PDS 9

12K 1.6K 29
                                    

Hi guys!!

Aku tepatin janji aku nih!!

Karna cuma dijanjiin tanpa bukti tuh nggak enak.

So jangan lupa vote dan komen!

Biar aku semangat up. Karna support dari kalian itu yang bikin aku semangat. Kiw

Happy reading!!!

***

Kring kring

Bunyi alarm yang kesekian kalinya mengganggu tidur nyenyak seorang Reyfan. Reyfan mengucek matanya dan kemudian mulai terbangun dari tidurnya. Tangannya memencet asal alarm di nakas sampingnya.

"Apaan, sih?! Masih pagi-pagi buta udah ganggu tidur aja," gerutu Reyfan. Kemudian, ia melihat jamnya berniat menengok pukul berapa saat ini.

"LAH, ANJIR! UDAH JAM SEPULUH. INI MAH GUE UDAH KESIANGAN, NANTI KALAU GUE DIPECAT GIMANA?" Reyfan kalang kabut sendiri. Rasa panik menjalar ke seluruh tubuhnya hingga menggetarkan detak jantungnya.

Dengan terburu-buru Reyfan berganti baju, tanpa mandi. Ia memakai asal sepasang jas yang tergantung rapi di dalam almarinya.

Setelah selesai, Reyfan berlari dengan sangat kencang menuju basement apartementnya. Ia mengendarai mobilnya dengan kebut-kebutan, tak memperdulikan segala umpatan pengendara yang tertuju padanya. Saat ini yang terpenting ia harus segera tiba di kantornya.

Reyfan turun dari mobil yang sudah ia tata rapi di basement perusahaan.  Pria itu kembali berlari memasuki lift, menghiraukan semua orang yang telah menyapanya.

Mati gue kalau sampai dipecat. Batin Reyfan panik.

Lift telah terbuka. Kini Reyfan sudah sampai di lantai yang terdapat ruangannya. Reyfan membungkukkan badannya dan menaruh kedua tangannya di lutut sebagai topangan tubuhnya.

"Lo kenapa, Fan?" tanya Raden heran dengan alis menyatu.

Reyfan tak langsung menjawab. Nafasnya kali ini sedang tersendat-sendat. Padahal ia rajin berolahraga, tetapi entahlah, mungkin ia bisa seperti ini karna rasa panik yang menjalar di tubuhnya. "Gu–ue host, terlam–bat, host." Reyfan membalas pertanyaan Raden dengan susah payah.

"Lah trus kenapa pakek acara lari-lari?"

Setelah nafasnya teratur kembali, Reyfan menegakkan tubuhnya. "Ya gue takut dipecat, lah, bego!"

Dasar tidak berguna. Temannya telat takut dipecat malah banyak hanya. Batin Reyfan dongkol setengah mati. 

Raden berdeham singkat menjadi salah tingkah. Sebenarnya bos sekaligus sahabatnya ini benar-benar pintar, nggak, sih? Kok Raden jadi ragu. "Ehm, lo kan bosnya, ya kalau lo telat, lo nggak mungkin di pecat, lah! Siapa juga yang berani mecat lo?" 

Sebentar-sebentar, Reyfan sepertinya melupakan sesuatu. Pria itu mendesah lelah kepada dirinya sendiri. "Lah, iya. Kenapa gue buru-buru, ya? Kan gue bos nya," guman Reyfan mengumpati dirinya sendiri yang terlihat sangat bodoh di depan sekretarisnya. Untung saja sekretarisnya sahabatnya sendiri, kalau tidak, ia pasti akan merasakan teramat malu.

"Nah kan, disini yang kelupaan siapa?"

Reyfan menunjuk dirinya sendiri. "Gue."

Raden tersenyum puas saat Reyfan membalas pertanyaan. "Jadi di sini siapa ynag yang bego? Gue atau lo?"

"Gue."

Reyfan melotot mendengar jawabannya sendiri. "Lo ngatain gue bego, hah?!"

Melihat bosnya marah, buru-buru Raden memasuki ruangannya dengan cekikikan.

Pak dosen sedeng [Telah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang