Enam

3.5K 657 72
                                    

Luna baru saja selesai mencuci piring bekas makan malam ketika Erick kembali ke dapur. "Harusnya biar saya aja, Bu Luna, yang cuci piring." Ujar Erick.

                Luna tersenyum tipis. "Nggak apa-apa, Pak Erick. Darel udah tidur?"

                Erick mengangguk, lalu meringis pelan. "Maaf soal tadi. Terkadang Darel memang nggak terkontrol." Ujarnya tak enak hati karena keadaan beberapa saat lalu.

                "Nggak masalah, namanya juga anak-anak." Luna melirik jam tangannya. "ya udah, kalau gitu saya pulang ya, Pak Erick."

                "Bu Luna mau pulang?"

                "Hm."

                "Saya anterin, ya?"

                "Eh, nggak usah, Pak. Saya bisa pulang sendiri kok."

                "Tapi udah malam, Bu Luna juga tadi kan kesini jalan kaki. Saya anterin aja ya, nggak apa-apa kok."

                Luna terlihat berpikir sejenak, namun dia tidak menemukan wajah jail dan tengil Erick yang beberapa kali membuatnya terganggu. Erick terlihat tulus, dan berhubung saat ini memang sudah pukul sepuluh malam, jadi tidak ada salahnya Luna menerima tawaran Erick. Mereka berdua keluar dari rumah, lalu Erick membukakan pintu pagar untuk Luna. "Tapi... memangnya nggak apa-apa, Pak Erick tinggalin Darel sendirian?" tanya Luna. Erick menggelengkan kepalanya, tapi Luna malah melirik kembali ke arah rumah. "tadi saya lihat, pintunya juga nggak Pak Erick kunci. Gimana kalau tiba-tiba ada orang jahat yang masuk ke rumah?"

                "Orang jahat?"

                "Hm."

                Erick mengibaskan tangannya santai, "Tenang aja, Bu Luna. Di sini aman kok, semuanya pasti baik-baik aja. Ayo, saya antar pulang."

                Meski merasa tidak yakin, namun pada akhirnya Luna mengangguk setuju dan mulai melangkahkan kakinya.

                Erick pun turut melakukan hal serupa. Namun ekor matanya melirik ke seberang rumahnya, dimana ada sebuah mobil hitam yang plat nomernya dia kenali. "Bahkan orang yang baru berniat jahat pun pasti menyesal saat melangkahkan kakinya masuk ke rumah gue." Gumam Erick dengan suara pelan.

                "Ya?" sayangnya Luna mendengar, lalu menoleh dan mengernyit memandang Erick.

                "Bukan apa-apa." Erick buru-buru menambahkan cengirannya. Dasar tolol!

                Karena rumah Luna tidak terlalu jauh dari rumahnya, maka Erick dan Luna memutuskan berjalan kaki saja dibandingkan Erick harus mengeluarkan mobilnya lagi.

                Jalanan tampak sepi sekarang, mungkin karena sudah mulai larut. Hanya saja, keheningan yang disekitar mereka membuat Luna merasa kikuk selagi berjalan di samping Erick. Dia bahkan sengaja membentang jarak yang lumayan jauh antara dirinya dan Erick. Dan sejujurnya, Erick menyadari itu hingga dia mengendus tubuhnya sendiri samar.

                Gue nggak bau, kok. Tapi kenapa dia jalannya jauh banget, ya?

                "Ngomong-ngomong," Erick memulai pembicaraan. "Bu Luna nggak keberatan, nemenin Darel belajar?"

                "Nggak apa-apa."

                "Tapi saya takut jadi ganggu waktunya Bu Luna. Terus, pekerjaan Bu Luna jadi berantakan gara-gara ngajarin Darel."

LunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang