Mereka tidak tau rasanya dicintai dengan tulus, berkumpul dengan anggota keluarga yang lengkap, dan bercerita betapa sulitnya tugas sekolah pada orang tua.
Mereka hanya ingin mengisi kekosongan dengan bersenang-senang dan melanggar aturan. Tapi rua...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Di balik sesakmu, ternyata ada cerita semengerikan itu.
. . . .
Selamat membaca❤
Memasuki wilayah pemakaman dengan saling menggenggam. Tiba di salah satu makam yang selalu menjadi tempat singgahnya. Biasanya ia hanya sendiri. Tapi kali ini ada yang menemani. (bayangin aja San Diego Hills)
Menatap nisan dengan tatapan kosong. Selalu begitu saat ia mengunjungi orang tuanya.
"Kamu liat nisan yang di belakang kita" memutar badan lalu matanya melebar. Gio tidak mengerti semua ini.
Mendekat, memeluk gadisnya erat. Mengecup kepala dan mengusap punggung tegar gadisnya sesaat. Setelah berdoa, keduanya kembali dengan mulut tertutup rapat.
Setibanya di kamar, keduanya berganti pakaian. Menarik gadisnya pada ranjang lalu mendekapnya dari belakang.
Ara menatap Gio dengan senyum kecil. Matanya memancarkan kesedihan yang mendalam. Mengusap air yang muncul di sudut mata. Gio tidak ingin gadisnya menangis lagi.
"Mau cerita?"
Ara menarik napas dalam. Mengusap wajahnya lalu menyandarkan diri pada Gio yang mendekapnya. Ia akan menceritakan semua. Semua luka lama yang ia pendam sendiri hingga kini.
"Yang tadi kita taburin bunga bukan orang tua aku. Orang tuaku yang di belakang kita. Kamu liatkan ada makam namaku. Ya, itu memang aku" Gio sangat tak mengerti. Mengapa ada makam bernamakan gadisnya. Jelas-jelas Ara masih hidup. Tapi Gio tidak menyuarakannya. Ia hanya ingin menjadi pendengar yang baik bagi gadisnya.
Mobil yang menjemput keduanya sudah terparkir di samping gerbang sekolah dasar. Kali ini yang menjemput adalah Kevino Geordanu, ayah dari Langit Geordanu.
Keduanya bergandengan tangan dengan langkah ringan. Memasuki mobil dengan cerita anak-anak yang memenuhi perjalanan pulang.
Setibanya di depan rumah sederhana dengan halaman cukup luas yang berlokasi di pinggiran kota, Ara kecil menuruni mobil dengan cepat. Berlari menuju rumah yang sudah ia tempati sejak 3 tahun terakhir.
Langkahnya terhenti. Matanya melebar dengan genangan yang mulai tumpah. Di depan sana, sang ibu sedang bersimpuh tak berdaya. Lebam di mana-mana dan darah yang mengalir dari kepala.
Evelyn melihat putrinya yang mematung. Memberi isyarat agar tidak mendekat. Ketiga lelaki yang berada di depannya membelakangi Ara. Sehingga tidak sadar bahwa gadis kecil itu melihat aksi mereka.
Suara tembakan terdengar kemudian Kevin meraih Ara dan Langit memasuki mobil. Kevin tak menyangka bahwa musuh atasannya mengetahui tempat persembunyian Evelyn dan Ara.