9. Hello, I'm Ailee

199 44 29
                                    


Jangan kaget!

Semoga paham. 😄 Karena konfliknya mulai cerah. 😀



Bismillah dulu.



Selamat membaca .... 😇

*****

Kedua remaja itu terdiam hampir sepuluh menit. Mereka sama-sama hanyut ke dalam suasana yang sangat indah di hadapan mereka—hamparan padi hijau nan luas dibingkai pegunungan berhias awan, serta angin sepoi-sepoi.

Leon merasa bahwa sesekali ia harus membawa ibunya ke sini agar turut merasakan kebahagiaan yang sederhana ini. Ibu yang selalu bekerja keras demi masa depannya, hingga lupa untuk memanjakan diri sendiri.

Berbeda dengan Vanya. Ia tak memikirkan apa pun, kecuali menikmati suasana ini sebaik-baiknya. Hingga ia baru tersadar, bahwa ia harus segera pergi menemui ayahnya.

"Leon, gak berniat pergi?" tanyanya sambil menoleh ke arah sahabatnya itu.

Lamunan Leon buyar. "Oya! Aku harus segera pulang. Ibu pasti nungguin." Ia berdiri refleks. "Kamu mau mampir ke rumahku, Van?" tawarnya.

Vanya ikut berdiri. "Tawaran yang menarik, tapi lain kali aja, ya. Lagian Anda pasti sibuk, 'kan? Nah, saya juga."

Leon tersenyum kecil. Benar juga. Ia harus menolong ibu membuat kue. Ada orderan 200 kue cokelat kukus untuk nanti malam. "Kamu gimana pulangnya, Van?" tanyanya sambil berjalan menghampiri sepedanya, diikuti gadis itu.

"Gampang, udah pesan ojek online nih." Ia terlihat sibuk dengan ponsel.

"Oo ... syukurlah. Aku temenin sampai bang ojeknya datang."

Vanya tersenyum membalas ucapan Leon. Mungkin lima menit lagi yang ditunggu itu akan datang.

"Van, kamu serius sama Vernon?" tanya Leon tiba-tiba. Sebenarnya sudah pasti jawabannya tidak. Namun, ia benar-benar ingin mendengar langsung dari gadis itu. Masalahnya adalah sahabatnya yang satu ini tidak mungkin bisa serius suka sama cowok karena sangat tidak memedulikan perasaan. Ya, dia tidak pernah memakai perasaan ketika berhubungan dengan hal-hal tersebut. Bahkan awalnya ia sangat heran, mengapa ada manusia seperti Ailee Zevannya J? Cerdas, terkenal ramah dan baik, tetapi ternyata suka mempermainkan? Berbeda dengan sahabat wanitanya yang satu lagi, si Aya. Walau Aya punya banyak pacar dan gebetan, sialnya dia memakai perasaan. Hingga akhirnya terluka sendiri.

"Enggak!" jawab Vanya tegas. "Lagian Vernon itu sa-ha-bat. Ya, kalau sahabat mah, sahabat aja."

"Poor Vernon, save Vernon," ungkap Leon sambil menggeleng takjub setelah mendengar jawaban gadis itu. Pasalnya, walau Vernon belum terang-terangan mengakui, dirinya dan Zanu tahu jika pria itu memiliki perasaan kepada manusia gila yang satu ini. Ah, sebenarnya Vernon juga yang gila. Sudah tahu Vanya begitu, bisa-bisanya suka. Masa bisa termakan dengan pencitraan gadis itu.

"Emangnya kenapa?"

"Kalau dia baper gimana? Kan kasihan."

Alis Vanya menyatu, ia pun tertawa. "Ha-ha, ya, gak mungkin banget. Dia kan tahu saya yang sebenarnya. Memangnya dia bego?" Namun, tiba-tiba ia berpikir sejenak. "Hm, tapi bisa jadi, sih. Anda yang tahu Aya kayak gitu aja, bisa suka, 'kan?"

Embusan napas berat terdengar. Leon menggerutu, sekarang malah dirinya yang dibawa-bawa. "Walau kedua sahabat wanitaku ini ajaib-ajaib, tapi kalian itu sebenarnya luar biasa baik, kok. Kalian hanya belum menemukan dan merasakan bagaimana cinta yang sejati. Makanya begitu. Ntar kalau udah mentok, paling bakal lebih parah dari bucin!"

INDICATOR OF LOVE (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang