Tak lama lagi kita akan kembali bersama, hingga raga yang meninggalkan nyawa. Karena takdirku adalah dirimu, karena kamu adalah takdirku.
.
.
.
.Memperhatikan awan yang bergerak cepat karena tertiup angin dan sesekali mengembuskan napas lelah. Sudah hari kelima namun gadisnya belum juga ditemukan.
Jika bukan karena ujian, sudah dipastikan ia tidak berada di sekolah dengan pikiran runyam yang mengganggu ujiannya. Tapi ia sudah berjanji akan masuk 10 besar agar mendapatkan hadiah dari gadisnya.
Lamunannya buyar karena guru pengawas yang meneriaki namanya. "Gio! Jika tidak ingin sekolah, pulang saja!"
Tanpa basa-basi, Gio membereskan alat tulis lalu meninggalkan kelas yang membuat teman-temannya menatapnya tak percaya.
"Gio! Aishh anak itu" decakan kesal keluar dari mulut Pak Bowo. Menuju meja Gio dan memeriksa jawaban lelaki itu. Matanya melotot karena lembar jawaban Gio sudah terisi penuh.
Padahal waktu dimulai mengerjakan soal baru 30 menit, namun Gio sudah menyelesaikan soal Sejarah yang memiliki pertanyaan panjang dengan jawaban pendek dan sebaliknya.
"Asal jawab pasti" ujar Pak Bowo dan meletakkan lembar jawaban itu pada meja guru.
"Jika ada yang sudah selesai langsung dikumpulkan dan boleh pulang" setelah mendengar ucapan guru pengawas, Juna, Raka dan Galang yang satu ruangan ujian dengan Gio bergegas menuju meja guru.
Pak Bowo menatap ketiganya sangsi. "Kalian benar-benar sudah memeriksanya kembali?" yang dijawab sudah oleh ketiganya.
Setelah diperbolehkan pulang, ketiganya melangkah cepat menuju parkiran. Tujuan mereka adalah markas.
Setibanya di markas, mereka mendapati Gio yang sedang memejamkan mata dengan tangan memijat dahi. Sangat terlihat jika Gio kurang istirahat.
Sepulang sekolah Gio mencati Ara hingga malam. Setibanya di apartemen Ara, Gio belajar menggunakan catatan gadisnya dan buku lain yang sudah terdapat jawaban dari soal-soal dalam buku itu. Gio tak ingin mengingkari janjinya pada Ara. Gio akan masuk 10 besar dan membuat Ara bangga padanya.
Ketiganya menatap Gio prihatin. "Mending lo tidur di kamar aja boss. Kalo ada apa-apa kita bangunin" Galang dan Raka menyetujui ucapan Juna.
Tak lama, Gio bangkit lalu menuju lantai dua. Memasuki kamar dan merebahkan diri. Meraih foto dirinya dan Ara pada nakas. Mengusapnya pelan dengan tatap rindu yang mendamba.
Jika ia perempuan, mungkin air matanya sudah mengalir sejak tadi. Gio sangat merindukan Ara, gadisnya. Rindu wangi yang menguar dari tubuh dan rambutnya, rindu suara merdunya, rindu tingkah anehnya, rindu jus buatannya, rindu nasi goreng seafood favoritnya, rindu cumbuannya dan segala hal yang ada pada diri gadisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miracle
Teen FictionMereka tidak tau rasanya dicintai dengan tulus, berkumpul dengan anggota keluarga yang lengkap, dan bercerita betapa sulitnya tugas sekolah pada orang tua. Mereka hanya ingin mengisi kekosongan dengan bersenang-senang dan melanggar aturan. Tapi rua...