Bantuin cek typo ya guys.
***
Dering ponsel yang berbunyi membuat Erick keluar dari kolong mobil yang sedang dia perbaiki. Wajahnya terlihat berkeringat, ada beberapa noda hitam di wajahnya ketika dia mengelap keringatnya dengan punggung tangan. Erick melirik ke depan bengkel, terlihat Gembul berbaring di atas kursi panjang dengan dengkurannya yang berisik. Erick berdecih pelan melihatnya.
Ponsel Erick yang tergeletak di atas meja masih berdering. Erick meraihnya, menemukan nama Leon di sana, membuatnya bergegas mengangkat panggilan itu. "Ya?"
[Lo dimana?]
"Bengkel."
[Ke rumah gue sekarang.]
Lalu panggilan terputus. Erick berdecak kuat, kalau Leon sudah memanggilnya ke rumah, itu artinya ada sesuatu yang penting dan harus Erick kerjakan. Pekerjaan yang akhir-akhir ini mulai membuat Erick merasa jenuh, namun Erick tahu jika dia tidak akan pernah bisa berhenti dari pekerjaannya ini.
Erick bergegas mandi dan mengganti pakaiannya. Kini dia sudah tidak terlihat seberantakan tadi dengan celana denim dan kemejanya yang rapi. Sepatu formalnya yang berwarna hitam terlihat sangat mengkilap. Lalu Erick memakai jas hitamnya, meraih jam tangan mahal sembari mengamati penampilannya di cermin.
Berpenampilan rapi sudah merupakan sebuah tradisi yang harus dilakukan oleh siapa pun yang memasuki rumah besar. Rumah yang saat ini menjadi sepenuhnya miliki Leon setelah Takasi, Papa Leon meninggal dunia.
Erick menarik laci meja, mengambil sebuah pistol lalu menyelipkannya di bagian pinggang celananya. Lalu setelah itu beranjak keluar, menghampiri Gembul, "Heh, Mbul!" Erick memukul perut buncit Gembul yang naik turun mengikuti irama dengkurannya. "Gembul!"
Gembul tersentak hingga tubuhnya bergegas duduk. Wajahnya terlihat terkejut meski kedua matanya belum sepenuhnya terbuka. "Kenapa, Bos?" tanyanya panik.
Erick mendesis kesal. "Kenapa... kenapa, mata lo tuh, dibuka dulu!"
Gembul mengucek matanya.
"Gue mau ketemu Leon, lo jagain bengkel sekalian urusin tuh mobil butut gue." kepala Erick mengangguk ke arah mobil yang sejak tadi dia perbaiki. Mobil yang dia gunakan selama ini untuk pulang dan pergi dari rumahnya. Mobil itu sudah lama sekali dibeli Erick, sekitar sepuluh tahun lalu dan akhir-akhir ini mobil itu mulai sering membuat Erick memakinya setiap kali mogok dijalanan. Ingin sekali Erick membakar mobilnya lalu membuang benda rongsokan itu. Namun sayangnya, dia masih membutuhkan mobil itu untuk menutupi jati dirinya di sekitar orang-orang komplek yang selama ini hanya tahu jika Erick seorang duda yang bekerja di sebuah bengkel kecil.
Jadi, mobil rongsokan itu pantas saja dia gunakan untuk menutupi jati dirinya.
Gembul menguap lebar sembari menggaruk-garuk pipinya hingga Erick mengernyit dan bergegas menutup hidunnya dengan telapak tangan.
"Bau banget napas lo, Mbul! Lo nggak pernah sikat gigi, ya?" omelnya.
Gembul sudah terlalu terbiasa dengan ocehan dan omelan Erick yang berisik serta menyakitkan telinga, jadi dia hanya mengibas tangannya, menyuruh Erick segera pergi.
"Itu mobil gue jangan lupa lo benerin."
"Hm."
Erick mendecih, lalu dia beranjak ke garasi yang ada di samping bengkelnya. Ketika menemukan sebuah mobil berwarna merah yang tampak mengkilat, senyumannya mengembang begitu saja. Erick merogoh saku celananya, mengeluarkan kunci mobil, menekan tombolnya hingga lampu mobil itu menyala. "Ini baru mobil gue." gumamnya penuh bangga.

KAMU SEDANG MEMBACA
Luna
Ficción GeneralPasca perceraiannya, Luna memilih untuk menjauh dari segala hal yang berhubungan dengan mantan suaminya. Termasuk juga sahabat-sahabatnya. Luna hanya ingin melupakan, tidak lagi menoleh ke belakang sekalipun dia tahu jika dia tidak akan sembuh denga...