Erick dan Darel duduk bersebelahan di balik meja makan sembari bertopang dagu. Kedua mata mereka menatap objek yang sama, seorang wanita yang memakai kemeja putih milik Erick hingga tampak kebesaran di tubuhnya. Wanita itu sedang memasak dengan cekatan, kedua kaki telanjangnya bergerak kesana kemari, membuat Erick mengamati kedua kaki itu, kemudian naik ke betisnya, membuat senyuman tipis mengembang di bibirnya begitu saja, kala dia mengingat apa yang telah dia lakukan terhadap betis itu beberapa saat lalu.
Rambut wanita itu tergerai dan sedikit berantakan. Dia tidak sempat merapikannya ketika pintu kamar Erick digedor kuat dari luar diiringi teriakan Darel yang memanggil-manggil Papanya karena dia sudah kelaparan. Stok sereal habis, begitu juga dengan susu. Jadi Darel tidak bisa membuat sarapan pagi seorang diri.
Karena itu lah wanita itu tampak begitu sibuk memasak di dapur.
Senyuman manis di bibir Luna terlihat begitu saja ketika dia memutar tubuhnya ke belakang, memandang Erick dan Darel bergantian sembari membawakan dua piring omelet untuk mereka berdua.
"Yang ini buat Darel," Luna menghidangkan sepiring omelet di hadapan Darel yang masih memasang wajah datarnya sejak tadi. "suka omelet, kan?" tanya Luna ketika Darel tak mengatakan apa pun. Darel hanya mengangguk malas. "oke." Gumam Luna dengan suara riangnya yang setelah itu memberikan ciuman di pipi Darel.
Darel sudah meraih garpu dan sendok untuknya ketika Luna merasakan seseorang menepuk punggungnya dari belakang. Luna menoleh, lalu menemukan Erick yang menatapnya, masih sambil bertopang dagu.
"Buat aku mana?" tanya Erick.
Luna meletakkan sepiring omelet lainnya di atas meja. "Ini buat kamu." ujar Luna.
Ya. dia sudah berhenti memanggil Erick dengan panggilan Pak Erick setelah melakukan percakapan singkat bersama lelaki itu ditengah percintaan mereka yang panas.
"Pak Erick..."
"Luna, demi Tuhan, aku suka banget dengar desahan kamu. tapi, bisa nggak kamu berhenti panggil aku dengan sebutan itu?"
"Hm?"
"Erick. panggil aku Erick."
"Hm, tapi... Pak—"
"Just Erick, Luna."
"Erick..."
Saat itu, Erick yang sejak tadi sibuk mengecupi leher Luna, dimana Luna berada di atas pangkuannya, mendekap erat kepalanya, perlahan melepaskan diri dari dekapan Luna. Erick memandang wajah Luna yang memerah dan berkeringat dengan senyuman miring yang memesona di bibirnya. "Good." Pujinya. "Ok, come on, kiss me."
Kala itu, sambil tersenyum malu-malu, Luna memiringkan wajahnya, memagut bibir Erick lembut, membuat lelaki itu tersenyum dalam pagutan mereka yang selalu saja berakhir dengan sebuah ciuman liar yang panas.
Kini Erick menatap omelet itu sejenak, lalu kembali menatap sepenuhnya pada Luna. Sudut bibirnya terangkat kecil ke atas. "Ciumnya?"
Luna mengerjap. "Ya?"
Erick mengangguk ke arah Darel. "Tadi Darel dapat ciuman dari kamu. Ciuman buat aku mana?"
Luna mengatup rapat mulutnya, menahan senyuman yang sudah ingin merekah lebar. Apa lagi Erick menatapnya penuh harap dan itu sangat menggemaskan. "Ada Darel." Bisik Luna malu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Luna
Fiksi UmumPasca perceraiannya, Luna memilih untuk menjauh dari segala hal yang berhubungan dengan mantan suaminya. Termasuk juga sahabat-sahabatnya. Luna hanya ingin melupakan, tidak lagi menoleh ke belakang sekalipun dia tahu jika dia tidak akan sembuh denga...