22. Sibling

7.8K 389 2
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
.

Malam sudah larut namun kendaraan yang melintas tidak pernah surut. Rintik hujan mulai turun dengan kilat yang menerangi kelamnya awan. Keduanya tiba dengan pakaian sedikit basah. Mengusap lengan jaket, memasuki dapur. Membuat dua cangkir teh hangat untuk menghangatkan tubuh.

Mendudukan diri lalu menyesap teh yang ia buat. "Lo tidur di kamar bawah ya. Atau mau sekamar sama gue?"

"Saya di bawah aja Bu Boss" Ara mengangguk. Mulai beranjak menuju kamar.

"Buru bersih-bersih. Ntar lo sakit"

Manda menggaruk belakang kepalanya dengan senyum canggung, "Tapi saya engga bawa baju ganti Bu Boss"

Ara melambaikan tangan, "Baju gue banyak. Ntar gue anter ke kamar. Sana mandi"

"Siyap Bu" Manda memasuki kamar di dekat ruang tamu. Mulai melepas pakaiannya yang sedikit basah karena lupa membawa jaket. Memasuki kamar mandi lalu membersihkan diri.

Tidak menghabiskan waktu lama, Ara menuruni tangga dengan pakaian di genggamannya. Meletakkan pada kasur kemudian mengetuk pintu kamar mandi.

"Bajunya gua taro ranjang" ucapnya sedikit keras. Pintu terbuka menampilkan Manda dengan handuk yang melilit tubuh.

"Makasih ya Bu Boss"

"Slow aja"
"Beres ganti ke dapur ya. Gue mau buat mie" lanjut Ara yang dibalas iya oleh Manda.

Setibanya Manda di dapur, sudah tersaji dua mangku mie instan dengan telur juga sosis.

"Duduk dan makan. Habisin!" titah Ara yang dituruti oleh Manda.

Hujan turun dengan derasnya disertai kilat dan angin kencang. Sebenarnya Manda tidak ingin menginap, hanya saja Boss besarnya memaksa. Daripada gajinya dipotong, lebih baik ia menurut, pikirnya.

"Hmm lo-kan pinter nih. Sekolah tempat gue aja gimana" Manda menatap Ara kaget.

"Tapi, sekolah Bu Boss... "
"Panggil gue kakak aja kalok di luar cafe" pontong Ara cepat.

"Tapi, sekolah kakak mahal. Saya engga mampu bayarnya" suara keputus asaan itu membuat Ara tersenyum tipis.

"Gue yang bayarin. Asalkan lo harus juara umum terus. Gimana?" Manda terbatuk lalu mengelap bibirnya dengan tissue.

"Ya kek gue kasih lo beasiswa gitu. Sayang banget otak lo yang pinter kalok sekolah di tempat lo yang sekarang" Ara menatap Manda yang terdiam. Sedang berdebat dengan pikiran dan juga hatinya.

Ara hanya ingin gadis berpotensi di depannya mendapatkan pendidikan yang layak. Ara ingin Manda bersekolah di tempat yang dapat membuat ia mudah meraih mimpinya tanpa memikirkan biaya. Manda bisa mendapatkan beasiswa kuliah ke luar negeri saat lulus nanti.

MiracleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang