S E B E L A S ✓

116 13 0
                                    

Vote!!

***

Angin menerpa rambut ku saat Davian membuka pintu berkarat, suara mesin kendaraan berlalu-lintas masuk ke telinga ku.

Davian menurunkan ku dari gendongannya. Bulir keringat tampak membasahi pelipisnya. Aku mengelap keringat nya menggunakan dasiku.

"Thanks, ka. Btw ngapain kita kesini?" Ucap ku sambil menatap sekeliling.

"Ya.. gatau juga. Lo keliatan banyak pikiran." Ucap nya sambil berjalan ke pinggir rooftop. Ya, kami sedang di rooftop.

"Kalo gue banyak pikiran biasanya gue kesini, rasanya seolah lepas kebawa angin. Walaupun gak bener-bener bisa ngilangin masalah gue, tapi seenggak nya cukup lah untuk nenangin diri" lanjut Davian sambil mengeluarkan dan  membakar sepuntung rokok.

Aku mendekat dan duduk di sebelahnya. "Lo pindah aja sana, gue lagi ngerokok malah di samperin." Usirnya bahkan sebelum aku mengeluarkan kata-kata ku.

"Lo ngerokok biar apa?" Tanya ku tak menghiraukan usirannya.

Ia mengedikan bahunya "gue ngerasa lebih tenang aja"

"Gue minta satu batang boleh, gak? Biar gue tenang" ucap ku seraya mengambil bungkus rokok yang ada di sebelahnya. Tetapi dengan cepat Davian merampas nya kembali.

"Lo gila?! Bahaya tauuk"

"Gue gak gila, Lo tuh yang gila. Udah tau itu bahaya, tapi masih aja di isep. Buang, gih. Bahaya buat kesehatan Lo."

Ucap ku membuat dia termenung. Kuharap dia memikirkan kata-kata ku tadi. Entah mengapa aku bisa berkata seperti itu, aku jadi merasa seperti seorang ibu yang memarahi anaknya ketika main ke sawah tanpa izin.

Tiba-tiba Davian mengangkat kepalanya dan melempar rokoknya yang masih setengah. Ia menengok ke arah ku dengan muka menyebalkan nya itu.

"Lo perhatian juga ya sama gue. Udah mulai sayang ya?"

Tuhkan nyebelin banget. "Idih, udah gila lo ya?" Aku cukup sebal sama manusia ini, atau bahkan dia tak bisa aku sebut manusia seperti nya.

Davian tertawa geli mendengar jawabanku, aku tertular. Entah mengapa melihat senyuman nya membuat hati ku menghangat. Manis juga ya, batin ku berkata.

Aduh shel, apa-apaan sih Lo. Jangan lupain sifat iblis nya, sifat nyebelinnya, yang selalu bikin Lo emosi, yang bikin Lo nyaman. LAH KOK NYAMAN. APAAN BANGET SIH. tapi iya sih, gue nyaman.

"Btw, Lo kenapa tadi di kantin?" Pertanyaan yang terlontar dari mulut Davian membuat lamunan ku buyar.

"Hm... Enggak papa, kok, kak" jawab ku.

Angin berhembus menerpa wajah ku seolah menambah kesedihan ku. Aku menatap langit yang mendung seolah mendukung suasana ini.
Mata ku berkaca-kaca. Satu persatu bulir air mata ku jatuh. Aku menutup wajah ku mencoba memelankan isakan ku. Aku tahu Davian mendengar tangis ku.

Aku masih tidak ingin bercerita tentang apapun yang terjadi pada ku. Tiba-tiba sebuah rangkulan mendarat di bahu ku dan lama kelamaan berubah menjadi sebuah dekapan yang hangat.

Aku menangis sejadi-jadinya, entah mengapa rasa nya seolah beban ini harus ku bagi kepada Davian.

Davian mengelus-elus kepala ku, mencoba menenangkan. Ya, terbukti, tangis ku mulai mereda. Benar katanya, beban ku seolah terbang terbawa angin.

Ku mendongak menatap wajah Davian yang membuat ku tenang.

Sepertinya, aku mulai jatuh hati pada manusia menyebalkan ini.

***

Vote yuk!

MY ANNOYING BAD BOYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang