Sebuket bunga lili putih diletakan di nisan bertuliskan nama Riana disana. Siapa lagi kalau bukan Haizal orang satu satunya yang datang mengunjungi makam yang penuh dengan semak dan daun kering karena tak pernah di kunjungi. Tangan pemuda itu terulur untuk membersihkan dan mencabuti rumput yang ada di atas gundukan tanah.
Tama yang sejak awal berada di samping Haizal juga ikut membantu sang tuan muda. Tak ada yang bersuara disana selain suara angin semilir yang menerpa rambut mereka. Suasana teduh dan mendung siang itu di daerah pemakaman menambah kesan sendu dari si peziarah.
"Abang bisa tinggalin aku sebentar? Aku butuh sendiri dulu disini"ucap Haizal dengan sopan. Tama ragu, namun ia menuruti permintaan Haizal.
Pemuda itu memberi jarak beberapa meter dari tempat Haizal berdiri dan membiarkan sang tuan muda memiliki waktu untuk sendiri.
"Bu..... Aku datang"suara Haizal sangat lirih, bahkan untuk mengucapkan kata itu saja butuh beberapa waktu.
"Maaf ya bu aku baru kesini ngunjungin makam ibu, seharusnya aku jadi anak yang berbakti buat ibu. Mungkin kalau ibu masih hidup, aku udah di hajar habis habisan kan bu? Aku gak pernah jadi anak yang berguna bagi ibu..... Saat aku telat pulang ibu marah dan ngelempar semua barang barang ke aku, saat aku gak bawa uang ibu juga akan marah dan memukuliku hingga aku gak berdaya....."dada Haizal terasa sesak seiring perkataannya.
"Setiap saat ketika ibu punya kesempatan ibu selalu memaki ku. Tapi... Meski begitu..."ucapan Haizal terjeda, air matanya mengalir perlahan membuat sungai kecil di pipi nya. Tangannya sedikit gemetar sekarang.
"Meskipun begitu.... Haizal gak pernah benci sama ibu... Haizal.. gak akan pernah bisa benci sama ibu, meskipun semua perlakuan ibu selama ini buruk sama Izal. Karena... Ibu pernah jadi satu satunya orang yang Haizal sayang.. ibu pernah jadi orang yang selama ini menjadi harapan terbesar Haizal untuk mendapatkan kasih sayang dan kehangatan seorang ibu"bahu Haizal bergetar akibat menangis yang tertahan.
"Maka dari itu, Haizal selalu mendoakan ibu agar ibu tenang di alam sana. Makasih bu, makasih karena sedari kecil ibu mendidik Haizal bagaimana menjalani hidup yang keras, makasih"Haizal menghela nafas dengan berat lalu menghapus air matanya. Cukup lama ia terdiam menatap kosong batu nisan tanpa ukiran itu.
"Maaf tuan muda, ini sudah lebih dari 30 menit. Nyonya besar sejak tadi menghubungi saya menanyakan keberadaan Tuan muda"ucap Tama yang sudah ada di samping Haizal.
"Haizal pamit ya bu, ibu baik baik ya di sana"ucap Haizal yang kemudian berbalik meninggalkan makam Riana tanpa menyadari bahwa sejak awal Sega mendengar semua perkataan Haizal. Tama lah yang meletakan penyadap kecil Di tas sekolah Haizal atas perintah Sega. Pria itu ingin tahu apa yang selama ini di simpan oleh putra bungsunya.
"Kita kembali ke mansion sekarang ya bang, aku capek"ucap Haizal singkat yang di patuhi oleh Tama.
*****
Mobil yang di kendarai Tama kini telah memasuki gerbang Mansion dan berhenti di loby karena Haizal ingin cepat cepat ke kamarnya. Lagi pula Yona sejak di perjalanan sudah ribut menanyai kenapa Haizal belum pulang juga.
Setelah Haizal tiba di lantai dua ia bertemu Yona yang terburu buru menghampirinya. Haizal tersenyum dan memejamkan matanya menerima sapuan halus di puncak kepalanya.
"Mommy hubungin kamu sejak jam nya kalian pulang sekolah, tapi handphone kamu gak aktif. Kamu dari mana nak?"tanya Yona, ada raut kelegaan dari wajah nya ketika mendapati putra bungsunya baik baik saja. Tapi ada sedikit kejanggalan, Haizal terlihat sedikit pucat. Atau mungkin karena cuaca dingin? Pikirannya.
"Haizal mampir ke minimarket sebentar Mom, beli minum"bohongnya. Ia tidak ingin orang tuanya tahu bahwa Haizal pergi ke makam ibu angkatnya.
"Huft, Yaudah. Kamu udah makan?"Haizal menggeleng pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝙁𝙞𝙣𝙙 𝙈𝙚 || 𝙃𝙖𝙞𝙯𝙖𝙡 [ Terbit ]
FanfictionPART MASIH LENGKAP 𝙳𝚒𝚊 𝚑𝚒𝚍𝚞𝚙 𝚜𝚎𝚗𝚍𝚒𝚛𝚒𝚊𝚗 𝚜𝚎𝚕𝚊𝚖𝚊 𝚒𝚗𝚒, 𝚜𝚎𝚝𝚎𝚕𝚊𝚑 𝚙𝚎𝚛𝚐𝚒𝚗𝚢𝚊 𝚜𝚊𝚗𝚐 𝚒𝚋𝚞. 𝚂𝚎𝚔𝚊𝚛𝚊𝚗𝚐 𝚒𝚊 𝚖𝚎𝚖𝚙𝚎𝚛𝚓𝚞𝚊𝚗𝚐𝚔𝚊𝚗 𝚑𝚒𝚍𝚞𝚙𝚗𝚢𝚊 𝚜𝚎𝚗𝚍𝚒𝚛𝚒, 𝚋𝚊𝚑𝚔𝚊𝚗 𝚜𝚎𝚖𝚙𝚊𝚝 𝚊𝚔𝚊𝚗 𝚙𝚞...