PDS 54

5.9K 1K 150
                                    

Hi guys

Jangan lupa tinggalkan jejak kalian ya

Happy reading!!!

***

"Ayok, Al, cepet!" Lea meneriaki Aletta yang berlari pelan di belakangnya. Menoleh ke belakang sekilas, lalu gadis itu melambaikan tangannya seraya berhenti sejenak, dilanjut berlari.

Di belakang, Aletta ngos-ngosan mengatur nafasnya yang tidak stabil. Berhenti sebentar, membungkuk menumpu tubuhnya pada tangan yang memegang lutut. "Tungguin, Le!" teriaknya nyaring di sepinya koridor.

Merasa mendingan, Aletta hendak kembali berlari, akan tetapi mendadak seseorang memanggilnya dari arah belakang, membuat niatnya terurungkan. "Aletta!"

Deg!

Suara itu. Suara yang sangat familiar bagi Aletta, mengakibatkan tubuhnya berhenti kaku.

Lea yang juga mendengarnya pun segera membalikkan tubuhnya ke belakang. "Mamphus!" gumamnya.

Sesosok lelaki pemilik suara bass itu berjalan menghampiri Aletta yang masih saja tidak bergerak barang satu inci pun.

Gesekan antara alas sepatu dan lantai terdengar nyaring memenuhi koridor. Sangat takut, ingin meneguk ludah rasanya sangat sulit.

Sedangkan Lea melihat temannya yang sedang mati kutu di belakang, buru-buru membalikkan tubuhnya siap untuk kembali berlari.

"Lea, kemari!" titah lelaki tadi.

Gagal sudah rencananya. Sangat terpaksa, Lea memundurkan kaki kanannya yang sudah bertumpu kuat digunakan untuk berlari. Matanya tertutup sekejap, perlahan berjalan mendekat pada sang sahabat dan juga pria tadi.

"Kenapa lari-lari?" tanya sang pria datar.

"An–anu, Mas." Aletta gugup. Ya, pria yang dipanggilnya "mas" adalah adalah Reyfan. Pria itu memang sudah pulang dari luar kota sejak kemarin malam, dan di pagi harinya sudah harus mengajar di kampus.

"Kenapa lari-lari?"

Aletta menunjuk Lea di sampingnya. "Lea yang ngajak!"

Sontak Lea yang tadinya menunduk menatap ujung sepatu, seketika menegak membolakan matanya. "Loh, kok gue?!" tanyanya tak terima.

"Tadi kan lo nyuruh gue buat lari-lari, pengen cepet-cepet lihat siapa yang jadi dosbing kita."

Gantian Lea lah yang meneguk ludahnya kasar. Tangannya bergetar ketika sang dosen sekaligus suami sahabatnya ini menyorotnya seakan ingin mengulitinya hidup-hidup. "Tapi kan–seharusnya lo nolak."

"Kan lo maksa, masa gue nolak, sih?"

Reyfan menatap bergantian kedua perempuan di depannya tajam. "Udah tau lagi hamil malah lari-lari, nanti kalau debaynya kenapa-kenapa gimana? Kamu juga Lea! Udah tau sahabatnya lagi hamil malah diajak lari-lari, kalau anak saya kenapa-kenapa gimana? Kamu mau tanggungjawab?!" Tenang, namun Reyfan nampak sangat ketara menahan emosinya.

"Maaf, Mas."

"Maaf, Pak."

Sesudah mengatakan kalimat tadi, Reyfan berlalu dari depan mereka begitu saja, tanpa berpamitan pada sang istri terlebih dahulu.

Aletta menatap suaminya yang berjalan menjauh dengan resah. "Lo, sih! Nanti kalau Mas Reyfan marah gimana?"

"Lagian kenapa lo mau gue ajak lari-lari? Udah tau lagi hamil, bukannya nolak malah nurut aja." 

Sepasang sahabat ini memang sama-sama keras kepala, sehingga mereka tidak mau disalahkan, dan malah saling menuduh satu sama lain.

Kepala Aletta menunduk dalam. Matanya mulai berkaca-kaca, menatap Reyfan sekilas yang sudah hilang di belokkan depan. Kedua tangannya saling mengurut, resah. "Hiks... Hiks... Maafin mommy, ya, Sayang? Hiks... Mommy lupa kalau di dalam perut mommy ada kalian berdua, hiks... kayaknya daddy marah sama mommy hiks, mom–mmy harus gimana, hiks?" Tanpa diduga, tangis Aletta tersedu-sedu.

Pak dosen sedeng [Telah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang