Mereka tidak tau rasanya dicintai dengan tulus, berkumpul dengan anggota keluarga yang lengkap, dan bercerita betapa sulitnya tugas sekolah pada orang tua.
Mereka hanya ingin mengisi kekosongan dengan bersenang-senang dan melanggar aturan. Tapi rua...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
. . . .
Tidurnya terusik. Merasa ada kain basah di dahi yang membuatnya terbangun dari mimpi. Matanya perlahan terbuka lalu menatap wanita yang tersenyum lembut di hadapannya.
Tangan lemahnya digenggam, "Kamu demam. Mama udah panggil Dokter Sera ke sini" Margaretha hanya menatap sang Mama dengan tatapan sayu.
Tak berapa lama pintu diketuk lalu dibuka oleh Bi Emi yang ternyata bersama Dokter Sera. Segera melaksanakan tugasnya, Dokter Sera menatap Margaretha dan sang Mama bergantian.
"Retha sakit apa ya Dok?" tanya Maria penasaran.
"Maaf sebelumnya Nyonya, apakah Retha sudah menikah?"
"Belum. Retha baru saja lulus SMA dok"
Dengan perasaan tidak enak, Dokter Sera memberikan alat tes kehamilan pada Retha. "Coba Retha cek di kamar mandi yaa" Mata Maria terbelalak melihat benda yang diberikan Dokter Sera pada Retha.
Dengan dibantu Bi Emi, Retha memasuki kamar mandi. Badannya yang sudah lemas semakin tak bertenaga melihat benda keramat yang diberikan Dokter padanya.
"Non Retha positif thinking dulu. Siapa tau Dokter Sera salah" Bi Emi mencoba menenangkan sang majikan. Sebenarnya ia pun sama terkejutnya. Yang ia tau Nonanya anak baik-baik yang tidak suka keluar rumah.
Membaca tata cara penggunaan alat tersebut kemudian mendudukan diri pada kloset. Tangan gemetarnya saling bertaut. Pelipisnya sudah dibanjiri keringan. Setelah beberapa menit menunggu, diraihnya benda pipih itu. Matanya melebar disusul air yang mulai berjatuhan. Tangisnya pecah yang membuat Bi Emi memasuki toilet dengan wajah paniknya, diikuti sang Mama dan Dokter Sera.
Retha merangkak lalu bersimpuh di kaki Maria. "Maafin Retha Ma. Maaf maaf maaf. Maaf Retha udah ngecewain Mama" ucapnya sesenggukan.
🌼
Sudah berkali-kali Retha menelfon Damar, namun tidak ada satu pun panggilannya yang diangkat. Lelaki itu seolah ditelan bumi, menghilang tanpa kabar. Retha sudah bertanya pada teman Damar, namun mereka pun tidak mengetahui keberadaan lelaki itu.
Mengusap wajahnya yang sembab lalu menatap perutnya yang sedikit menonjol. Menyesali kebodohannya sekarang pun sudah percuma. Waktu tidak akan berputar kembali dan membuatnya berpikir untuk kedua kali agar tidak mudah memberikan segalanya.
Ia termakan janji manis lelaki biadab itu yang membuatnya menyesal seumur hidup. Ayahnya masuk rumah sakit setelah mendengar kehamilnnya padahal ia baru lulus sekolah. Ingin meminta pertanggung jawaban namun kekasihnya saja menghilang.
🌼
Suara tangisan bayi laki-laki menggema di ruang bersalin. Retha menangis tersedu, mendekap bayi merah yang terlihat mirip sang Kakak. Ia sangat bersukur anaknya tidak mirip lelaki brengsek itu. Kemudian berusaha memberikan asi untuk pertama kali pada buah hatinya.