PDS 23

8.8K 1.1K 23
                                    

Hi guys!

Apa kabar?

Nungguin PDS up nggak nih haha?

Karna aku lama up nya, jadi aku double up ni

Jangan lupa vote dan komen ya!

Happy reading!!!

***

Hari-hari telah berlalu dengan sebagaimana semestinya. Hari ini merupakan hari terakhir dimana Aletta UAS. Gadis itu merasa lega karna ia sama sekali tak merasa kesulitan saat mengerjakan soal ujian. Dia selalu belajar dengan giat dan rajin. Meski pun terkadang merasa malas, tetapi ia harus tetap belajar untuk mendapatkan nilai yang memuaskan. Kan tidak lucu kalau calon istri seorang dosen mendapatkan nilai yang buruk dan tidak memuaskan. Apa kata Mama Risa?

Aletta bernafas lega saat ia berhasil mengerjakan soal terakhir. Waktu masih tersisa beberapa menit, ia kembali meneliti semuanya terlebih dahulu.

Saat dirasa semuanya telah terjawab dengan benar, Aletta maju ke depan untuk mengumpulkan lembar jawab kepada dosen pengawas. Dia keluar langsung keluar dari kelas, disusul dengan Lea di belakangnya.

"Gimana, Al?" Lea bertanya kepada Aletta, mensejajarkan langkahnya. 

"Gimana apanya?" Aletta bertanya balik kepada sahabatnya.

Lea berdecak kesal. "Ck, lemot banget si otak lo."

Tak terima dengan olokan itu, Aletta mendelik tajam kepada sahabatnya. "Dih, lemot-lemot gini gue pinter, ya! Nyatanya gue sama lo lebih pintaran gue." 

Lea mengelus dadanya bersabar. Kena lagi dia. Seharusnya ia rajin belajar agar bisa menandingi kecerdasan sahabatnya. "Sombong."

"Gue nggak sombong, tapi kenyataan, Lea.

Gadis bermarga Admaja itu lebih baik mengalah. "Terserah. Jadi gimana?"

Aletta mengerutkan alisnya bingung. Sebenarnya yang sedang ditanyakan sahabatnya ini apa? "Gimana apanya, sih?!" 

Jika kesabarannya sudah habis, Lea akan memukul kepala sahabatnya dengan sangat keras, agar otaknya kembali cerdas. "Soalnya tadi gimana, Aletta?" Dia mempertegas dengan penekanan di setiap katanya.

"Gampang banget asli." Aletta berujar dengan jari telunjuk dan jempolnya yang hampir menyatu.

Lea seketika melongo. Enak sekali jadi orang cerdas, soal sesusah itu dikatakan mudah. Wah, rasa ingin menjadi pintar di diri Lea semakin menggebu-gebu. "Gampang apanya anjir? Susah banget gitu, bisa bisa-bisanyalo bilang gampang. Aneh ya lo, Al!" kesalnya. Tuhan, dirinya juga ingin pintar.

"Lah, tadi lo nanya, ya gue jawablah. Giliran gue bilang gampang, lo malah marah-marah. Sehat lo? Atau perlu gue rukiyah?" Aletta menempelkan punggung tangannya di dahi sahabatnya.

Si pemilik dahi menepis tangan Aletta dengan kasar. Lalu, ia menggeplak lengan itu dengan sangat keras.

Plak!

"Anjir, sakit bego!" Aletta merintih akibat pukulan keras itu berasal dari sahabatnya.

Lea menggiring Aletta untuk duduk di tepi. Ia ingin mengorek informasi lebih tentang hubungan sahabatnya dengan sang dosen. "Hubungan lo sama Pak Reyfan gimana, Al?"

"Nggak gimana-gimana tuh, biasa aja." Aletta menjawab acuh.

"Ish, bukan gitu. Maksudnya lo sama Pak Reyfan udah saling cinta belum?"

Aletta mengendikkan bahunya. Bagaimana dirinya bisa dengan cepat mencintai sang dosen jika orangnya saja seperti itu. "Gue sih belum. Kalau Pak Reyfannya nggak tau."

Pak dosen sedeng [Telah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang