Erick duduk di balik meja makan. Ada laptop yang menyala di hadapannya. Wajahnya terlihat sangat serius menatap layar laptop itu. Dia baru saja memeriksa email yang Leon kirim padanya beberapa waktu lalu. Karena kemarin pikiran Erick sedang kacau, maka dia tidak memiliki niat untuk mengurus Chris. Tapi sekarang, karena urusan percintaannya sudah baik-baik saja, maka Erick mulai kembali menyeburkan dirinya ke dalam masalah.
Ada banyak sekali informasi yang berhasil Leon kumpulkan untuk Erick. Mulai dari mengapa kasus Malvori bisa tehendus oleh Chris dan kepolisian, korban yang berhasil mereka temukan, informasi dan data apa saja yang dimiliki Kepolisian mengenai Malvori dan juga Erick.
Masih abu-abu, pikir Erick. Mereka hanya mendapatkan informasi dari desas-desus yang ada, sama sekali belum berhasil menyentuh Malvori. Yeah, tentu saja. Malvori bukan anak baru dalam permainan mereka. Semua anggota bahkan terlampau lihai bermain di tengah-tengah masyarakat.
Bahkan untuk Erick, mereka hanya memiliki sketsa dan DNA milik Erick. Anehnya, dalam informasi itu, tidak ada tercantum nama Erick. padahal Chris sudah mengantongi namanya. Kemarin, Freya bilang, kalau akhir-akhir ini Chris tidak banyak membicarakan mengenai Malvori maupun Erick. Freya bilang itu kabar bagus, tapi Erick tidak merasa begitu.
Ada yang janggal. Erick tak percaya Chris melepaskannya dengan mudah. Sepak terjang lelaki sialan itu jelas bukan hal yang bisa Erick kesampingkan.
Erick menyipitkan matanya ketika membaca informasi mengenai dengan siapa saja Chris bertemu untuk mencari tahu soal Erick. Ada beberapa foto di sana, kebanyakan dari mereka adalah Gengster-Gengster kelas bawah. Bahkan Chris juga menemui beberapa Mafia.
Kemudian, foto terakhir, ketika Chris mendatangi tempat dimana Sean berada.
Kedua mata Erick tampak sedikit melebar. Bukannya Chris bilang ke Freya, kalau mereka nggak pernah ketemu? Tapi kenapa Chris bisa tahu tempat ini?
Erick tampak serius dengan segala hal yang berkecamuk di kepalanya, namun telinganya mendengar derap langkah seseorang yang masuk ke rumahnya. Luna... Tangan Erick bergerak cepat, menutup semua halaman yang sejak tadi dia buka di laptop itu. Menggantinya dengan membuka sebuah dokumen yang menyerupai laporan keuangan. Lalu ketika ekor matanya menemukan Luna yang mendekat, Erick menoleh sembari tersenyum tipis. "Hei." Sapanya.
"Hei." Balas Luna dengan senyuman yang sama.
"Darel mana?" tanya Erick begitu dia tidak menemukan Darel bersama Luna. Sejak tadi pagi, Darel memang ada bersama Luna.
Luna menghampiri Erick. "Lagi main bola sama anak-anak yang lain."
Kedua mata Erick membulat tak percaya. "Main... sama anak-anak yang lain?" Luna mengangguk. "Darel?"
Tertawa pelan, Luna mengangguk.
"Kok bisa?"
"Tadi aku sama Darel ngelewatin lapangan di depan, terus Darel ngelihatin mereka semua. Aku tahu Darel mau ikut main, jadi... aku bawa Darel kenalan sama mereka semua. Aku nanya ke mereka apa Darel boleh ikut main atau nggak. Dan ternyata mereka ngizinin."
"Luna," Erick menatap Luna panik. "satu hal yang harus kamu tahu. Darel nggak pernah bisa main dengan siapa pun tanpa berkelahi. Aku harus nyusulin Darel sebelum salah satu orangtua dari anak-anak itu datang ke sini."
Erick sudah akan berdiri, tapi Luna menahan kedua bahunya hingga Erick kembali duduk.
"Jangan nyusulin Darel."

KAMU SEDANG MEMBACA
Luna
General FictionPasca perceraiannya, Luna memilih untuk menjauh dari segala hal yang berhubungan dengan mantan suaminya. Termasuk juga sahabat-sahabatnya. Luna hanya ingin melupakan, tidak lagi menoleh ke belakang sekalipun dia tahu jika dia tidak akan sembuh denga...