13.

54 7 0
                                    

09.45
Karina POV

Enghhh!! Ini terlalu pagi untuk saya bangun. Semalam betul-betul drama yang panjang. Ku putuskan tak bersekolah hari ini. Tubuh ku remuk dan sakit semua. Sewaktu ku pulang juga, rumah sudah rapi kembali dan Mira sudah tertidur, jadi merasa bersalah karena meninggalkan dia terlalu lama. Oh iya di otakku ini sudah terkumpul seribu pertanyaan, hanya saja tak ada waktu yang tepat. Ku pikir Mira masih ada di bawah, ternyata dia sudah pergi ke hotel. Saya memang jarang sekali pergi ke hotel itu, mungkin bisa di hitung jari.

Ngomong soal hotel, jadi teringat bagaimana dulu aku membangunnya bersama oma. Oma meninggal kurang lebih sudah hampir 4 tahun lalu. Hotel itu ada sejak umurku 13 tahun, sudah terhitung 6 tahun. Kenapa saya berani bilang kalau hotel itu milikku? Karena tak ada campur tangan juga campur uang dari papa di dalam sana. Dulu Oma memberiku 500 won, katanya ‘ Uang ini tak boleh habis, tapi harus bertambah’. See? Betapa cerdasnya seorang Hwang Karina.

Bermalas-malasan di kasur itu nyaman sekali. Saat ku sadari kalau ini sudah mau menjelang pukul 10 pagi. Kakiku turun beranjak menuju kamar mandi dan melakukan ritual pewangian diri. Saya baru ingat kalau Ye-jun masih di rumah sakit, dan pasti Ye-jun tidak di temani siapa-siapa sekarang. Dengan penuh rasa tanggung jawab, kuberanikan diri langsung menuju penjual makanan dan buah, setelah itu menuju rumah sakit.

Karena mobilku masih disekolah, dan cukup malas pergi ke sana. Terpaksa harus memakai motor yang rempong itu. Jalanan jam segini ternyata seru juga, sepi tapi menantang. Lama tak ugal-ugalan seperti ini, rasanya lepas. Beban ku di bawa hempas oleh angin. Kadang diriku berterima kasih kepada angin yang dengan baik hati, membawa rasa bebanku terbang bersama angan. Setelah membeli beberapa makanan sehat untuk Ye-jun saya langsung menuju rumah sakit. Helmku ku bawa masuk, takut ada yang ambil, ini hadiah dari mama.

Tok!tok!tok!

“Ye-jun saya masuk” Tanpa ragu ku munculkan kepalaku di balik pintu. Sebagai sopan santun karena orang di kamar ini tak menjawab. Dan demi apapun, wajahku merah semu mendapati dua orang perempuan yang juga menoleh ke arahku. Siapa perempuan itu.

“Masuk nak” ujar wanita yang kelihatan lebih tua?

Akhirnya ku putuskan untuk masuk, tanggung jika malu setengah-setengah. Saya menunduk hormat kepada orang didalam, ku lihat Ye-jun tersenyum mengejekku? Anak itu selalu membuat ku kesal dengan ekspresi wajahnya.

“Ohh jadi ini gebetan kamu Jun” Bisa ku tebak dia adalah mama Ye-jun. Setelah mengatakan itu dan membuatku jadi salah tingkah, tiba-tiba mama Ye-jun memelukku dan mengusap-usap daguku layaknya anak kucing. Aku jadi geli dan tersenyum sendiri.

“Bunda jangan di gituin, kasian Karinanya” ujar Ye-jun setelah puas melihatku jadi anak kucing

“Abisnya bunda seneng, liat anak bunda punya pacar cantik gini?”

Hm? Apa katanya barusan?

Tuhan tolong selamatkan ku dari situasi ini. Mungkin pipiku sudah seperti udang rebus. Ye-jun dengan perempuan di samping hospital bad nya terus menertawai ku dan membuatku semakin malu. Tidakkah saya di suruh duduk? Kakiku mulai lemas di goda seperti itu.

“Tante, saya cuman mau bawa ini” Kataku menyodorkan satu kantong makanan yang ku beli tadi. Mama Ye-jun menerimanya lalu menarik ku untuk duduk di kursi samping hospital bad. Di depanku ada anak manis perempuan yang entah siapa.

“Kakak teh anak geng motor cantik yah?” aku tertegun mendengar pertanyaan anak itu. Seketika aku melihat penampilanku yang memang seperti anak nakal.

“Hm? Ngak kok saya suka aja pakai pakaian ini” jawabku bingung mau menjawab apa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Hm? Ngak kok saya suka aja pakai pakaian ini” jawabku bingung mau menjawab apa

“Gakpapa tau dek. Biar gitu juga tetep cantik kok” Ucap Ye-jun yang langsung mendapat tatapan elang ku

“Heem kak, manis” pujinya. Jantungku sudah  berdebar lebih cepat sekarang

Merasa tak sopan kalau tak menggubris, saya cuman senyum dan bilang “Terima kasih, Kamu juga”

Ye-jun terlihat puas dengan ini semua. Dia membuatku malu dan bahkan sangat malu, bisa-bisanya dia bilang saya pacarnya, padahal baru kenal kemarin. Memangnya laki-laki begitu yah?

“Kamu ngak sekolah?” Tanya Ye-jun

“Ngak tadi pagi telat” jawabku

- - -

Sudah hampir pukul 15.00. Bunda Ye-jun sudah pulang 2 jam yang lalu, dan menyisakan diriku dan Ye-jun. Ohiya, bunda Ye-jun sendiri yang memintaku memanggilnya dengan sebutan bunda.

Ternyata tadi itu adiknya Ye-jun, dia manis dan berhati mulia, kami bermain tadi. Keluarga Ye-jun sangat asik dan manis, tak terasa bagaimana jika mereka sedang kumpul keluarga. Saya tiba-tiba merindukan mama. Sudah sebulan ini saya tak tahu kabarnya, kurasa yang menghilang bukan diriku tapi mereka berdua. Mama dan papa yang sangat ku sayangi.

Bahasa ku memang kaku. Oma selalu mengajarkanku jadi beda dan berkelas. Jadi perempuan berwibawa itu selalu menyenangkan. Dari saya mulai pandai berbicara sampai sekarang saya tak pernah berbicara “lo” dan “gw”. Apa? Mau bilang “itu barusan kamu bilang” tidak itu hanya perumpamaan. Saya tahu isi otak kalian. Ye-jun tertidur nyenyak, jujur ketika mata Ye-jun tertutup pemandangan yang kalian dapat adalah pemandangan yang tenang.

Karena saya tak tidur, akhirnya kuberikan diri untuk duduk di samping Ye-jun yang terlelap. Ku pandangi wajah itu, kenapa hati ku menghangat kalau menatap mukanya? Kenapa dia terlihat seperti malaikat ketika tidur? Tapi tak lupa dia mirip iblis kalau bangun. Hah itu lucu hingga baru saja air mataku menetes lagi dan lagi. Kenapa saya sangat lemah. Tidak, semakin ku tahan semakin jadi juga tangis ku, jadi ku biarkan saja menetes. Apa ada yang lebih menderita dariku di luar sana? Kalau iya pertemukan, saya ingin belajar darinya.

“WO—i” Suara Jisung tiba-tiba menggema membuat lamunanku hancur, dengan cepat ku seka air mataku lalu berdiri untuk memberi tahunya kalau Ye-jun sedang tidur, dia baru saja membuat bising.

“Sekolah ngak jagain cowok iya” Jisung kan ketua kelas wajar dia ucap seperti itu. Saya hanya diam dan duduk di kursi panjang dalam ruang inap itu. Jisung mengambil handuk dan mandi. Setahuku Jisung itu orang yang cukup dingin, jarang berbaur dan temannya hanya terhitung jari, sejak kapan ia berteman dengan Ye-jun sampai se dekat ini.

Selepas Jisung mandi, saya melihat makanan yang ia bawa tadi, ada dua box mungkin itu untuk dia. Jadi ku siapkan saja untuk langsung ia makan. Lalu mengupas satu jambu yang ada di meja itu. Jisung melempar handuk di sofa lalu duduk langsung makan tanpa saya persilahkan, dasar minus sopan santun.

“Kebiasaan deh” Saya tak suka ruangan yang berantakan, Jisung yang melempar handuknya di sofa harus membuatku turun tangan menjemurnya.

ku rasa tangan ku seperti di tarik seseorang ternyata itu adalah Jisung, dia menarik ku duduk kembali ke sofa  dan berkata

“Sini bun makan sama ayah, satu kotak lagi buat Ye-jun soalnya” HEOLL???!!! ANAK INI GILA

DWEMAWCTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang