DUA PULUH SEMBILAN

34 6 0
                                    

vote nya masih ditunggu ya, biar makin semangat nulisnya.

***

Shella duduk di pinggir danau, memandang air yang begitu tenang. Memikirkan semua kata-kata yang diucapkan Davian barusan.

Masih tak habis pikir dengan keadaan yang dia alami ini. Hidup sendirian, dibenci dengan ibunya, dan kini sosok cowok yang selalu ada untuknya itu perlahan menghilang hanya karena sebuah kesalahpahaman.

Shella merasakan tepukan dibahu kirinya membuatnya meringis. Shella menoleh dan mendapati Aqil yang kini ikut duduk di sebelahnya.

"Kenapa? Kok menyendiri?" tanyanya.

"Gak papa, kak. Cuma mau kena angin aja" kekeh Shella.

"Emangnya ditenda gak ada angin?"

"Ada, sih. Cuma rame. Lagian tadi gue abis dari toilet jadi mampir aja kesini. Lumayan adem" Shella tersenyum menatap air danau yang tenang.

Suasana kembali sunyi. Sepi.

"Lo gak papa, Shel?" Tanya Aqil.

"Gak papa, Emangnya kenapa?" Aqil berdeham.

"Katanya kalo cewek sendirian artinya dia lagi sedih." Shella tertawa.

"Denger darimana lo? Hoax itu sih" Shella terbahak. Aqil malu sendiri

"ya, maksud gue, kalo lo mau nangis ya nangis aja mumpung tempat sepi. Kalo lo mau lebih sepi juga gue bisa cabut."

"Lah jangan cabut kalo gitu. Males sendiri. Creepy tempatnya." Shella bergidik membuat Aqil tersenyum.

"Lagian gue bingung, masalah yang mana yang harus gue tangisin. Sangking banyaknya masalah gue" Shella tertawa kecil.

Lagi-lagi Aqil tersenyum. Sedikit terpesona dengan wajah manis Shella yang terlihat tulus. Shella yang mengenakan Jaket dan kaos putih didalamnya terus tersenyum. Aqil tahu itu senyum penuh luka. Ia ingin sekali mendengar cerita Shella, tapi apa dayanya yang tidak bisa mendengarnya karena bukan siapa-siapa.

Sejujurnya ia tadi melihat Davian yang membentak Shella didepan toilet. Ia ingin mengikuti mereka, tetapi dilihatnya Kiara sudah basah kuyup. Jadi ia terpaksa mengantar Kiara ke tendanya terlebih dahulu.

"Gue emang gak tau kalian ada masalah apa, tapi gak seharusnya Davian bentak lo di depan toilet tadi"  Shella menautkan alis bingung.

"iya, tadi gue liat kalian didepan toilet, tapi gue cabut buat ngurusin Kiara. Gue bingung juga sih kenapa dia kuyup gitu."

Shella mengangguk dan ber oh ria. Syukurlah dia tidak melihat kekasaran Davian tadi.

"Biasa, Salah paham aja, kak. Udahlah gak usah dipikirin." Shella terkekeh.

Aqil melihatnya menjadi ikut tersenyum dan tanpa sadar merangkul Shella, dan menepuk-nepuk bahu Shella. Shella meringis. Dengan reflek ia melepas rangkulan Aqil dan langsung memegang lengan kirinya.

"Kenapa , Shel?" Tanya Aqil bingung.

Shella melepas Jaketnya untuk melihat Lengan kirinya. dan menggulung kaos putih yang sudah tembus darah itu. Shella meringis.

Aqil langsung melihat ke lengan kiri Shella yang terluka. "Ya ampun, Lo luka?" Tanya Aqil khawatir.

"duh, jahitannya kebuka." Ringis Shella sambil memegang lengan kirinya.

"Ayo ke tempat Medis di tenda"

***

Dokter langsung pergi setelah menjahit luka Shella yang terbuka.

"Lo dapet luka itu kapan?" Tanya Aqil yang menemani Shella di UKS darurat itu.

"Baru kemarin, kak."

"Kenapa lo gak bilang kalo tangan lo luka?" tanya Aqil mengintimidasi.

"Ngapain bilang ke lo? ke Davian aja engga."
Shella merutuk mulutnya yang keceplosan itu.

"Davian gak tahu?"

"gue belom sempet cerita tadi dia udah keburu marahin gue."

"Kenapa dia marahin lo? Emangnya lo bikin apa?" pertanyaan Aqil membuat Shella terpaksa cerita kejadian tadi.

"ya gitu, Dia gak percaya sama gue dan lebih percaya Kak Kiara. dan tadi dia nyeret gue juga dilengan kiri yang luka ini, jadi kebuka jahitannya. Udahlah, kak. jujur gue males ceritanya."

Aqil mengepalkan tangannya. Bagaimana Davian sekasar itu pada gadis yang ia suka? Aqil sudah mengancamnya untuk tak menyakiti Shella. Tapi, sepertinya Davian mencari ribut dengannya.

"Kak."  Aqil menoleh dan menaikan kedua alisnya.

"Gak usah bilang apa-apa ke dia. Please, ya"

MY ANNOYING BAD BOYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang