Leon memasuki toilet pria di sekolahnya dengan terburu-buru. Saat selangkah masuk, tiba-tiba ia terdiam dan mengamati sekitar. Hasratnya ingin segera buang air pun menghilang. Ia merasa ada sesuatu yang aneh. Matanya menyisir teliti. Pencahayaan remang-remang dan sepi sekali. Ia menatap tiga pintu yang berjejer, dan mengernyit ketika melihat ada dua pasang kaki di satu toilet paling ujung.
Ah, instingnya dan keberuntungan—entah kerugian—untuk mengetahui suatu fakta secara tidak disengaja. Itulah alasan mengapa ia ingin menjadi detektif, seperti yang pernah disampaikannya kepada Vernon waktu itu. Ia mendekat, berjalan hati-hati. Terdengar erangan pelan, dan suara-suara pelan yang melemah. Bau asap rokok pun menyeruak. Ia pun bersembunyi di sebelah toilet.
Tiba-tiba pintu toilet terbuka, menampilkan punggung dua orang pria yang berjalan menjauh. Ia mengernyit. Kafhi dan Jabal? Setelah dirasa aman, ia memasuki toilet bekas dua orang petinggi OSIS tersebut. Aneh saja, untuk apa dua orang pria berada di dalam satu toilet? Ia mengamati dengan teliti setiap inci di dalam toilet itu. Bau rokok masih menyeruak.
Leon melotot kaget ketika mendapati suntik di sudut toilet tersebut. Ada juga botol bekas minuman berenergi. Ia mendengar suara telapak kaki menuju toilet. Dengan segera, ia masuk dan bersembunyi di toilet sebelah.
"Bodoh kamu, Kaf. Untung belum ada orang."
"Eh, santai, dong. Udah aman, 'kan, nih."
"Ekstasinya mana, Kaf? Jangan-jangan kamu buang."
"Ini di saku bajuku, Bal. Rokok kamu taruh di mana?"
"Aman, saku celana. Yuk, cabut!"
Samar-samar suara orang keluar pun terdengar. Leon masih hening di dalam toilet. Ia perlahan membuka pintu, dan mengamati sekitar. Berjalan kembali ke toilet bekas Kafhi dan Jabal. Ia memeriksa sekitar, sudah tidak ada lagi suntik dan botol tersebut.
Ah, mereka harus diselidiki.
***
Leon memasuki kelas dan tersenyum segan kepada guru yang mengajar. Ia bergegas duduk di kursi.
"Sst ... Bapak Singa, tadi Anda ngeluarin batu?" bisik Vanya sambil memutar kepala sedikit ke belakang. Takut ketahuan guru mengobrol.
Leon tampak bingung. "Ha?"
Aya menoleh ke arah Leon, dan berucap pelan, "Maksud Vanya, kenapa Anda lama sekali di toilet?"
"Oh ... tadi ada sesuatu, Ya."
"Sesuatu apa?" tanyanya berbisik.
"Nanti jam istirahat aku ceritain, Ya."
"Hm, Anda gak apa-apa, 'kan?"
Leon tersenyum kecil. "Santai aja, Ya. Aku gak apa-apa, kok."
Aya tersenyum lega mendengar jawaban pria itu.
"Iya, anggap aja saya arwah penasaran," omel Vanya, karena merasa diabaikan.
Leon pun menoyor pelan kepala Vanya. "Ganggu aja, Turunan jin."
***
Aya, Vanya, Zanu, Vernon, dan Leon, sudah duduk melingkar. Mereka sedari tadi serius mendengarkan Leon yang bercerita. "Kalau belum mereka pindahin barangnya, ada di saku baju Kafhi dan saku celana Jabal."
Semua orang di sana tampak diam dan berpikir. Cukup kaget jika ternyata dua petinggi OSIS tersebut terlibat.
"Biar saya yang cek. Bakal saya ambil sendiri buktinya," ungkap Vanya yakin.
KAMU SEDANG MEMBACA
INDICATOR OF LOVE (✔)
Teen Fiction[Sebelum baca, follow Setiga dulu sabi kali, ya.😎] Bayangkan jika saat ini kamu memiliki geng persahabatan yang terdiri dari dua cewek dan tiga cowok. Kalian sudah seperti keluarga dan selalu bersemangat untuk memecahkan kasus-kasus yang terjadi. N...