PDS 39

8.9K 1.2K 276
                                    

Hi guys!

Kalau mau aku nanti malam up, banyakin komen dan vote ya!

Spam huruf 'A' disini

Happy reading!!!

***

Aletta sedang berkutat di dapur. Dia hendak memasak sarapan untuk dirinya sendiri dan juga suaminya. Kemarin, Bi Ningsih dan Pak Didik izin untuk pulang ke kampung dikarenakan anak mereka sakit. Jadi pekerjaan rumah dan semacamnya harus Aletta sendiri yang mengerjakan. Di rumah ini, sekarang hanya dihuni oleh dirinya beserta Reyfan.

Bawang dipotong olehnya tipis-tipis. Kehadiran sepasang tangan memeluk tubuhnya dari belakang membuat Aletta terkejut. Spontan, pisau di tangannya terjatuh ke lantai.

Si pelaku dengan gesit menarik Aletta agar kaki gadis itu tak terkena goresan pisau. "Hati-hati, Sayang!" peringat si pelaku, yang tak lian dan tak bukan adalah Reyfan.

Plak

Satu pukulan berasal dari istrinya, menimpa lengannya yang melilit. "Aduh, sakit, Yank!"

Tak merasa kasihan, Aletta hanya berdecak. "Ck, lebay. Lagian yang bikin saya kaget tuh bapak, jadi saya reflek ngejatuhin pisau." Tubuh Aletta memutar, menghadap sang suami. Melihat penampilan suaminya masih terlihat santai dengan kaosnya, dia berkacak pinggang. Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh pagi, namun bisa-bisanya suami ini belum mandi.

"Bapak belum mandi, ya?"

Reyfan mengiyakan polos, tak menyadari tatapan mematikan istrinya. "Belum, Yank."

Kekesalan Aletta bertambah, disaat suaminya sama sekali tak merasa bersalah. "Terus mau mandi jam berapa? Ini udah jam tujuh, bapak emangnya nggak ke kantor?"

Mengendikkan bahunya acuh, Reyfan duduk di kursi besi depan meja dapur. "Nggak ah, males."

"Ya nggak bisa gitu dong! Bapak kan waktu cutinya udah habis. Sekarang nggak mau tau, cepetan bapak mandi, terus berangkat ke kantor. Saya nggak mau punya suami yang orangnya pemalas. Bisa-bisa saya jatuh miskin kita nanti."

"Nggak akan."

Aletta kembali melanjutkan memotong bawang putih yang sempat ia tinggal tadi. "Nggak usah gitu! Orang nggak ada yang tau. Siapa tau besok perusahaan bapak bangkrut."

Tak ambil pusing, Reyfan membalas teramat santai. "Masih ada kampus milik aku."

"Milik papa, bukan milik bapak. Jadi nggak usah sombong," koreksi Aletta membernarkan. Suaminya ini kadang-kadang juga suka sombong.

Beranjak dari duduknya, Reyfan berdiri tepat di samping sang istri yang sibuk dengan bahan-bahan masakan hendak dirubah menjadi makanan siap makan. "Anak mama sama papa cuma aku, Yank. Jadi otomatis kampus itu bakalan jatuh ke tangan aku. Kalau nggak aku, mau siapa lagi?"

Tak ingin berdebat, tangan Aletta dihempaskan memilih mengalah. "Iya-iya, terserah. Pokoknya bapak harus ke kantor. Cepat, sekarang mandi!" titahnya.

Satu tangan Reyfan ditumpukkan di samping meja wastafel. Tatapannya menyorot dalam memandang sang istri. Jika seperti ini, istrinya itu terlihat bertambah cantik dan seksi. Rambut dikuncir asal, membuat beberapa helai terjuntai ke bawah. Tubuh mungil dibalut apron, dan juga wajah polos tanpa polesan make-up.

Dia memberikan syarat kepada istrinya. "Aku mau ke kantor, kalau kamu juga ikut aku ke kantor."

Mentah-mentah Aletta langsung menolak. Mengapa dirinya yang menjadi korban? Kan perusahaan itu milik suaminya, bukan miliknya. "Enggak. Apa-apaan! Kurang kerjaan banget ikut bapak ke kantor."

Pak dosen sedeng [Telah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang