PDS 29

7.3K 970 22
                                    

Hai, guys!

Jangan lupa vote dan komennya tinggalkan!

Happy reading!!!

***

Perjalanan dari vila keluarga Antariksa ke Tanah Lot ditempuh mereka selama satu jam.

Setibanya di tempat tujuan, dari ke-7 orang itu, hanya Lucas yang paling bersemangat. Rasanya ia tak sabar sekali untuk mengitari Bali.

Ceweknya cakep-cakep, uy. Batinnya, berharap bisa menemukan tambatan hati yang baru.

Di belakangnya, disusul oleh Alan dengan kacamata hitam bertengkar menutupi matanya. Pandangannya lurus ke depan, bersiap menebarkan pesonanya.

Cowok ganteng mau lewat, nih, pikirnya.

Rombongan itu pergi ke Tanah Lot hanya mengenakan pakaian santai. Contohnya Aletta. Gadis itu mengenakan kaos crop berwarna lilac dipadukan dengan celana jeans pendek sepaha. Sama halnya dengan sahabatnya, Lea juga mengenakan pakaikan serupa.

Diantara ketiga gadis itu, hanya Alin yang berbalutkan style berbeda. Anak dari tante Aletta itu seperti biasa, ia mengenakan dress selututnya. Sangat cocok dengan kepribadiannya yang polos.

Laskar bersuara memberi peringatan. "Kalau mau ngumpat dikurangi."

"Ngumpat? Ngomong kasar gitu?" Alan bertanya memastikan arti kata asing ucapan kakak sepupunya.

"Emang kenapa, Bang?" 

"Ini di Bali, bukan daerah kita. Kalian tau kan kalau adat-istiadat di Bali itu masih kental? Jadi, jaga sikap kalian. Hormati semuanya yang ada disini."

Otak Lucas mengerti maksud itu. "Oh, jadi maksudnya jaga sikap jangan ngomong sembarangan gitu? Kayak seumpamanya kita ceplas-ceplos main ngumpat gitu aja di tempat suci buat orang daerah sini, terus takutnya bakal terjadi sesuatu sama kita?"

Kakak Aletta membenarkan. "Pinter."

Cowok berkacamata hitam ikut menyeletuk. "Tumben pinter, Cas." Jarang sekali ia melihat Lucas dengan otak encer seperti ini. Bahkan, mungkin bisa dikatakan belum pernah melihat.

"Baru juga dibilangin udah mulai lagi."

Si pelaku cengengesan tak jelas. Tangannya menepuk bibirnya sendiri tiga kali. Duh, bibirnya ini sangat Suki diatur. "Sorry, Bang."

Orang yang tadinya diolok oleh Alan, bersorak kencang di telinganya. Cowok itu merasa senang lantaran ia merasa jika dirinya dibela.

Langsung saja si pemilik telinga menatap tajam sang pelaku. Telinganya terasa sakit akibat sorakan kencang itu.

Tak ingin menghabiskan waktu terlalu lama di parkiran, mereka masuk ke dalam tempat wisata. Tempat wisata ini dipenuhi oleh pengunjung yang sedang berlibur, baik itu pengunjung dalam negeri ataupun pengunjung mancanegara. Hampir di setiap sudut tempat wisata ini, selalu saja ada oknum yang tengah mengabadikan momen dengan berfoto.

Tak ingin kalah dari pengunjung lain, Lucas meminta kepada Alan agar cowok itu memotret dirinya. "Lan, fotoin gue dong! Disana itu, biar kayak cowok Bali." 

Sang empu yang dimintai pertolongan membalas ogah-ogahan. "Males."

Lucas menyatukan tangannya di depan dada memohon. "Ayolah! Sekali aja. Kita kan temen."

"Sejak kapan kita temenan?"

"Anj–eh, nggak boleh ngumpat." Mulutnya lantas Lucas tepuk pelan. Huh, hampir saja ia mengumpat.

Pak dosen sedeng [Telah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang