16. Hari pertama

1.4K 113 29
                                    

Normal pov...

Suasana pagi ini di ruang makan keluarga Pratama sangat sepi walaupun banyak orang di sana.

Yang belum bergabung bersama mereka di ruang makan adalah sang putra sulung, tak lain dan tak bukan Muhammad Zelvin Fatahilah Putra Pratama.

"Adeffa, mana Zelvin?" Pertannyaan dari sang sesepuh keluarga. Siapa lagi kalau bukan Rico Pratama.

"Masih di kamar kek, biar Adeffa panggil buat sarapan" Adeffa sudah berdiri dari duduknya dan akan melangkah pergi memanggil sang suami.

"Maaf tuan besar, tuan muda Zelvin baru saja berangkat ke kantor" ucap salah satu maid di sana. Adeffa yang mendengar itu langsung duduk kembali di kursinya.

"Baiklah kalau begitu, kalian harus pulang saat makan siang untuk makan masakan menantu baru keluarga Pratama" ucal Ratu. Ini adalah salah satu kebiasaan atau bisa di sebut ritwal dari keluarga Pratama saat ada menantu perempuan baru di keluarga mereka.

"Apa Kak Zelvin tahu akan hal ini?" Abyan bertanya sambil menyeruput kopi nya.

"Dia sudah tahu, jadi dia akan datang" Amalia yang menjawab karena semalam dia sudah memberitahukan hal ini lebih awal pada cucunya.

Satu persatu dari mereka meninggalkan ruang makan dan menyisakan Zelyn, Zeina, Adeffa, Ning Delia, dan Alea.

"Kalian kalau mau masak harus belanja di tukang sayur, bentar lagi juga lewat" Zeina berkata dengan judes, setelah mengatakan itu ia pergi meninggalkan saudara dan kakak iparnya.

"Maafin Zeina, dia lagi PMS, kalian nggak perlu ketukang sayur, suruh aja pelayan yang belanja" Zelyn tersenyum ramah pada kakak ipar dan adik iparnya.

"Iya kak Lea maklum, Kak Zeina beda banget setelah nikah sama Kak Abyan" kata Alea yang sedikit merasa heran dengan perubahan sikap Zeina.

"Udah nggak usah di pikirin" balas Zelyn sambil mengibaskan tangannya.

"Aku permisi" Adeffa pamit dan segera pergi dari sana.

Adeffa tak merasa nyaman dirumah ini, sebelum ia memasuki kediaman ini ia sudah bermimpi dan memiliki firasat buruk, dalam mimpi nya ia melihat tumpukan uang di halam depan rumah kediaman Pratama. Dan hal itu adalah pertanda buruk bagi Adeffa.

Normal pov end....






Adeffa pov...

Aku tengah duduk di ayunan yang berada di halaman depan kediaman Pratama.

Sedang apa aku duduk di sini sendirian?

Melamun memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Firasat ku tidak enak, tapi aku tidak tahu pasti apa yang mengganggu hatiku dan apa yang akan terjadi kedepannya.

Pastinya yang akan terjadi adalah hal yang buruk dan aku hanya bisa menebak tanpa tahu kebebasannya. Ini barulah awal dan belum akhir.

Aku melihat wanita paruh baya yang sedang berjalan ke arah gerbang. Aku segera menghampiri wanita paruh baya itu.

"Bik"

"Iya non"

"Bibik mau kemana? Adeffa boleh ikut?"

"Bibik mau ke tukang sayur, Non Adeffa nggak usah ikut, biar bibik aja, Non Adeffa mau beli apa?"

"Nggak usah bik, Adeffa bakal lebih seneng kalau beli sendiri"

Setelah membujuk bibik akhirnya dia mengizinkanku untuk ikut dengannya ke tukang sayur. Sebenarnya aku bingung mau masak apa.

"Udah ludes sayurnya kang?"

White ThreadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang