Assalamu'alaikum.
WARNING!!! Chapt ini mengandung kekerasan. Hehee
Yang baik-baik diambil, yang gak baik dibuang, ya, readers.Selamat membaca. :))
*****
"Woi! Ternyata kalian di sini!" seru Leon sambil menghampiri Vernon dan Vanya. Di sampingnya ada Aya dan Zanu.
Vernon pun melepaskan genggamannya, sambil memasang ekspresi datarnya kembali. Vanya tersenyum melihat kedatangan mereka.
Tanpa disangka, Zanu langsung menjewer telinga Vernon, membuat pria itu melotot kaget. "Berani-beraninya genggam tangan adikku."
"Eh, ma-maf, Zan. Pakai sarung, kok." Vernon mengangkat tangan, memerlihatkan sarung tangannya.
Zanu melepaskan tangan kemudian. "Ye! Percuma, sama aja itu mah!"
Harus diakui, apa yang dikatakan oleh sahabatnya itu memang benar. Vernon menggaruk tengkuk, sambil menyengir. "Maaf, maaf."
Vanya tersenyum melihat sahabat-sahabatnya itu, tetapi beberapa detik kemudian ia merasa sempoyongan. Kepalanya terasa sangat sakit, bercampur pusing. Dunia berputar. Tidak! Jangan di sini! Perlahan pandangannya gelap, diiringi teriakan sahabat-sahabat yang menyebut namanya.
Tubuh Vanya yang tumbang langsung disambut sigap oleh Vernon. Ia sangat panik, dan langsung menggendongnya menuju UKS.
***
"Vanya!"
"Sadar, Van!"
Ketika matanya terbuka, Vanya langsung membelalak kaget dengan napas tak keruan. Pasalnya ia saat ini berdiri sambil menggenggam kuat belati dan melayangkannya ke wajah Vernon. Vernon menahannya, dibantu Leon dan Zanu. Sementara Aya menarik pinggangnya ke belakang.
Ia pun segera menurunkan tangan sambil mengurut kepala, lantas menyimpan belatinya kembali. Aya, Zanu, Leon, dan Vernon, mengembuskan napas lega. Mereka langsung terduduk lemas di tempat.
Vanya ikut duduk, mereka membentuk lingkaran kecil di lantai UKS. "Maaf, Non. Saya gak maksud," lirihnya pelan.
Vernon tersenyum, menatapnya lembut. "Gak apa, Ai, untung aku sigap." Ia tertawa kecil kemudian.
"Ngomong-ngomong, apa saja yang terjadi?" tanya Vanya, raut wajahnya bingung, tidak sadar mengapa sudah seperti tadi.
Aya pun menggenggam lembut bahu sahabatnya itu, menatap penuh perhatian. "Tadi di taman, Anda pingsan. Terus kami bawa ke UKS. Ada kali tiga jam-an Anda tiduran di sana." Ia menunjuk ranjang dengan dagu. "Selanjutnya Vernon yang tahu. Soalnya saya tadi lagi salat Zuhur, Zanu dan Leon beli makanan."
Vanya menoleh, memandang pria di hadapannya serius.
"Aku tadi lagi duduk di samping tempat tidur. Tiba-tiba badan kamu bergetar hebat, kedua tangan mencengkeram erat seprai. Aku kaget dan langsung berdiri." Vernon menghentikan sejenak ucapannya. "Seketika dengan pergerakan yang cepat, kamu bangun sambil megang belati dan nyerang aku. Walau matamu masih terpejam erat, tetapi tenagamu sangat kuat. Untunglah mereka segera datang dan membantu. Itu pun kami kesulitan nahan tangan kamu, Ai," terangnya.
Zanu membuka suara, "Apa kamu sering seperti ini, Dik?"
Vanya memegangi kepala. Rasa sakitnya sudah berkurang. "Tidak, hanya ketika saya terlalu sedih." Ia mendecih. "Gara-gara nyanyi lagu itu, tiba-tiba saja teringat semua."
Seketika hening. Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing. Ingin sekali bertanya, tetapi takut salah dan malah memperburuk keadaan.
"Hm ... apa kamu ingin menceritakan sesuatu, Van?" tanya Leon ragu. "Tidak masalah, jika tidak ingin. Hanya saja, untuk mengeluarkan sedikit beban di hati."
KAMU SEDANG MEMBACA
INDICATOR OF LOVE (✔)
Teen Fiction[Sebelum baca, follow Setiga dulu sabi kali, ya.😎] Bayangkan jika saat ini kamu memiliki geng persahabatan yang terdiri dari dua cewek dan tiga cowok. Kalian sudah seperti keluarga dan selalu bersemangat untuk memecahkan kasus-kasus yang terjadi. N...