Mereka tidak tau rasanya dicintai dengan tulus, berkumpul dengan anggota keluarga yang lengkap, dan bercerita betapa sulitnya tugas sekolah pada orang tua.
Mereka hanya ingin mengisi kekosongan dengan bersenang-senang dan melanggar aturan. Tapi rua...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pertemuan kita berjalan begitu saja. Tapi terekam jelas di ingatanku tingkahmu yang membuatku candu.
. . . .
Setibanya di ruangan remang-remang namun penuh dengan manusia yang membutuhkan kebebasan sesaat dari kekangan beban hidup, ketiganya menuju bar dan memesan minuman seperti biasa.
Mendudukan diri di depan bartender, "Van, biyasa ya" dan diacungi jempol oleh Evan si bartender.
Salsa memindai Ara, "Btw baju lo bagus Ra. Beli di mana?" sambil menyentuh kain di bagian bahu lalu merambat kebagian dada.
"Tempat biyasanya lah. Ini cuma ada dua. Yang satunya warna pink"
"Besok temenin ya, sapa tau masih ada"
"Okee"
"Kalian tadi liat ke parkiran motor gak? Ada motor rombongan Baratha" memajukan kepalanya, Hanna berbicara dengan suara yang keras. Karena DJ sudah memainkan musik dengan beat cukup keras.
"Iya iya, gue liat. Keknya mereka di ruangan VVIP dehh" sementara Ara hanya menyimak dan sesekali mengedarkan pandangannya.
"Gue cabut, mo joget ngilangin stress" kemudian Ara meninggalkan kedua sahabatnya yang masih asik membicarakan Baratha.
🌼
Menaikkan kaki kanannya pada kaki kiri, Gio meneguk minumannya dan menyimak penjelasan dari Langit tentang uang kas.
Jika uang yang dikumpulkan sudah melebihi target, mereka akan menyalurkan dalam bentuk bantuan sembako pada panti asuhan atau panti jompo.
Baratha sebenarnya tidak suka terlibat dalam perkelahian. Hanya saja musuh bebuyutannya yaitu Demonic yang selalu menyerang atau mencari masalah pada mereka.
Penyebabnya hanya karena pacar Victor menyukai Gio saat acara bazar diselenggarakan di SMA Gardapati dua tahun lalu.
Semenjak itu, Victor selalu mengusik Baratha dengan alasan membenci Gio. Padahal Gio saja tidak mengenal bahkan tidak tau yang mana pacar seorang Victor.
Wanita memang racun dunia.
Raka dan Juna yang baru saja dari toilet membuat heboh. Raka duduk di samping Gio yang menatapnya malas.
Meneguk minumannya, "Gila gila gila. Si Ara cakep banget. Pake rok item atasan putih. Perutnya keliatan. Gilaaa seksehh. Pen gue pacarin" Raka bercerita dengan antusias yang diangguki oleh Juna.
"Lagi joget dipepet empat cowo" Juna menyahuti.
"Pembahasan kita udah beres. Kalok mau keluar, sana" dengan semangat Raka, Juna, Galang dan Gabriel keluar ruangan VVIP itu. Menyisakan Langit dan Gio.
Gio melirik Langit, "Lo gak keluar juga" sembari beranjak dari tempat duduk dan meneguk habis minuman di gelasnya dan dijawab anggukan oleh Langit. Keduanya meninggalkan ruangan itu lalu ikut berdesakan dengan orang lain.
Tidak mengikuti keempat sahabatnya, keduanya hanya berpindah tempat duduk di dekat dance floor dan mengamati pergerakan keempatnya yang sedang mendekati Ara.
Raka mendekatkan dirinya, "Haii cantik. Kita gabung ya" dan sesekali hidungnya menyentuh telinga Ara. Bahkan Raka jadi tau seharum apa tubuh dan rambut gadis itu.
Kelimanya berjoget dan sesekali tangan nakal keempat pemuda itu menyentuh pinggang juga pantat Ara.
Sudah lelah berjoget. Ara melangkah menjauh tapi Juna menariknya menuju Gio dan Langit. Kelimanya berjalan bersama.
Ara masih berdiri lalu memandang keenamnya yang sudah duduk nyaman.
"Sini Ra duduk di pangkuan gue" sambil menepuk pangkuannya Juna menarik tangan Ara lembut.
Tapi Ara tertarik pada satu orang yang hanya melihatnya sekilas. Lalu berjalan melewati Juna dan Galang, kemudian duduk di pangkuan Gio. Mengalungkan tangannya lalu merebahkan kepalanya pada bahu cowok itu.
Keenamnya kaget atas tindakan Ara.
"Tau aja lo mana yang banyak duit" Raka menuang minuman dalam gelas lalu menenggaknya sekali dengan mata menatap Gio dengan tatapan iri.
Tidak hanya Raka yang iri, tapi lainnya juga kecuali Langit.
Ara menegakkan duduknya, "Lo gak suka cewek ya, kok dari tadik gak liat ke gue. Temen-temen lo aja udah pasang tampang mupeng" hardiknya dengan kedua tangan mendekap wajah Gio agar menatapnya.
"Sayang banget ganteng ganteng gay" ucapannya mendapat pelototan mata dari Gio dan tawa keras sahabat-sahabatnya. Bahkan Langit ikut terkekeh. Gio hanya menggeram kesal.
"Oke, kita cek dia gay atau engga" yang kemudian cewek itu memalingkan wajah Gio ke kanan lalu mencium lehernya. Yang lagi-lagi membuat yang lain kaget kemudian ricuh.
Tangan kanannya membuat pola abstak pada dada Gio dan bibirnya masih menjelajahi leher cowok itu. Membuat karya yang apik dengan kanvas kulit manusia.
Gio mengatupkan bibirnya rapat-rapat agar suara laknat itu tidak lolos begitu saja.
"Gue aja yang digituin Ra"
"Gue aja deh. Raka badannya bau"
"Anjing lo Jun. Wangi terus gue mah"
"Udah-udah ributnya. Udah ada yang bangun nih di bawah" sambil mengerling nakal pada Gio yang menatapnya tanpa ekspresi.
Ara menepuk-nepuk pipi cowok itu lalu berdiri. Kemudin melangkah pergi, "Kalok pengen, jan lupa telpon gue ya ganteng. Gue suka wangi lo" sambil memberikan kiss bye pada Gio.
Raka mendekat pada Gio, "Boss, lo gak papa? Atau mau nyewa jalang aja?" tapi Gio hanya berdeham lalu beranjak pergi keluar yang diikuti sahabat-sahabatnya.
Mereka khawatir pada Gio.
Mengikuti bossnya yang membelah jalan raya dan ternyata Gio kembali ke rumah.
Membersihkan diri lalu menuju ranjang dan mulai terlelap.
Gabriel mengintip dan memberi acungan jempol pada keempatnya. Menandakan jika Gio baik-baik saja.
"Kuy cabut. Udah jam 2 kalian balik atau ke markas?" tanya Raka pada yang lain.
"Markas aja deh. Entar gua kena gebuk nyokap bisa-bisa" ucap Galang yang diangguki lainnya.
Kelimanya menuju markas dan akan beristirahat di sana. Tempat pulang bagi mereka yang kesepian dan butuh keluarga. Tempat tawa bahagia yang menghangatkan. Tempat berlindung dari beban yang selalu singgah.