Pagi ini, suasana kelas XI IPA I cukup membosankan. Semua itu terlihat dari siswa-siswinya yang kurang aktif dan hanya sibuk menjawab soal-soal di buku. Sementara itu, Jodi si ketua kelas, memerhatikan seluruh temannya dari kursi paling belakang, tepatnya di kursi Leon dahulu. Dari kursi ini juga, terlihat jelas dua kursi kosong selurus di depan.
"Kita hampa, gak, sih? Aku liburan aja gak semangat," katanya yang membuat semua temannya menoleh ke belakang.
"Iya, tetapi aku yakin, almarhum mau kita move on," ucap Mike dalam. Semua orang mengangguk setuju.
"Vanya juga ditimpa musibah di negeri orang. Mana gak ada kabar lagi. Zanu juga gak bisa dihubungi," tambah Aalishaa. "Mau disusul ke sana, pada gak tahu alamat," tambahnya.
Jery mengangguk. "Ini udah tiga bulan lebih semenjak kepergian Leon, Aya juga kena musibah, ditambah Vanya dan Zanu juga sudah tiga bulan menghilang ... akhir-akhir ini keadaan baik tidak berpihak, tapi kita pasti bisa bangkit."
"Duka sebagai penguat hati, dan pengingat jika kebahagiaan benar-benar berharga. Duka tak selamanya buruk, karena dari situ kita mengenal juga arti bahagia dan berusaha untuk menuju meraihnya. Akhirnya, kita akan bahagia jua," kata Temmi tanpa sadar.
Jery yang duduk di sebelahnya dibuat heran. "Tumben ngomong bener? Otak kamu udah tumbuh?"
"Eh, maksud kamu sebelum ini aku gak ada otak?" tanyanya tidak terima.
"Ada otak, kok, cuman masih periode kecambah!" seru Mike sambil tertawa.
Semua orang tertawa, termasuk Gio. Ia turut menimpali, "Mulai sekarang, kepala Temmi harus selalu kena cahaya matahari. Kalau enggak ...."
"Kalau enggak, numbuh otaknya bisa ke dalam!" seru teman-temannya sambil tertawa.
Temmi geleng-geleng melihat teman-temannya yang kompak menistainya. "Candaan anak IPA berat banget. Otak aku masa disamain sama proses pertumbuhan kecambah." Ia menatap Jery kemudian. "Gara-gara kamu yang mulai," katanya kesal.
Jery tertawa kecil sambil berucap, "Ya, maaf, Yang."
Hening.
Sontak semua orang terdiam, sambil melongo. Yang? Apa tadi maksudnya? Mari dipikir-pikir sejenak. Mulanya mereka bermusuhan sampai-sampai guru menjadikan mereka duduk sebangku. Akhirnya, Temmi malah mengejar-ngejar Jery, walau Jery masih tetap benci, dan tadi apa?
Gio mengernyit. "Eh, tunggu. Tadi apa? Yang?" Ia tampak berpikir sejenak, membuat tubuh Jery menegang. "Wah, parah kamu, Jer! Masa manggil Temmi dengan sebutan Kuyang!" serunya.
Semua orang tertawa, termasuk Jery. Berbeda dengan Temmi yang memasang wajah tidak terima. "Enak aja kuyang! Itu maksud Jery Sa--" Belum sempat ia menyelesaikan ucapan, tangan Jeri sudah membekap mulutnya kuat. Namun, ia tetap berucap tidak jelas sambil berteriak, membuat teman-temannya semakin tertawa.
"Eh, ngomong-ngomong ...," tutur Jodi, membuat semua orang diam mendengarkan, "Zanu sama Vanya ada hubungan keluarga?"
Semua orang menyimak.
"Enggak. Vanya gak punya keluarga selain ayahnya," jawab Aya sekenanya.
"Tetapi Zanu udah lama akrab sama Ailee dan ayahnya. Makanya waktu kejadian ayahnya meninggal, Zanu yang nemenin," tambah Vernon.
Orang-orang tampak paham.
"Berarti, Ver, kamu harus mulai berpikir serius," kata Jodi sambil memasang wajah misterius. "Vanya sudah sebatang kara. Mending kalian cepet nikah aja deh, Ver," sarannya santai.
KAMU SEDANG MEMBACA
INDICATOR OF LOVE (✔)
Teen Fiction[Sebelum baca, follow Setiga dulu sabi kali, ya.😎] Bayangkan jika saat ini kamu memiliki geng persahabatan yang terdiri dari dua cewek dan tiga cowok. Kalian sudah seperti keluarga dan selalu bersemangat untuk memecahkan kasus-kasus yang terjadi. N...