Erick membasuh wajahnya dengan air, berkali-kali, kemudian dia menatap pantulan wajahnya melalui wastafel. Semalaman ini, tak sedetik pun Erick bisa memejamkan matanya. Dia terus menerus terbayang wajah ketakutan Freya yang menatapnya, serta pistol yang mengarah ke dadanya.
Andai saja Erick tidak sadar lebih cepat. Freya... dia pasti...
Erick mengepalkan kedua tangannya. "Anjing!" umpatnya kasar. Lalu dengan tubuh gemetar menahan amarah, Erick merunduk dalam.
"Kamu tahu kenapa Papa sangat menyayangi kamu, Rick? Karena di dalam diri kamu, ada sesosok Iblis yang mengerikan. Iblis yang bisa merasuki kamu, mengajarkan kamu bagaimana caranya menjadi yang terkuat di dunia ini, mengajarkan kamu bagaimana caranya melupakan belas kasih, membantu kamu melenyapkan sisi manusiawi yang lemah. Kamu mungkin belum menyadarinya, kamu masih terlalu kecil saat ini. Tapi percayalah, semakin lama, dia akan semakin menguasi kamu, membuat kamu... tak terkalahkan, bahkan oleh rasa sakit sebesar apa pun."
Erick masih mengingatnya. Ketika itu, Takasi sedang mengoyak-ngoyak perut seekor ular yang baru saja berhasil memangsa seekor katak. Perutnya masih menggembung, katak itu masih bersemayam utuh di perutnya, namun Takasi sudah lebih dulu membunuh ular itu, mengoyak-ngoyak perutnya dan mengeluarkan katak itu lagi dari dalam sana. Dan Takasi melakukannya sembari mengatakan semua kalimat yang seolah menjelma bagaikan sebuah mantra bagi Erick.
Takasi melakukannya sembari tersenyum manis pada Erick, membuat Erick yang mulanya merasa mual dengan apa yang dia lihat, namun perlahan-lahan menjadi baik-baik saja. Lalu tatapan Erick terpaku pada setiap sayatan mata pisau yang Takasi lakukan, dan entah mengapa, dia seperti terkesima dan tersihir pada apa yang dia lihat. Seolah-olah, apa yang Takasi lakukan adalah hal biasa yang cukup mengasyikkan.
Dan bahkan, ketika Takasi menyerahkan pisau itu padanya, menyuruh Erick untuk meneruskan pekerjaannya. Meski ragu-ragu, namun pada akhirnya Erick menerimanya. Erick mendengar apa yang Takasi bisikkan.
Lakukan...
Erick tidak tahu mengapa, tapi saat itu, kedua matanya menatap lekat pada tubuh ular di depannya yang sudah mengenaskan. Dan perlahan-lahan, tangannya bergerak dengan sendirinya, menyayat-nyayat tubuh ular itu. Mula-mula ragu-ragu namun pada akhirnya dia melakukannya dengan cepat.
Disampingnya, Takasi memujinya, menyuruh orang-orang yang mengelilingi mereka memberikan tepuk tangan untuk Erick sembari mengusap-usap kepalanya penuh sayang. Sebagai anak yang tidak memiliki orangtua, tak mengerti apa itu kasih sayang orangtua, Erick merasa senang dengan usapan Takasi di kepalanya. Maka sembari menyayat-nyayat perut ular itu, Erick mengulas senyuman tipisnya pada Takasi.
Dan sekarang, seluruh kilas masa lalu itu memenuhi kepala Erick.
Takasi benar, karena sepertinya, Iblis itu sudah benar-benar menguasi Erick, membuat Erick tak lagi mengerti apa itu belas kasih. Padahal selama ini, Erick pikir, dia bisa mengendalikan dirinya dan tetap menjaga orang-orang terkasihnya. Tapi, tadi malam... dia hampir saja membunuh Freya.
Freya... gadis itu sangat berharga bagi Erick. Erick sangat menyayanginya. Lalu, bagaimana bisa dia hampir saja membunuh Freya? Erick mengangkat wajahnya, menatapnya sekali lagi melalui cermin.
Iblis...
Kedua matanya terlihat goyah kala mendengar bisikan itu.
Pembunuh...
Dahi Erick mengernyit hebat. Lalu sekelebat bayangan wajah Darel yang tersenyum padanya berpendar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luna
General FictionPasca perceraiannya, Luna memilih untuk menjauh dari segala hal yang berhubungan dengan mantan suaminya. Termasuk juga sahabat-sahabatnya. Luna hanya ingin melupakan, tidak lagi menoleh ke belakang sekalipun dia tahu jika dia tidak akan sembuh denga...