PDS 57

5.1K 944 164
                                    

Hi guys

Besok senin, jangan lupa belajar yaw! Dan jangan lupa tinggalkan jejak kalian dengan cara vote dan komen, thank youuu

Happy reading!!!

***

Aletta meraba-raba bagian samping dengan mata yang masih tertutup rapat. Satu kata, kosong. Segera dia membuka matanya lebar-lebar dan langsung menatap slot kasur di sampingnya yang memang kosong.

Wanita itu terduduk memejamkan matanya sekejab, guna menghilangkan rasa pusing yang menjera kepalanya. Bibir mungilnya tergerak memanggil seseorang yang entah mulai kapan sangat disayanginya. "Mas Reyfan!"

Tidak ada sahutan sama sekali dari si pemilik nama. Kening Aletta menukik heran, membuka kelopak matanya perlahan. "Mas Reyfan! Mas di dalam kamar mandi?" tanyanya, namun tidak juga mendapat balasan.

Dirampasnya satu ikat rambut dari atas nakas, mencepol rambutnya asal seraya turun dari ranjang. Aletta membenahi tatanan ranjang terlebih dahulu yang terlihat berantakan sampai salah satu bantal tergeletak di atas lantai begitu saja. Hm, ini pasti ulahnya, karna rasanya sangat tidak mungkin Reyfan bangun terlebih dahulu, dan tidak membenahi ranjangnya meskipun hanya setengah.

Aletta mendekati kamar mandi, berniat mengecek keberadaan suaminya. Dibukanya pintu, memasukkan bagian kepala saja, akan tetapi tidak ada orang sama sekali di dalamnya.

Oh, mungkin di bawah, pikirnya. Telapak kakinya berjalan turun menuruni tangga menuju area belakang rumah. "Mas Reyfan!" panggil Aletta kala sudah tiba di dapur. Sama sekali tidak ada balasan, menandakan jika hasilnya masih sama seperti awal.

Aletta kembali melanjutkan pijakannya ke halaman belakang rumah. Netra hitamnya mendapati Bi Ningsih sedang menyapu halaman belakang rumah sambil sibuk bernyanyi-nyanyi kecil.

"Hatiku telah patah, dan menjadi luka, korban dari keangkuhan cintaaa..."

"Inginku raih bulan, apalah day–" Nyanyian Bi Ningsih terhenti mendengar suara sang majikan bertanya.

"Bi, bibi liat Mas Reyfan nggak? Tadi di kamar pas Ale bangun, Mas Reyfannya udah nggak ada," tutur Aletta berjalan mendekat.

Bi Ningsih membalas seraya dengan gelengan kepala. "Waduh, saya nggak tau, Bu. Dari tadi saya tidak bertemu dengan Tuan Reyfan."

Bergumam mengerti, Aletta berterimakasih kembali berjalan masuk ke dalam rumah. Dia mengelilingi seluruh ruangan yang terdapat di rumah, tapi tak juga menemukan suaminya. Waktu masih menunjukkan pukul tujuh lebih sedikit, tidak mungkin kan jika Reyfan sudah berangkat ke kantor. Terlalu pagi untuk pergi ke kantor, sedangkan karyawannya saja belum bersiap, apabila berangkat.

Tiba di teras, Aletta bertanya kepada Pak Didik yang tengah membersihkan mobil hitam milik Reyfan di halaman rumah depan. Berjalan menghampiri beliau, guna bertanya. "Pak Didik!" panggilnya sudah berdiri di samping pria paruh baya itu.

"Eh, Bu," sapa Pak Didik balik, menaruh kanebo yang digunakan untuk mengelap mobil.

"Em, Pak Didik liat Mas Reyfan nggak? Dari tadi Ale cariin muter-muter di dalam rumah tapi nggak ketemu."

Sama halnya dengan sang istri, Bi Ningsih, Pak Didik juga menggeleng pertanda jika doa tak mengetahui dimana keberadaan Reyfan. "Maaf, Bu. Saya sendari tadi juga tidak melihat Pak Reyfan dimana," balasnya jujur.

Bahu tegap Aletta menurun kecewe. Dia mengangguk paham atas balasan Pak Didik, kemudian masuk ke dalam rumah.

Dirinya mendudukkan tubuhnya di atas ranjang, dengan posisi memeluk kedua lutut di depan dada. Bibirnya mulai bergetar diiringi isakan kecil yang keluar yang lolos dari sana. "Hiks... Hiks... Mas Re–Reyfan, hiks... Hiks... Mas pe–pergi kem–mana, hiks...," isak Aletta berderai air mata.

Pak dosen sedeng [Telah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang