Ketika Erick bangun, dia tidak menemukan Luna di sisinya. Maka setelah menyibak selimut yang menutupi tubuh setengah telanjangnya, Erick memutuskan mencari dimana keberadaan kekasihnya itu. Begitu pintu kamar terbuka, aroma lezat menyinggahi indra penciumnya, membuat Erick melangkahkan kaki menuju dapur.
Luna berada di sana ternyata. Sedang sibuk memasak. Melihat itu, senyuman Erick mengembang bahagia. Pagi ini kekasihnya itu sudah terlihat baik-baik saja, dan Erick merasa lega.
Dihampirinya Luna, kemudian dia lingkarkan kedua lengannya untuk memeluk perut Luna hingga Luna terperanjat terkejut. Erick menumpukan dagunya di atas bahu Luna. "Selamat pagi, sayang." Bisiknya.
Luna tersenyum tipis. "Pagi. Laper nggak?" tanyanya seraya melirik Erick. "Sebentar lagi aku selesai masak."
Erick mengangguk. "Laper. Tapi nggak mau makan masakan kamu."
"Terus kamu mau makan apa?" tanya Luna bingung. Namun begitu dia melihat seringaian miring Erick, Luna segera menyikut perut Erick sembari berdecak pelan meski bibirnya tersenyum samar. "Apa sih kamu. Masih pagi juga."
"Kalau udah siang boleh?"
"Erick..."
Erick tertawa geli, apa lagi melihat rona merah di wajah Luna. Maka setelahnya dia mencium gemas pipi Luna hingga mengeluarkan bunyi berisik. "Darel udah bangun belum?"
"Udah. Tapi dia belum mandi dan lagi nonton televisi." Luna mematikan kompor, lalu memutar tubuhnya ke belakang. "Aku boleh minta tolong nggak?" Erick mengangguk. "Mandiin Darel, abis itu kita makan bareng."
"Yas, Mam." Jawab Erick patuh, tidak lupa dengan gerakan hormat yang membuat Luna tertawa geli dan menggelengkan kepalanya. Erick kembali mencium Luna, kali ini tepat di bibirnya.
"Kamu juga sekalian mandi, ya!" teriak Luna pada Erick ketika lelaki itu sudah beranjak pergi.
Sesuai permintaan Luna, kini Erick menghampiri Darel. Putranya itu sedang berbaring lesu di atas sofa dengan wajah yang menoleh miring ke arah televisi. Wajahnya masih terlihat mengantuk, dia bahkan masih memakai piyama. Rambutnya pun mencuat kemana-mana, persis seperti rambut Erick.
Erick berdiri di depan Darel, menghalangi pandangannya ke televisi, membuat putranya itu meliriknya terganggu.
"Aku mau nonton, Pa. Minggir." Sungutnya.
Erick menggelengkan kepalanya. "Kamu belum mandi. Bau."
"Papa butuh cermin buat ngaca?" cibir Darel. Tangannya bergegas mendorong Erick agar menyingkir dari hadapannya. "Kalau mau ngatain orang, seenggaknya hapus dulu tuh belek di mata Papa."
Dahi Erick berjengit cepat, kemudian dia bergegas mengucek-ngucek matanya dengan kedua tangan.
"Ilernya juga banyak banget." gumam Darel lagi. Dan ketika melihat Erick mengusap-usap mulutnya dengan wajah gusar, Darel mengulum senyuman gelinya. Merasa puas karena berhasil menjaili Papanya.
"Kamu ngerjain Papa, ya?!" pekik Erick. Darel hanya tersenyum miring seraya menggedikkan bahunya ringan. Berdecak kesal, Erick meraih remot televisi dan menekan tombol berwarna merah. Darel sudah memelototinya, tapi belum lagi dia protes, kini Erick sudah menggendong Darel dan berlari cepat, membawanya ke dalam untuk mandi.
"Turunin!"
"Nggak!"
"Aku mau nonton, Pa!"
"Kamu harus mandi!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Luna
Fiksi UmumPasca perceraiannya, Luna memilih untuk menjauh dari segala hal yang berhubungan dengan mantan suaminya. Termasuk juga sahabat-sahabatnya. Luna hanya ingin melupakan, tidak lagi menoleh ke belakang sekalipun dia tahu jika dia tidak akan sembuh denga...