depan beberapa monitor di atas meja. "Saya mau X ikut."

X berhenti mengetik. Kemudian, menatap Vanya bingung dari balik komputer.

Baim tertawa kencang dan berjalan mendekati X. "Yang benar saja? X ini selalu bekerja di balik layar, dan tugasnya bukan di lapangan, apalagi eksekusi. Dia hanya andalan kita di bidang teknologi .... Apa itu namanya? Internet?" Ia menyenggol bahu X sambil kembali tertawa. "X hanya akan mengacaukan. Kamu sudah ditemani lima orang tim terbaik kita. Silakan masuk!" Ia berhenti tertawa, dan menunjuk lima orang yang sudah datang, dan berbaris di sebelahnya. "Mereka saja sudah cukup."

"Tidak. X harus ikut," putus Vanya dingin dan tidak terima penolakan. Sementara itu, X menatapnya dengan penuh tanda tanya. "Biar dia tahu, tidak mudah menjadi saya. Selama ini enak saja memberi misi, dan bermalas-malasan di balik komputer. Dia harus tahu, sulitnya menjadi saya." Ia menatap X penuh kekesalan. Ia berdiri, memakai sarung tangan kulit dan memerhatikan sarung pistol serta belati di pinggang. "Ah, ya, ada satu hal yang harus kalian semua ingat ketika menjalankan misi ini." Ia memerhatikan serius satu per satu rekan kerjanya. "Apa pun yang terjadi, jangan membunuh siapa pun di sana. Mengerti?"

INDICATOR OF LOVE (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang